Denpasar (Antara Bali) - Perayaan hari Saraswati (lahirnya iptek), pagerwesi (memantapkan keteguhan iman) dan Hari Siwa Ratri (perenungan dosa) jatuh secara beruntun dalam selisih waktu sehari dialami setiap sepuluh tahun sekali.

Hal tersebut dikemukakan Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana, di Denpasar, Rabu.

"Saraswati dan Pagerwesi dirayakan setiap 210 hari sekali dalam enam bulan hitungan kelender Bali, karena setiap bulan terdiri atas 35 hari dan Hari Siwaratri diperingati setiap 420 hari (12 bulan) sekali," katanya.

Ia mengatakan, berdasarkan perhitungan sistem penanggalan Bali setiap sepuluh tahun sekali perayaan ketiga hari suci itu akan jatuh beruntun dengan makna yang sama.

Hari Raya Saraswati jatuh pada Hari Sabtu (21/1), menyusul Hari Raya Pagerwesi pada hari Rabu (25/1) dan hari Siwa Ratri jatuh pada hari Kamis (26/1) dan Jumat (27/1).

Gubernur Bali Made Mangku Pastika menetapkan ketiga hari suci yang jatuh secara beruntun itu sebagai hari libur lokal (fakultatif) bagi instansi pemerintah dan sekolah seluruh jenjang pendidikan mulai dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan perguruan tinggi.

Libur lokal khusus di Bali itu dimaksudkan agar umat Hindu dapat melaksanakan berbagai kegiatan keagamaan dan melakukan persembahyangan dengan khidmat.

Ngurah Sudiana menambahkan Hari Siwa Ratri yang dirayakan setiap 420 hari sekali kali ini jatuh pada paruh gelap bulan ketujuh (panglong ping 14 sasih kepitu), Rabu-Kamis, 26-26 Januari 2017.

Perayaan Siwa Ratri dipusatkan di Pura Besakih, tempat suci umat Hindu terbesar di Pulau Dewata yang berlokasi di kaki lereng Gunung Agung, Kabupaten Karangasem, sekitar 80 km timur Denpasar.

Kegiatan serupa umumnya juga berlangsung di setiap pura desa adat di Bali, yang dihadiri sebagian besar warganya. Rangkaian kegiatan ritual yang dilakukan selama 36 jam itu menyangkut beratha pengendalian diri.

Sejumlah pantangan yang harus dilakukan antara lain tidak makan dan minum (upawasa), begadang semalam suntuk(jagra) dan tidak bicara (Mona Brata).

"Ketiga pantangan itu diharapkan dapat dilaksanakan agar mampu berprilaku baik, tidak serakah dan berbicara dengan sopan tanpa menyinggung perasaan orang lain," ujar Ngurah Sudiana. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017