Jakarta (Antara Bali) - Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencatat kebijakan bebas visa untuk warga negara asing telah menurunkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hingga 52 persen atau senilai Rp1 triliun.
"Dengan adanya kebijakan bebas visa, menjadi turun 52 persen, dulu lebih dari Rp2 triliun sekarang hanya memperoleh sekitar Rp1 triliun saja," kata Kasubdit Izin Tinggal Ditjen Imigrasi Hendro Tri Prasetyo di Jakarta, Jumat.
Hendro mengatakan kebijakan bebas visa yang ditujukan meningkatkan wisatawan asing ke dalam negeri, nyatanya peningkatan tersebut tidak terlalu signifikan.
Berdasarkan data Ditjen Imigrasi, kasus pelanggaran izin tinggal "overstay" secara keseluruhan sampai 24 Desember 2016 mencapai 26.449 untuk izin tinggal kunjungan.
Sementara itu, di tengah isu akan derasnya migrasi tenaga kerja ilegal asal Tiongkok, Hendro memaparkan ada 8.032 wisatawan Tiongkok yang melanggar izin tinggal kunjungan dan 4.753 kasus 'overstay' bebas visa kunjungan.
Ada pun jumlah warga negara Tiongkok yang terkena pro justitia atau penegakan hukum baru 38 persen atau 126 orang.
Jenis tindakan pidana keimigrasian yang banyak dilanggar WNA antara lain tidak dapat memperlihatkan paspor atau izin tinggal, menyalahgunakan izin tinggal dan tidak masuk melalui tempat pemeriksaan imigrasi (TPI).
Ditjen Imigrasi menyatakan keterbatasan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) menjadi kendala untuk mengawasi warga asing. Sekitar 350 PPNS ditargetkan dapat melakukan pengawasan di seluruh kantor imigrasi wilayah.
Sistem pengawasan orang asing juga diperketat melalui aplikasi pelaporan orang asing (APOA) yang dipasang pada setiap hotel untuk mendeteksi keberadaan WNA serta mengoptimalkan tim pengawasan orang asing (Timpora).
"Kami sedang memaksimalkan timpora sampai ke tingkat kecamatan. Beberapa daerah sudah melakukan, contohnya Kota Depok," kata Hendro. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Dengan adanya kebijakan bebas visa, menjadi turun 52 persen, dulu lebih dari Rp2 triliun sekarang hanya memperoleh sekitar Rp1 triliun saja," kata Kasubdit Izin Tinggal Ditjen Imigrasi Hendro Tri Prasetyo di Jakarta, Jumat.
Hendro mengatakan kebijakan bebas visa yang ditujukan meningkatkan wisatawan asing ke dalam negeri, nyatanya peningkatan tersebut tidak terlalu signifikan.
Berdasarkan data Ditjen Imigrasi, kasus pelanggaran izin tinggal "overstay" secara keseluruhan sampai 24 Desember 2016 mencapai 26.449 untuk izin tinggal kunjungan.
Sementara itu, di tengah isu akan derasnya migrasi tenaga kerja ilegal asal Tiongkok, Hendro memaparkan ada 8.032 wisatawan Tiongkok yang melanggar izin tinggal kunjungan dan 4.753 kasus 'overstay' bebas visa kunjungan.
Ada pun jumlah warga negara Tiongkok yang terkena pro justitia atau penegakan hukum baru 38 persen atau 126 orang.
Jenis tindakan pidana keimigrasian yang banyak dilanggar WNA antara lain tidak dapat memperlihatkan paspor atau izin tinggal, menyalahgunakan izin tinggal dan tidak masuk melalui tempat pemeriksaan imigrasi (TPI).
Ditjen Imigrasi menyatakan keterbatasan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) menjadi kendala untuk mengawasi warga asing. Sekitar 350 PPNS ditargetkan dapat melakukan pengawasan di seluruh kantor imigrasi wilayah.
Sistem pengawasan orang asing juga diperketat melalui aplikasi pelaporan orang asing (APOA) yang dipasang pada setiap hotel untuk mendeteksi keberadaan WNA serta mengoptimalkan tim pengawasan orang asing (Timpora).
"Kami sedang memaksimalkan timpora sampai ke tingkat kecamatan. Beberapa daerah sudah melakukan, contohnya Kota Depok," kata Hendro. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017