Denpasar (Antara Bali) - Rencana Pemerintah Indonesia untuk mengimpor sapi asal Meksiko dalam waktu dekat nampaknya masih menunggu proses negosiasi yang cukup panjang. Pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian (Kementan) bahkan telah mengupayakan program secara khusus sapi induk wajib bunting (Upsus Siwab) di sejumlah daerah.

Harapan tersebut mendapat respon cepat dari Pemerintah Provinsi Bali yang sangat mendukung penuh upaya pemerintah pusat itu agar di Pulau Dewata menjadi salah satu produsen sapi potong di Tanah Air.

Hal ini diakui Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, Putu Sumantra yang menuturkan bahwa Pulau Dewata memiliki potensi besar untuk melakukan program Upsus Siwab itu. Ini karena di Pulau Dewata total populasi sapi lokal mencapai 559.571 ekor pada 2016 atau sebesar 3,35 persen dari jumlah populasi sapi potong secara nasional.

Sedangkan, untuk produksi daging sapi yang ada di Provinsi Bali sebanyak 18.294,6 ton per tahun atau 3,59 persen dari produksi nasional, sehingga jumlah tersebut diyakini melebihi kebutuhan daging sapi untuk masyarakat di Pulau Dewata yang rata-rata sebanyak 6.075,25 ton per tahun.

Oleh karena itu, menurut Sumantra, sangatlah rasional apabila Provinsi Bali dapat menjadi pemasok kebutuhan daging sapi potong ke sejumlah daerah di Tanah Air untuk menjaga ketersediaan daging dan menekan impor daging sapi potong itu.

Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, jumlah rata-rata sapi di Pulau Dewata yang didistribusikan mencapai 50.000 ekor per tahunnya, sehingga sangatlah memungkinkan keberadaan Bali sebagai salah satu penyangga kebutuhan daging sapi nasional.

Bali juga memiliki sistem pertanian terintegrasi (Simantri), dimana setiap kelompok pelaksana Simantri dibantu dana sebesar Rp225 juta untuk pengadaan 20 ekor sapi betina siap kawin dan satu ekor sapi pejantan yang diambil dari dana APBD Bali.

Untuk pelaksanaan Simantri tersebut alokasi dana yang diberikan kepada kelompok pelaksana Simantri ini juga dapat digunakan untuk pembuatan kandang, tempat pengolahan pakan, pengolahan pupuk organik, pengolaghan bio urin dan instalasi biogas.

Berdasarkan data, jumalah Simantri yang dibangun pada 2009 hingga 2016 yang tersebar di sejumlah daerah di Pulau Dewa yang jumlahnya mencapai 632 unit, dengan target hingga 2018 sebanyak 1.000 kelompok simantri.

Berdasarkan data populasi sapi yang dihimpun Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2016 setelah dikonversi dengan luas wilayahnya, luas Pulau Bali yang hanya mencapai 5.636,66 kilometer persegi, tercatat memiliki kepadatan ternak sapi sebanyak 99,84 ekor per kilometer persegi.

Salah satu sentra pembibitan sapi lokal Bali yang saat ini memiliki 1.000 ekor anakan sapi (pedet) terdapat di Desa Sobangan, Kabupaten Badung, yang jaraknya 15 km utara pusat pemerintahan Mangupura.

Desa ini sangat cocok menjadi sentra pembibitan sapi indukan, karena letak geografisnya dinilai tepat untuk kelangsungan hidup satwa mamalia tersebut. Pemerintah setempat (Kabupaten Badung) sangat mendukung upaya pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian guna menjalankan program Upsus Siwab yang digadang-gandang akan menghasilkan bibit sapi berkualitas dan berkuantitas pada 2017.

Gencar Upsus Siwab

Putu Sumantra mengemukakan, melalui upaya khusus sapi induk wajib bunting (Upsus Siwab) tahun 2017, maka diyakini populasi sapi lokal Bali akan meningkat yang juga menjadi program unggulan Kementerian Pertanian yang terus disosialisasikan ke sejumlah daerah di Tanah Air.

Selain itu, Pemerintah Provinsi Bali juga siap mensosialisasikan program ini ke sejumlah daerah di Pulau Dewata melalui upaya gerakan serentak (gertak) birahi inseminasi buatan (IB).

Program Gertak IB ini dirumuskan bersama pemerintah pusat dengan masing-masing daerah yang terus dilakukan dalam Upsus Siwab yang nantinya dikonsulidasikan kepada masyarakat peternak maupun petugas lapangan.

Putu Sumantra juga menargetkan jumlah kelahiran anakan sapi (pedet) di Pulau Dewata mencapai 75.000 ekor per tahun, yang diyakininya mampu merealisasi target program Upsus Siwab di Bali.

Untuk keunggulan sapi Bali dibandingkan jenis sapi lainnya karena mudah untuk dikembangbiakkan dan setiap tahun pasti beranak pinak. Selain itu, apabila sapi Bali ini diberikan makanan yang mencukupi, maka dapat bereproduksi hingga sepuluh kali hingga 12 kali dalam setahun.

Selain itu, serat dagingnya sangat halus dibandingkan sapi jenis lainnya dan kadar lemaknya paling rendah dan apabila dipelihara dengan sistem organik, maka daging sapi Bali harganya mendekati jenis daging sapi Wagyu.

Keunggulan daging sapi Bali ini apabila diberikan pakan organik memiliki permintaan pasar yang cukup tinggi terutama di Jakarta, sehingga para distributor daging sapi di Jakarta harus memesan cukup lama untuk mendapatkan daging sapi lokal asal Pulau Dewata ini.

Hal serupa diakui Staf Ahli Bidang Inovasi dan Teknologi Kementerian Pertanian (Kementan) Syukur Iwantoro beberapa waktu lalu yang mengatakan program upaya khusus sapi induk wajib bunting (Upsus Siwab) Tahun 2017 sangat baik dan perlu dioptimalkan.

Hal ini diakuinya, apabila pemerintah daerah gencar mengembangbiakkan sapi indukan ini, diyakin akan menekan impor sapi sehingga peternak lokal yang menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Terkait rencana izin impor sapi mencapai 400 ribu ekor itu, diakuinya memang diberikan kewenangan sepenuhnya kepada pihak swasta dan masih dalam pembicaraan dengan kawan-kawan di Meksiko. Saat ini pemerintah memberikan beberapa alternatif untuk menekan lonjakan harga daging sapi di sejumlah daerah di indonesia, yang diharapkan dapat menekan kenaikan harga daging sapi potong tersebut. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Made Surya

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016