Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengharapkan kalangan perguruan tinggi dapat mengenalkan situasi politik yang nyata pada mahasiswa karena dalam praktiknya sering berbeda dengan yang dipelajari di bangku kuliah.

"Banyak politikus yang bukan jebolan sekolah politik, politik dalam praktiknya sering berbeda dengan apa yang dipelajari di bangku kuliah. Untuk itu melalui konferensi ini saya harapkan ada pemikiran-pemikiran baru sehingga pendidikan politik bisa lebih pada fakta nyata yang dihadapi seorang politikus ketika terjun di dalamnya," kata Pastika di Denpasar, Rabu.

Menurut dia, politik merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan perjalanan suatu bangsa dan negara. Selain itu, politik juga bisa menyelamatkan suatu bangsa dan negara dari kondisi buruknya.

"Salah satu tempat pembelajaran ilmu politik adalah perguruan tinggi dan perguruan tinggi bertugas menelorkan para politikus yang memegang peran penting dalam melahirkan pemikiran-pemikiran baru dalam dunia perpolitikan," ujar Pastika saat membuka International Conference on Social And Political Issues (ICSPI) itu.

Oleh karena itu, dalam acara yang meghadirkan para pakar politik dari Indonesia maupun mancanegara tersebut dapat dimanfaatkan membahas secara mendalam situasi politik yang sesungguhnya yang terjadi baik di tataran nasional bahkan dunia.

Kegiatan yang diselenggarakan untuk pertama kalinya oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia ini juga menghadirkan Presiden ke-6 Republik Indonesia Prof Dr Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pembicara utama.

Dalam paparannya, SBY yang mengusung tema "Knowledge and Social Transformation" ini menyampaikan eratnya peran ilmu pengetahuan dengan transformasi sosial yang dialami suatu negara.

Secara panjang lebar, SBY memaparkan begitu banyak Indonesia kehilangan momen transformasi sosial penting yang terjadi di dunia, seperti momen revolusi militer, revolusi industri yang terjadi di inggris, dan revolusi politik yang terjadi di beberapa negara Eropa dan Amerika Latin yang bisa membawa pengaruh pada Indonesia.

Menurut dia momen penting ini terjadi pada saat rakyat Indonesia masih hidup dalam kemiskinan dan kebodohan dan tidak berpengetahuan bahkan di saat Indonesia memproklamirkan Kemerdekaannya, rakyat Indonesia 90 persen masih dalam kondisi buta huruf.

"Ketika Bapak Bangsa ini mulai mengenal pengetahuan dan kehidupan moderen maka babak baru sejarah bangsa Indonesia di mulai, di mana kedaulatan bangsa Indonesia diakui dunia setelah Proklamasi Kemerdekaan. Dalam perjalanannnya dalam setiap era di Indonesia mengalami sejumlah tantangan," ucapnya.

SBY yang mengangkat isu transformasi pada saat dirinya bertarung di Pilpres 2004 menegaskan bahwa transformasi lebih dari sekadar proses reformasi. Transformasi memerlukan cara pandang, sistem pengelolaan yang baru dan lembaga yang berkembang yang bisa menempatkan posisi Indonesia di mata dunia yang diyakini akan berimbas pada bangsa ini di segala aspek.

Transformasi terbesar di abad ke 21 menurut SBY tidak lagi berfokus pada proses pembangunan bangsa, namun adalah pembangunan demokrasi. Tidak sekedar menghargai perbedaan, melindungi integritas bangsa, tapi menghargai perbedaan pendapat baik itu dalam bentuk kebebasan berekspresi, kebebasan berkumpul, dan kebebasan pers.

Dalam konferensi tingkat dunia yang berlangsung dari 19-20 Oktober 2016 ini dikuti oleh 122 peserta yang berasal dari sembilan negara termasuk Indonesia dan terbagi dalam 2 sesi pleno dan 4 sesi pararel, serta menghadirkan beberapa pembicara dari luar negeri antara lain Prof Donald Kemmerson (Stanford University), Prof Vedi R Hadiz (University Of Melbourne) serta Prof Jim Lfe (Curtin University). (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016