Melestarikan budaya dengan mementaskan tari-tarian, merupakan langkah yang sudah familiar di masyarakat. Namun seorang wanita yang berasal dari Pulau Bali, mencoba mengangkat keluhuran budaya dan tradisi Pulau Dewata, dengan menciptakan produk boneka yang menggunakan bahan kain batik.

"Tak terasa, sudah 14 tahun saya menggeluti usaha boneka ini. Dan sejak awal memang saya konsisten menggunakan bahan kain batik setempat, sebagai ciri khas boneka produk workshop saya," ujar AA Sagung Inten, pendiri Rumah Boneka Creative Bali (RBCB).

Bahan kain batik tradisional cenderung menampilkan warna-warna cerah, dan biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan kain pantai atau bed cover. Akan tetapi di tangan wanita yang akrab disapa Byang Mangku Hipno, kain ini bisa diubah menjadi produk boneka yang digemari oleh konsumen dari berbagai negara.

Menurut wanita kelahiran Denpasar ini, konsumen yang rajin memesan boneka berbahan kain batik Bali ini berasal dari Australia, Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Italia, Karibia dan sejumlah negara Eropa lainnya. Bentuk boneka yang hingga kini terbilang paling diminati konsumen adalah monyet, jerapah dan gajah, dengan ukuran M dan L.

Sering kali, ada pesanan mendadak dari turis yang sedang berwisata ke Bali. Ketika baru sampai Bali, turis bersangkutan memesan boneka, dan ketika masa liburan berakhir maka tinggal mengambil pesanan boneka untuk dibawa ke negaranya.

"Pernah saya mendapat pesanan dari turis Amerika sebanyak 1.500 boneka dalam waktu singkat. Untung pesanan itu dapat terselesaikan tepat waktu dan tidak ada komplain. Pesanan itu dimasukkan dalam enam koper, terdiri dari beraneka jenis bentuk boneka dan berbagai ukuran," katanya.

Bentuk-bentuk boneka lain yang biasa menjadi pilihan konsumen adalah tokek, anjing, kumbang, lebah, singa, rusa, dan puluhan jenis lainnya. Hingga kini, RBCB sudah memproduksi lebih dari 80 jenis boneka. Khususnya berbagai bentuk hewan, karena lebih diminati konsumen.

Konsumen boneka ini tidak hanya anak-anak, tetapi mulai dari anak kecil hingga usia tua, menggemari boneka yang diproduksi RBCB. Bahkan, kebanyakan tidak sampai menawar lagi, karena produk kami memang mengutamakan kualitas dan buatan tangan.

Alumnus Fakultas Ekonomi Undiknas Denpasar ini melanjutkan, harga boneka produk RBCB mulai dari Rp12.500 hingga Rp275 ribu per buah. Harga boneka disesuaikan dengan ukurannya, yang memang bervariasi. Bahkan, ada yang berukuran amat kecil karenadifungsikan sebagai boneka hiasan gantung.

Mengenai omzet, rata-rata per bulan RCBD membukukan penjualan Rp50 juta. Kalau sedang mengikuti pameran, maka penjualan mengalami peningkatan sekitar 10-15 persen.

Diisi Pasir Laut

Kisah berkecimpungnya wanita yang terlahir 17 Agustus 1967 pada bidang usaha boneka ini, ternyata berawal dari ketidaksengajaan. Sebelumnya, sang ayah yang bernama AA Ngurah Oka, merupakan seniman keramik yang bekerja pada perusahaan yang menghasilkan sejumlah produk. Seperti kain sutra, keramik, batik kaca dan berbagai jenis kerajinan.

Pemilik usaha kemudian bertanya pada ayahnya, di manakah ada orang yang bisa membuat boneka? Sang ayah lantas menjawab, sebaiknya pesan pada putrinya, Byang Mangku Hipno, karena bisa menjahit.

Menerima order boneka secara tak terduga, maka Byang Mangku Hipno mulai belajar secara otodidak dengan contoh yang diberikan. Contoh boneka itu berbentuk bebek, kura-kura dan kodok. Dikarenakan sudah menguasai teknik menjahit, maka belajar membuat boneka, bukan hal yang rumit baginya.

"Kalau dulu, empat tahun pertama, saya hanya membuat boneka sesuai perusahaan tempat bekerja ayah. Setelah itu, saya memproduksi juga untuk dijual di berbagai art shop. Ini tidak melanggar aturan, sepanjang saya tidak memproduksi bentuk bebek, kura-kura dan kodok, sesuai kesepakatan kerja sama dengan perusahaan tersebut," ujar wanita yang menggeluti bidang hipnoterapi ini.

Kini, dengan dibantu 15 orang karyawan, maka RBCB dapat memproduksi sebanyak 300 boneka selama seminggu. Karyawan yang bekerja merupakan ibu rumah tangga yang tinggal di kawasan Padang Sambian dan sekitarnya.

Perekrutan ibu rumah tangga atau sejumlah wanita muda di workshop RBCB ini, untuk lebih menyejahterakan mereka agar mendapatkan penghasilan yang cukup untuk menunjang kehidupan.

Menyinggung mengenai bahan baku, istri Ketut Gede Suatmayasa menyatakan sama sekali tidak ada kendala dikarenakan dapat diperoleh di wilayah Denpasar dan sekitarnya. Seperti kain batik, pernak-pernik mata, hidung dan beragam aksesoris dan bahan isian boneka.

Sekarang bahan isian sepenuhnya menggunakan dakron. Dulu, ada yang menggunakan dakron, ada pula yang memakai pasir laut. Lama-lama, kasihan juga pasir-pasir dari Bali dibawa ke luar negeri. "Kok ada rasa sayang terhadap bumi pertiwi. Jadi belakangan produk RCBC menggunakan bahan isian dakron saja," ucap dia.

Menyinggung persaingan, Byang Mangku Hipno sama sekali tidak merisaukan. Baginya, jika ada pesaing yang sama-sama memproduksi boneka, justru akan meningkatkan semangat berkreasi. Apalagi, masing-masing pelaku usaha boneka tentu memiliki sasaran konsumen tersendiri untuk memasarkan produknya.

"Pernah ada juga yang menjiplak karya RCBC. Namun di tengah jalan rontok sendiri. Kerajinan boneka seperti ini, biarpun tergolong usaha kecil, namun harus ditangani dengan serius. Tidak dapat disepelekan manajemennya. Apalagi jika sewaktu-waktu ada order dadakan, bisa siap tidak menghadapinya dan mengerjakan order tepat waktu?" katanya dengan nada tanya.

Sepanjang pengalamannya menggeluti usaha boneka, memang menerima pesanan mendadak bukan sesuatu yang aneh. Namun dengan semangat memberikan yang terbaik untuk konsumen, membuatnya terpacu untuk menyelesaikan tepat waktu dengan tidak mengurangi kualitas produk.

"Saya nanti berharap tidak hanya memproduksi bentuk-bentuk hewan saja. Ingin juga nanti membuat boneka berbentuk orang, dan diberi busana adat Bali. Memakai kebaya untuk boneka wanita dan udeng bagi boneka laki-laki. Langkah ini masih dirintis. Sekalian juga ingin lebih mengenalkan produk RCBC di pasar lokal dan internasional melalui pameran-pameran," katanya.

Saat ini, boneka RCBC memang telah memiliki peminat dari kota-kota besar Indonesia, yakni Jakarta, Surabaya, Samarinda, Bandung dan Jogjakarta. Byang Mangku Hipno mengharapkan agar peminatnya lebih meluas lagi, sehingga usaya yang digelutinya ini dapat merangkul lebih banyak pekerja wanita yang tidak memiliki pekerjaan.

Banyak warga yang mencintai negaranya dengan mementaskan tari atau jenis kesenian lain, sebagai pelestarian budaya. "Nah, saya memilih boneka sebagai wujud cinta saya pada budaya. Dan bersyukur, produk kerajinan tangan saya malah banyak diapreasi orang-orang asing yang datang ke Bali, karena kagum melihat boneka dari kain tradisional. Apresiasi ini amat saya syukuri," ujarnya.

Sementara itu, merujuk catatan Disperindag Kota Denpasar, realisasi ekspor tahun lalu mencapai 378,34 juta dolar AS, dengan produk ekspor tertinggi yaitu hasil kerajinan senilai 154,96 juta dolar AS. Urutan kedua adalah hasil pertanian yang mencapai 111,34 juta dolar AS, hasil industri mencapai 110,1 juta dolar AS, lain-lain senilai 1,51 juta dolar AS, serta hasil perkebunan senilai 427.367 dolar AS.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar I Wayan Gatra menyebutkan, sebelumnya negara tujuan ekspor adalah Eropa dan Amerika. Namun belakangan sejumlah negara dari Timur Tengah pun mulai menggemari beragam kerajinan dari Bali.

"Hal ini berkaitan dengan makin meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan asal Timur Tengah ke Bali, sehingga turut berimbas dengan meningkatkan pula animo terhadap produk kerajinan hasil karya masyarakat setempat," ujar Wayan Gatra. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Tri Vivi Suryani

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016