Jakarta (Antara Bali) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius meminta kalangan media massa bijak dalam
mengemas pemberitaan yang terkait dengan terorisme.
"Jangan sampai pemberitaan itu nantinya malah menimbulkan sel-sel baru," kata Suhardi saat bersilaturahim dengan Forum Pemred yang dihadiri juga oleh Menko Polhukam Wiranto di Jakarta, Senin, sebagaimana dikutip dalam siaran pers.
Ia berharap ada pemahaman dari para pemimpin redaksi media massa nasional untuk memikirkan juga dampak ataupun implikasi dari pemberitaan yang berkaitan dengan kasus terorisme,
"Diharapkan berita yang ditampilkan bisa mereduksi radikalisme di Indonesia yang sangat multiplier effeck," ujar mantan Kabareskrim Polri ini.
Kepala BNPT juga memohon dukungan agar amandemen Undang-Undang Terorisme yang saat ini sedang digodok di DPR bisa memberikan payung hukum yang kuat dalam menangkal aksi-aksi terorisme yang terdeteksi sejak dini agar bisa dilakukan penindakan.
Selama ini, kata dia, BNPT sudah berhasil mendeteksi, tetapi tidak bisa menindak karena kelompok teroris yang terdeteksi belum melakukan aksinya.
"Aparat baru bisa menindak setelah adanya kejadian. Untuk itu, dalam amandemen Undang Undang Terorisme hal-hal tersebut kami cantumkan," ujarnya.
Ia mengatakan perkembangan radikalisme saat ini sudah pada tahap yang sangat mengkhawatirkan karena bukan saja pada variabel seperti kebodohan, kemiskinan atau kekecewaan, sudah merambah ke tingkat kalangan intelektual.
Dalam pertemuan bersama Forum Pemred ini pihaknya juga memberikan gambaran bagaimana mengantisipasi perkembangan narapidana tindak pidana terorisme termasuk juga fenomena Foreign Terrorist Fighter (FTF) yang ada di Suriah dan implikasinya kalau sampai mereka kembali ke Indonesia.
Sementara itu Menko Polhukan Wiranto dalam sambutan singkatnya mengapresiasi langkah BNPT mengumpulkan para pemimpin redaksi media massa untuk dapat menyamakan persepsi dalam memberitakan masalah terorisme.
"Apa yang dilakukan BNPT ini sangat bagus untuk menyamakan persepsi dalam rangka memberitakan masalah terorisme di mana aksi-aksi dan perkembangan terorisme sudah sangat mengkhawatirkan. Dan kami juga mengapresiasi BNPT yang sudah menggandeng 17 kementerian/lembaga terkait untuk bersama-sama dalam penanggulangan terorisme," ujar Wiranto.
Menurut Wiranto, dalam melakukan pendekatan "soft approach" BNPT tidak dapat bekerja sendirian sehingga diperlukan kerja sama antarkementerian/lembaga terkait.
"Contohnya pendekatan terhadap mantan napi terorisme dan keluarganya, tentunya diperlukan kerja sama antarinstansi agar mantan napi terorisme dan keluarganya bisa mendapatkan perhatian agar tidak mengulangi lagi perbuatannya," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Jangan sampai pemberitaan itu nantinya malah menimbulkan sel-sel baru," kata Suhardi saat bersilaturahim dengan Forum Pemred yang dihadiri juga oleh Menko Polhukam Wiranto di Jakarta, Senin, sebagaimana dikutip dalam siaran pers.
Ia berharap ada pemahaman dari para pemimpin redaksi media massa nasional untuk memikirkan juga dampak ataupun implikasi dari pemberitaan yang berkaitan dengan kasus terorisme,
"Diharapkan berita yang ditampilkan bisa mereduksi radikalisme di Indonesia yang sangat multiplier effeck," ujar mantan Kabareskrim Polri ini.
Kepala BNPT juga memohon dukungan agar amandemen Undang-Undang Terorisme yang saat ini sedang digodok di DPR bisa memberikan payung hukum yang kuat dalam menangkal aksi-aksi terorisme yang terdeteksi sejak dini agar bisa dilakukan penindakan.
Selama ini, kata dia, BNPT sudah berhasil mendeteksi, tetapi tidak bisa menindak karena kelompok teroris yang terdeteksi belum melakukan aksinya.
"Aparat baru bisa menindak setelah adanya kejadian. Untuk itu, dalam amandemen Undang Undang Terorisme hal-hal tersebut kami cantumkan," ujarnya.
Ia mengatakan perkembangan radikalisme saat ini sudah pada tahap yang sangat mengkhawatirkan karena bukan saja pada variabel seperti kebodohan, kemiskinan atau kekecewaan, sudah merambah ke tingkat kalangan intelektual.
Dalam pertemuan bersama Forum Pemred ini pihaknya juga memberikan gambaran bagaimana mengantisipasi perkembangan narapidana tindak pidana terorisme termasuk juga fenomena Foreign Terrorist Fighter (FTF) yang ada di Suriah dan implikasinya kalau sampai mereka kembali ke Indonesia.
Sementara itu Menko Polhukan Wiranto dalam sambutan singkatnya mengapresiasi langkah BNPT mengumpulkan para pemimpin redaksi media massa untuk dapat menyamakan persepsi dalam memberitakan masalah terorisme.
"Apa yang dilakukan BNPT ini sangat bagus untuk menyamakan persepsi dalam rangka memberitakan masalah terorisme di mana aksi-aksi dan perkembangan terorisme sudah sangat mengkhawatirkan. Dan kami juga mengapresiasi BNPT yang sudah menggandeng 17 kementerian/lembaga terkait untuk bersama-sama dalam penanggulangan terorisme," ujar Wiranto.
Menurut Wiranto, dalam melakukan pendekatan "soft approach" BNPT tidak dapat bekerja sendirian sehingga diperlukan kerja sama antarkementerian/lembaga terkait.
"Contohnya pendekatan terhadap mantan napi terorisme dan keluarganya, tentunya diperlukan kerja sama antarinstansi agar mantan napi terorisme dan keluarganya bisa mendapatkan perhatian agar tidak mengulangi lagi perbuatannya," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016