Borobudur, Jateng (Antara Bali) - Eksplorasi musik Melayu Indonesia
disuguhkan "Melaynesia Art Community" pada pergeleran seni budaya yang
diselenggarakan Forum Kilometer Nol Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah, Sabtu (10/9) hingga menjelang tengah malam.
Kelompok "Melaynesia Art Community" yang beranggota para mahasiswa Jurusan Etnomusikologi Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu, menyuguhkan dua repertoar, masing-masing berdurasi 10 menit, dengan judul "Selat Lombok" dan "Sudah Malam Waktunya Tidur".
Mereka yang menampilkan musik Melayu Indonesia pada pergelaran ke-14 Forum Kilometer Nol yang beranggota para seniman muda di kawasan Candi Borobudur itu, adalah Nur Kholis Sumardi, Abid Fikri Nurahman, Christian Sihombing, dan Rizky Effendi.
Sejumlah alat musik pengiring sajian musik kontemporer yang mereka gunakan adalan gambus ampenan, dumbuk, biola, gitar, dan dizzy. Salah satu karya musik kontemporer itu, juga menyuguhkan kemasan musik Melayu dengan Arab dan akapela.
"Musik Melayu Indonesia mempunyai khasanah tersendiri, ia bukan ras, tetapi bangsa yang kaya musik," kata Kholis yang juga Pendiri dan Ketua "Melaynesia Art Community" Yogyakarta itu.
Ia mengaku mengeksplorasi musik Melayu Indonesia sebagai bagian dari mengubah pola berpikir yang membagi musik ke dalam dua kategori, yakni tradisonal dan modern.
"Seolah yang tradisional sebagai pengerdilan genre. Ini memadukan musik tradisional yang tidak kalah menarik dengan barat. Kami mencoba menerobos pakem dan tidak membatasi berkarya, meskipun yang pakem tetap menjadi landasan," katanya.
Forum Kilometer Nol Borobudur pada pementasan rutin ke-14, Sabtu (10/9) hingga menjelang tengah malam itu, juga menyuguhkan musikalisasi puisi oleh Umi Azzurasantika dan Kirana Skaniga Kota Magelang serta performa gerak oleh kelompok "Yog(y)a" Yogyakarta.
Hadir pada pementasan yang ditandai dengan diskusi musik itu, antara lain kalangan seniman, penikmat seni, dan pemerhati budaya terutama di kawasan Candi Borobudur Kabupaten Magelang. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Kelompok "Melaynesia Art Community" yang beranggota para mahasiswa Jurusan Etnomusikologi Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu, menyuguhkan dua repertoar, masing-masing berdurasi 10 menit, dengan judul "Selat Lombok" dan "Sudah Malam Waktunya Tidur".
Mereka yang menampilkan musik Melayu Indonesia pada pergelaran ke-14 Forum Kilometer Nol yang beranggota para seniman muda di kawasan Candi Borobudur itu, adalah Nur Kholis Sumardi, Abid Fikri Nurahman, Christian Sihombing, dan Rizky Effendi.
Sejumlah alat musik pengiring sajian musik kontemporer yang mereka gunakan adalan gambus ampenan, dumbuk, biola, gitar, dan dizzy. Salah satu karya musik kontemporer itu, juga menyuguhkan kemasan musik Melayu dengan Arab dan akapela.
"Musik Melayu Indonesia mempunyai khasanah tersendiri, ia bukan ras, tetapi bangsa yang kaya musik," kata Kholis yang juga Pendiri dan Ketua "Melaynesia Art Community" Yogyakarta itu.
Ia mengaku mengeksplorasi musik Melayu Indonesia sebagai bagian dari mengubah pola berpikir yang membagi musik ke dalam dua kategori, yakni tradisonal dan modern.
"Seolah yang tradisional sebagai pengerdilan genre. Ini memadukan musik tradisional yang tidak kalah menarik dengan barat. Kami mencoba menerobos pakem dan tidak membatasi berkarya, meskipun yang pakem tetap menjadi landasan," katanya.
Forum Kilometer Nol Borobudur pada pementasan rutin ke-14, Sabtu (10/9) hingga menjelang tengah malam itu, juga menyuguhkan musikalisasi puisi oleh Umi Azzurasantika dan Kirana Skaniga Kota Magelang serta performa gerak oleh kelompok "Yog(y)a" Yogyakarta.
Hadir pada pementasan yang ditandai dengan diskusi musik itu, antara lain kalangan seniman, penikmat seni, dan pemerhati budaya terutama di kawasan Candi Borobudur Kabupaten Magelang. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016