Denpasar (Antara Bali) - Bentara Budaya Bali (BBB), lembaga kebudayaan nirlaba Kompas-Gramedia di Ketewel, Kabupaten Gianyar menggelar dialog sastra mengusung tema "Merayakan Indonesia Melalui Puisi" menampilkan pembicara kritikus sastra, Maman S. Mahayana.
"Kegiatan dialog tersebut berangkat dari sebuah buku berjudul `Jalan Puisi` karya , Maman S. Mahayana yang diterbitkan Penerbit Kompas (2016), yang Senin petang (5/8)," kata penata acara tersebut Putu Aryastawa di Denpasar, Minggu.
Ia mengatakan, kritikus yang juga pengajar di Department of Malay-Indonesian Studies, Hankuk University of Foreign Studies, Seoul itu mencoba menegaskan kembali peran puisi yang tak terpisahkan dari riwayat dan keberadaan bangsa Indonesia.
Selain Maman S. Mahayana, dalam kesempatan dialog akan tampil pula peneliti dan pengajar sastra Indonesia di Inalco, Paris, Etienne Naveau.
Ia belum lama ini menerbitkan buku puisi berjudul Florilege: Plus de 120 Sonnets Indonesien de Muhammad Yamin a Sapardi Djoko Damono, merangkum puisi-puisi penyair Indonesia hasil terjemahannya ke Bahasa Prancis.
Dua narasumber akan berbagi pandangan perihal puisi di masa lalu (syair) yang terbukti merepresentasikan serta mengartikulasikan intelektualitas pujangga nusantara lebih dari lima abad, sebuah bangunan peradaban yang merupakan warisan intelektual bangsa ini.
Menurut Maman Mahayana, salam momen dan peristiwa apa pun, puisi kerap ambil bagian melakukan penyadaran, bahkan juga perlawanan. Ia menjelma mantra perjuangan yang menerakan jejak heroisme.
"Teks lagu Indonesia Raya dan teks Sumpah Pemuda tidak lain adalah puisi yang `melahirkan Indonesia yang dibayangkan. Itulah spirit yang membentuk bangsa ini yang dikatakan Ben Anderson (1986) sebagai komunitas bayangan," katanya.
Maka lebih lanjut akan ditelaah pula puisi sebagai sarana menanamkan nilai-nilai, termasuk mewartakan kekayaan multikultur dan heterogenitas negeri ini, seraya merayakan keindonesiaan yang beragam.
Buku itu penting artinya bagi para guru dan dosen bahkan juga bagi mahasiswa dan pelajar. Bagi para peneliti dan pengamat sastra Indonesia, buku tersebut menyimpan perspektif lain dan perlu penggalian lebih luas dan menukik.
Bagi para penyair (atau calon penyair), peminat puisi, dan publik sastra, tak elok jika tak punya pengetahuan puisi, apalagi tidak memahaminya. Buku ytdrnjy, selain menyajikan pengetahuan tentang arti penting puisi, niscaya juga menggugah kesadaran puitik dan inspirasi, bahwa ada banyak peran yang dapat dimainkan lewat puisi, ujar Maman Mahayana. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Kegiatan dialog tersebut berangkat dari sebuah buku berjudul `Jalan Puisi` karya , Maman S. Mahayana yang diterbitkan Penerbit Kompas (2016), yang Senin petang (5/8)," kata penata acara tersebut Putu Aryastawa di Denpasar, Minggu.
Ia mengatakan, kritikus yang juga pengajar di Department of Malay-Indonesian Studies, Hankuk University of Foreign Studies, Seoul itu mencoba menegaskan kembali peran puisi yang tak terpisahkan dari riwayat dan keberadaan bangsa Indonesia.
Selain Maman S. Mahayana, dalam kesempatan dialog akan tampil pula peneliti dan pengajar sastra Indonesia di Inalco, Paris, Etienne Naveau.
Ia belum lama ini menerbitkan buku puisi berjudul Florilege: Plus de 120 Sonnets Indonesien de Muhammad Yamin a Sapardi Djoko Damono, merangkum puisi-puisi penyair Indonesia hasil terjemahannya ke Bahasa Prancis.
Dua narasumber akan berbagi pandangan perihal puisi di masa lalu (syair) yang terbukti merepresentasikan serta mengartikulasikan intelektualitas pujangga nusantara lebih dari lima abad, sebuah bangunan peradaban yang merupakan warisan intelektual bangsa ini.
Menurut Maman Mahayana, salam momen dan peristiwa apa pun, puisi kerap ambil bagian melakukan penyadaran, bahkan juga perlawanan. Ia menjelma mantra perjuangan yang menerakan jejak heroisme.
"Teks lagu Indonesia Raya dan teks Sumpah Pemuda tidak lain adalah puisi yang `melahirkan Indonesia yang dibayangkan. Itulah spirit yang membentuk bangsa ini yang dikatakan Ben Anderson (1986) sebagai komunitas bayangan," katanya.
Maka lebih lanjut akan ditelaah pula puisi sebagai sarana menanamkan nilai-nilai, termasuk mewartakan kekayaan multikultur dan heterogenitas negeri ini, seraya merayakan keindonesiaan yang beragam.
Buku itu penting artinya bagi para guru dan dosen bahkan juga bagi mahasiswa dan pelajar. Bagi para peneliti dan pengamat sastra Indonesia, buku tersebut menyimpan perspektif lain dan perlu penggalian lebih luas dan menukik.
Bagi para penyair (atau calon penyair), peminat puisi, dan publik sastra, tak elok jika tak punya pengetahuan puisi, apalagi tidak memahaminya. Buku ytdrnjy, selain menyajikan pengetahuan tentang arti penting puisi, niscaya juga menggugah kesadaran puitik dan inspirasi, bahwa ada banyak peran yang dapat dimainkan lewat puisi, ujar Maman Mahayana. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016