Jakarta (Antara Bali) - Anggota Komisi I DPR, Bobby Rizaldi mengatakan pemerintah tidak boleh memotong anggaran di bidang pertahanan dan keamanan, karena akan mengurangi daya gentar Indonesia di kawasan.
"Pemerintah tidak boleh memotong anggaran sektor Hankam dan BNN, untuk menjaga kedaulatan NKRI, TNI harus mengejar ketertinggalan postur Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista)," katanya di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan, pada tahub 1998-2008, tidak ada modernisasi Alutsista di Indonesia meskipun banyak yang sudah tidak berfungsi.
Bobby menilai, sektor pertahanan tidak hanya memerlukan dana untuk memodernisasi Alutsista namun butuh perawatan dan pembelian yang baru.
"Narkoba juga sudah menjadi ancaman generasi muda yang paling priotitas, seperti juga Polri yang menjaga ketertiban sipil tidak boleh dikurangi anggarannya," ujarnya.
Politikus Partai Golkar itu menilai bahaya apabila sektor Hankam dan BNN dikurangi, karena sama saja melemahkan "hard power" negara dalam melakukan tugas mengamankan NKRI.
Menurut dia, kalau anggaran mau dipotong maka lebih baik tahun depan agar tidak mengganggu program yang sudah dibuat di 2016.
"Kalau mau dipotong, tahun depan saja, jangan mengurangi apa yg sudah diprogramkan tahun 2016 ini," katanya.
Dia menilai pilihan Presiden Joko Widodo mengangkat Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan merupakan pilihan tepat, selain respon pasar industri keuangan yang positif juga karakternya yang cepat dalam mengambil keputusan.
Namun, menurut dia, kondisi moneter dan fiskal saat ini berbeda dengan kondisi 2008, yaitu Minumum Essential Forces (MEF) TNI baru dimulai, dan anggaran Polri naik signifikan dari tahun 2011 hanya Rp3,7 triliun sampai 2016 sebesar Rp73 triliun.
Menurut dia, Sri Mulyani pindah ke Bank Dunia tahun 2010, dan sekarang kemampuan keuangan Indonesia memang berubah namun Menkeu saat ini diminta tidak mengubah peta jalan (road map) sektor Hankam yang sudah dimulai tahun 2008. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Pemerintah tidak boleh memotong anggaran sektor Hankam dan BNN, untuk menjaga kedaulatan NKRI, TNI harus mengejar ketertinggalan postur Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista)," katanya di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan, pada tahub 1998-2008, tidak ada modernisasi Alutsista di Indonesia meskipun banyak yang sudah tidak berfungsi.
Bobby menilai, sektor pertahanan tidak hanya memerlukan dana untuk memodernisasi Alutsista namun butuh perawatan dan pembelian yang baru.
"Narkoba juga sudah menjadi ancaman generasi muda yang paling priotitas, seperti juga Polri yang menjaga ketertiban sipil tidak boleh dikurangi anggarannya," ujarnya.
Politikus Partai Golkar itu menilai bahaya apabila sektor Hankam dan BNN dikurangi, karena sama saja melemahkan "hard power" negara dalam melakukan tugas mengamankan NKRI.
Menurut dia, kalau anggaran mau dipotong maka lebih baik tahun depan agar tidak mengganggu program yang sudah dibuat di 2016.
"Kalau mau dipotong, tahun depan saja, jangan mengurangi apa yg sudah diprogramkan tahun 2016 ini," katanya.
Dia menilai pilihan Presiden Joko Widodo mengangkat Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan merupakan pilihan tepat, selain respon pasar industri keuangan yang positif juga karakternya yang cepat dalam mengambil keputusan.
Namun, menurut dia, kondisi moneter dan fiskal saat ini berbeda dengan kondisi 2008, yaitu Minumum Essential Forces (MEF) TNI baru dimulai, dan anggaran Polri naik signifikan dari tahun 2011 hanya Rp3,7 triliun sampai 2016 sebesar Rp73 triliun.
Menurut dia, Sri Mulyani pindah ke Bank Dunia tahun 2010, dan sekarang kemampuan keuangan Indonesia memang berubah namun Menkeu saat ini diminta tidak mengubah peta jalan (road map) sektor Hankam yang sudah dimulai tahun 2008. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016