Jalanan menurun di antara dua tebing kapur tinggi menjulang di Desa Kutuh, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, itu berakhir dengan pemandangan menakjubkan. Bentangan air jernih, di mana permukaan laut bergradasi hijau kebiruan dengan ombak beriak samar.
Tawa riang anak-anak bermain air dan puluhan kano yang mengitari pantai, menjadi pemandangan yang menghangatkan hati pengunjung pantai yang letaknya di balik tebing kapur. Pantai yang kini tersohor dengan sebutan Pantai Pandawa.
Jejak-jejak beraroma sejarah, sangat kental terasakan ketika memasuki kawasan wisata Pantai Pandawa. Patung lima Pandawa dan Dewi Kunti, menyambut di sisi kiri tebing, pada jalanan menurun sebelum menghantarkan pengunjung menuju pantai.
Pembangunan patung kelima Pandawa ini, merujuk pada tokoh protagonis pada lakon Mahabharata, menjadi maskot yang menyambut pengunjung. Berdiri tegak di dinding, patung-patung ini seolah memberikan spirit kepada pengunjung tentang arti ketegaran menghadapi cobaan. Seperti yang dialami para Pandawa ketika harus menjalani pengasingan dan tinggal di hutan selama 12 tahun. Kala itu, diceritakan para Pandawa tinggal di hutan yang terpencil dan sempat lama bermukim di Goa Gala-Gala.
Kisah ini yang mengilhami mengapa objek wisata bahari ini dinamakan Pantai Pandawa. Padahal sebelumnya, kawasan seluas 2,5 hektare ini dikenal masyarakat sebagai Pantai Pemelastian atau Pantai Penyekjekan.
"Tokoh-tokoh adat lantas berunding untuk mengganti nama Pantai Pemelastian menjadi Pantai Pandawa. Penggantian nama ini karena dianggap sesuai dengan perjuangan masyarakat Desa Kutuh, yang berkontribusi dalam membelah tebing-tebing terjal untuk melepaskan diri dari keterasingan, agar Pantai Pandawa bisa menjadi objek wisata yang dipersembahkan bagi masyarakat lokal dan mancanegara," ujar Kadek Apri, petugas informasi Pantai Pandawa.
Setelah berubah nama menjadi Pantai Pandawa dan dilakukan pembangunan jalan menuju lokasi, lambat laun objek ini menjadi terkenal dan diminati pengunjung untuk menghabiskan hari-hari pada masa liburan.
Sebenarnya, tidak hanya faktor penggantian nama saja yang menjadikan Pantai Pandawa ini dikenal pengunjung. Keindahan objek wisata ini memang memukau mata, dengan laut yang bening membius pandang dan tebing-tebing kapur tinggi menjulang. Letak pantai yang tersembunyi di balik tebing kapur, belakangan mencuatkan sebutan sebagai Pantai Rahasia.
Meski mendapat sebutan rahasia, tetapi menemukan pantai ini tidak terbilang menyusahkan. Dari Kota Denpasar, pengunjung dapat mengarahkan kendaraan ke arah Uluwatu sampai akhirnya menemukan perempatan. Sesampai di perempatan ini, pengunjung dapat membelokkan kendaraan ke arah kiri menuju Nusa Dua, hingga dua kilometer ke depan dan menemukan pertigaan. Kembali pengunjung mengambil arah kiri dan mengikuti jalan menanjak sepanjang satu kilometer sampai melihat papan petunjuk ke arah Pantai Pandawa.
Pengunjung tinggal menyusuri jalan beraspal hingga sampai tempat penjualan tiket masuk. Suasana menghijau langsung menyambut, mengingat di sisi kanan jalan masih ada hutan yang menjadi habitat monyet berbulu abu-abu. Jalanan kemudian menurun dengan tebing menjulang dan akhirnya menikung agak tajam.
Dan, jauh di bawah, terlihatlah pemandangan pantai yang spektakuler dan menyambut pengunjung, seperti mengucapkan: selamat datang di Pantai Pandawa!
Pantai Rumput Laut
Sejak tahun 2012, Pantai Pandawa resmi dibuka untuk umum sebagai objek wisata bahari, yang menjadi salah satu unggulan Kabupaten Badung. Untuk memasuki objek wisata ini, pengunjung dikenakan tiket Rp8 ribu per orang. Biaya parkir sepeda motor Rp2 ribu dan mobil Rp5 ribu.
Sebelum menjadi objek wisata yang belakangan sangat diminati pengunjung, Pantai Pandawa menjadi tempat menanam rumput laut, dikarenakan ombaknya tidak terlampau besar. Lebih dari 20 tahun, penduduk Desa Kutuh menggantungkan hidup sebagai petani rumput laut. Sebagian lagi bekerja sebagai kuli bangunan.
Desa Kutuh dihuni sekitar 1.400 kepala keluarga (KK). Sebanyak 400 KK di antaranya, menjadi petani rumput laut. Tanaman rumput laut itu ditanam di permukaan pantai dan menjadi sandaran utama penduduk untuk menggerakkan perekonomian keluarga. Sayangnya, tiba-tiba saja, rumput laut itu diserang penyakit yang mengakibatkan kebusukan.
"Dulu saya menjadi pengikat jaring untuk bertanam rumput laut. Sehari saya bisa mendapatkan penghasilan Rp25 ribu hingga maksimal Rp60 ribu. Seringnya ya Rp25 ribu. Sayang kemudian rumput laut terpuruk," ujar Komang Pasir, perempuan setengah baya kelahiran Desa Kutuh.
Membusuknya rumput laut, mengakibatkan kerugian besar bagi warga Desa Kutuh. Sejenak perekonomian penduduk menjadi tersendat, dan mereka beramai-ramai lari pada pekerjaan sebagai kuli bangunan. Keadaan memprihatinkan ini membuat tokoh desa berkumpul dan mencoba mencari solusi atas permasalahan yang terjadi.
Akhirnya, tercapai kesepakatan dengan penduduk, untuk mengalihfungsikan pantai yang semula menjadi lahan bertanam rumput laut, menjadi destinasi wisata dengan menonjolkan keindahan permukaan air laut, pasir putih yang lembut kala disentuh, dan keunikan tebing-tebing kapur.
Semenjak itu, upaya membangun jalan menuju pantai dimulai, dengan membelah tebing-tebing kapur yang menjulang tinggi, agar lebih mudah dilalui kendaraan. Sebelumnya, jika petani rumput laut atau warga ingin ke pantai, lebih dulu harus menguji nyali dengan menuruni tebing sekitar 75 meter.
Empat tahun berselang, jalan menuju pantai pun akhirnya siap untuk menjadi dilintasi kendaraan. Pantai Pandawa pun kemudian diresmikan sebagai objek wisata bagi masyarakat Nusantara dan internasional.
"Sejak dibuka jadi tempat wisata, Pantai Pandawa selalu ramai pengunjung. Kebanyakan dari Jawa, Lombok atau kota-kota besar lain. Saya dan keluarga lantas terpikir untuk menyewakan kano. Biaya sewa kano Rp50 ribu per jam. Ombaknya tak besar, jadi tidak perlu khawatir kano akan terbalik," ujar Komang Pasir.
Letih bermain kano atau berenang, pengunjung bisa menikmati terapi pijat yang banyak ditawarkan di sepanjang pantai, di bawah keteduhan payung yang menaungi dari sengatan sinar matahari. Tarif pijat seluruh badan Rp100 ribu. Atau kalau ingin menikmati pemandangan sembari bersantai, pengunjung dapat menyewa dua 'bed' di bawah satu payung, dengan biaya Rp50 ribu untuk tempo tiga jam. Suasana bersantai kian sempurna jika pengunjung memesan minuman kelapa muda untuk menawarkan dahaga di siang yang terik.
Apabila perut terasa lapar, pengunjung tidak akan kesulitan mencari makanan. Sejumlah pondok penduduk, telah difungsikan sebagai warung yang menjual berbagai makanan khas daerah. Jenis makanan seperti nasi goreng, sate ayam, gado-gado, lalapan atau nasi campur, dapat dengan mudah ditemukan dengan harga yang terjangkau.
Sebagai upaya diversifikasi wisata, maka tengah diupayakan untuk melakukan penanaman kembali rumput laut di Pantai Pandawa. Selain sebagai mata pencaharian warga, kegiatan bertanam atau panen rumput laut juga bisa menjadi atraksi wisata bagi pengunjung. Wisata rumput laut, diharapkan mampu lebih memantik ketertarikan pengunjung, sekaligus mengarahkan pada langkah menuju 'ecotourism' di Pantai Pandawa.
Pentas Tari Kecak
Bagi pengunjung penyuka sensasi melayang di udara, bisa melakukan paralayang, yang dimulai dari Bukit Timbis yang berada di Desa Kutuh. Berada di atas ketinggian udara, merasakan angin laut yang berhembus kencang, menikmati pemandangan pantai dari sisi udara, niscaya menggemakan ungkapan rasa betapa elok keindahan bahari di Pantai Pandawa, sebagai surga yang tersembunyi di wilayah Kuta Selatan.
Tatkala hari bergerak menuju malam, maka menikmati kidung ombak senja hari sembari melihat pementasan Tari Kecak, bisa menjadi pilihan selanjutnya ketika tengah berlibur di Pantai Pandawa.
Tari kecak adalah salah satu jenis kesenian tradisional dari Bali. Tarian ini diciptakan pada tahun 1930 oleh penari sekaligus seniman Wayan Limbak, bersama sahabatnya Walter Spies.
Atraksi pada tarian ini adalah sejumlah penari duduk melingkar dan mengucapkan 'cak-cak-cak-cak' dengan serentak dengan irama bersemangat dan gerakan tangan yang rancak. Ini yang menjadi latar belakang kesenian ini disebut Tari Kecak. Kisah yang menjadi pengiring Tari Kecak adalah drama pembebasan Dewi Sintha yang diculik raksasa Raja Alengka bernama Alengka.
Sajian tarian ini sengaja digelar menjelang senja, dengan cahaya matahari yang meredup di langit barat. Pertunjukan dimulai pukul 18.00 WITA. Guyuran cahaya keemasan di permukaan lautan dan suara beriringan 'cak-cak-cak-cak', menjadi pentas yang magis yang menggetarkan. Harga tiket untuk menikmati Tari Kecak dibandrol dengan Rp100 ribu per orang.
Meninggalkan Pantai Pandawa, setelah melewati serangkaian aktivitas yang mengesankan, membuat langkah terasa berat. Berbagai kenangan saat melayang di udara atau terapug di permukaan laut saat bermain kano, bisa menjadi episode berwisata bahari yang menyegarkan batin.
Padahal, siapa sangka, Pantai Pandawa bisa semelejit sekarang sebagai destinasi yang menjadi pilihan favorit berwisata bahari. Mengingat dahulu, pantai ini sangat sulit didatangi mengingat lokasinya amat terisolir.
"Dahulu, langkah saya menggerakkan masyarakat untuk membelah tebing kapur supaya ada akses jalan ke Pantai Pandawa, sempat dicibir sebagai gagasan gila. Berkat tekad kuat, langkah ini berhasil dan semua ini bertujuan untuk kepentingan masyarakat," ujar I Nyoman Mesir, mantan perbekel yang menjabat dua periode di Desa Kutuh dan kini menduduki jabatan sebagai anggota DPRD di Kabupaten Badung. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Tawa riang anak-anak bermain air dan puluhan kano yang mengitari pantai, menjadi pemandangan yang menghangatkan hati pengunjung pantai yang letaknya di balik tebing kapur. Pantai yang kini tersohor dengan sebutan Pantai Pandawa.
Jejak-jejak beraroma sejarah, sangat kental terasakan ketika memasuki kawasan wisata Pantai Pandawa. Patung lima Pandawa dan Dewi Kunti, menyambut di sisi kiri tebing, pada jalanan menurun sebelum menghantarkan pengunjung menuju pantai.
Pembangunan patung kelima Pandawa ini, merujuk pada tokoh protagonis pada lakon Mahabharata, menjadi maskot yang menyambut pengunjung. Berdiri tegak di dinding, patung-patung ini seolah memberikan spirit kepada pengunjung tentang arti ketegaran menghadapi cobaan. Seperti yang dialami para Pandawa ketika harus menjalani pengasingan dan tinggal di hutan selama 12 tahun. Kala itu, diceritakan para Pandawa tinggal di hutan yang terpencil dan sempat lama bermukim di Goa Gala-Gala.
Kisah ini yang mengilhami mengapa objek wisata bahari ini dinamakan Pantai Pandawa. Padahal sebelumnya, kawasan seluas 2,5 hektare ini dikenal masyarakat sebagai Pantai Pemelastian atau Pantai Penyekjekan.
"Tokoh-tokoh adat lantas berunding untuk mengganti nama Pantai Pemelastian menjadi Pantai Pandawa. Penggantian nama ini karena dianggap sesuai dengan perjuangan masyarakat Desa Kutuh, yang berkontribusi dalam membelah tebing-tebing terjal untuk melepaskan diri dari keterasingan, agar Pantai Pandawa bisa menjadi objek wisata yang dipersembahkan bagi masyarakat lokal dan mancanegara," ujar Kadek Apri, petugas informasi Pantai Pandawa.
Setelah berubah nama menjadi Pantai Pandawa dan dilakukan pembangunan jalan menuju lokasi, lambat laun objek ini menjadi terkenal dan diminati pengunjung untuk menghabiskan hari-hari pada masa liburan.
Sebenarnya, tidak hanya faktor penggantian nama saja yang menjadikan Pantai Pandawa ini dikenal pengunjung. Keindahan objek wisata ini memang memukau mata, dengan laut yang bening membius pandang dan tebing-tebing kapur tinggi menjulang. Letak pantai yang tersembunyi di balik tebing kapur, belakangan mencuatkan sebutan sebagai Pantai Rahasia.
Meski mendapat sebutan rahasia, tetapi menemukan pantai ini tidak terbilang menyusahkan. Dari Kota Denpasar, pengunjung dapat mengarahkan kendaraan ke arah Uluwatu sampai akhirnya menemukan perempatan. Sesampai di perempatan ini, pengunjung dapat membelokkan kendaraan ke arah kiri menuju Nusa Dua, hingga dua kilometer ke depan dan menemukan pertigaan. Kembali pengunjung mengambil arah kiri dan mengikuti jalan menanjak sepanjang satu kilometer sampai melihat papan petunjuk ke arah Pantai Pandawa.
Pengunjung tinggal menyusuri jalan beraspal hingga sampai tempat penjualan tiket masuk. Suasana menghijau langsung menyambut, mengingat di sisi kanan jalan masih ada hutan yang menjadi habitat monyet berbulu abu-abu. Jalanan kemudian menurun dengan tebing menjulang dan akhirnya menikung agak tajam.
Dan, jauh di bawah, terlihatlah pemandangan pantai yang spektakuler dan menyambut pengunjung, seperti mengucapkan: selamat datang di Pantai Pandawa!
Pantai Rumput Laut
Sejak tahun 2012, Pantai Pandawa resmi dibuka untuk umum sebagai objek wisata bahari, yang menjadi salah satu unggulan Kabupaten Badung. Untuk memasuki objek wisata ini, pengunjung dikenakan tiket Rp8 ribu per orang. Biaya parkir sepeda motor Rp2 ribu dan mobil Rp5 ribu.
Sebelum menjadi objek wisata yang belakangan sangat diminati pengunjung, Pantai Pandawa menjadi tempat menanam rumput laut, dikarenakan ombaknya tidak terlampau besar. Lebih dari 20 tahun, penduduk Desa Kutuh menggantungkan hidup sebagai petani rumput laut. Sebagian lagi bekerja sebagai kuli bangunan.
Desa Kutuh dihuni sekitar 1.400 kepala keluarga (KK). Sebanyak 400 KK di antaranya, menjadi petani rumput laut. Tanaman rumput laut itu ditanam di permukaan pantai dan menjadi sandaran utama penduduk untuk menggerakkan perekonomian keluarga. Sayangnya, tiba-tiba saja, rumput laut itu diserang penyakit yang mengakibatkan kebusukan.
"Dulu saya menjadi pengikat jaring untuk bertanam rumput laut. Sehari saya bisa mendapatkan penghasilan Rp25 ribu hingga maksimal Rp60 ribu. Seringnya ya Rp25 ribu. Sayang kemudian rumput laut terpuruk," ujar Komang Pasir, perempuan setengah baya kelahiran Desa Kutuh.
Membusuknya rumput laut, mengakibatkan kerugian besar bagi warga Desa Kutuh. Sejenak perekonomian penduduk menjadi tersendat, dan mereka beramai-ramai lari pada pekerjaan sebagai kuli bangunan. Keadaan memprihatinkan ini membuat tokoh desa berkumpul dan mencoba mencari solusi atas permasalahan yang terjadi.
Akhirnya, tercapai kesepakatan dengan penduduk, untuk mengalihfungsikan pantai yang semula menjadi lahan bertanam rumput laut, menjadi destinasi wisata dengan menonjolkan keindahan permukaan air laut, pasir putih yang lembut kala disentuh, dan keunikan tebing-tebing kapur.
Semenjak itu, upaya membangun jalan menuju pantai dimulai, dengan membelah tebing-tebing kapur yang menjulang tinggi, agar lebih mudah dilalui kendaraan. Sebelumnya, jika petani rumput laut atau warga ingin ke pantai, lebih dulu harus menguji nyali dengan menuruni tebing sekitar 75 meter.
Empat tahun berselang, jalan menuju pantai pun akhirnya siap untuk menjadi dilintasi kendaraan. Pantai Pandawa pun kemudian diresmikan sebagai objek wisata bagi masyarakat Nusantara dan internasional.
"Sejak dibuka jadi tempat wisata, Pantai Pandawa selalu ramai pengunjung. Kebanyakan dari Jawa, Lombok atau kota-kota besar lain. Saya dan keluarga lantas terpikir untuk menyewakan kano. Biaya sewa kano Rp50 ribu per jam. Ombaknya tak besar, jadi tidak perlu khawatir kano akan terbalik," ujar Komang Pasir.
Letih bermain kano atau berenang, pengunjung bisa menikmati terapi pijat yang banyak ditawarkan di sepanjang pantai, di bawah keteduhan payung yang menaungi dari sengatan sinar matahari. Tarif pijat seluruh badan Rp100 ribu. Atau kalau ingin menikmati pemandangan sembari bersantai, pengunjung dapat menyewa dua 'bed' di bawah satu payung, dengan biaya Rp50 ribu untuk tempo tiga jam. Suasana bersantai kian sempurna jika pengunjung memesan minuman kelapa muda untuk menawarkan dahaga di siang yang terik.
Apabila perut terasa lapar, pengunjung tidak akan kesulitan mencari makanan. Sejumlah pondok penduduk, telah difungsikan sebagai warung yang menjual berbagai makanan khas daerah. Jenis makanan seperti nasi goreng, sate ayam, gado-gado, lalapan atau nasi campur, dapat dengan mudah ditemukan dengan harga yang terjangkau.
Sebagai upaya diversifikasi wisata, maka tengah diupayakan untuk melakukan penanaman kembali rumput laut di Pantai Pandawa. Selain sebagai mata pencaharian warga, kegiatan bertanam atau panen rumput laut juga bisa menjadi atraksi wisata bagi pengunjung. Wisata rumput laut, diharapkan mampu lebih memantik ketertarikan pengunjung, sekaligus mengarahkan pada langkah menuju 'ecotourism' di Pantai Pandawa.
Pentas Tari Kecak
Bagi pengunjung penyuka sensasi melayang di udara, bisa melakukan paralayang, yang dimulai dari Bukit Timbis yang berada di Desa Kutuh. Berada di atas ketinggian udara, merasakan angin laut yang berhembus kencang, menikmati pemandangan pantai dari sisi udara, niscaya menggemakan ungkapan rasa betapa elok keindahan bahari di Pantai Pandawa, sebagai surga yang tersembunyi di wilayah Kuta Selatan.
Tatkala hari bergerak menuju malam, maka menikmati kidung ombak senja hari sembari melihat pementasan Tari Kecak, bisa menjadi pilihan selanjutnya ketika tengah berlibur di Pantai Pandawa.
Tari kecak adalah salah satu jenis kesenian tradisional dari Bali. Tarian ini diciptakan pada tahun 1930 oleh penari sekaligus seniman Wayan Limbak, bersama sahabatnya Walter Spies.
Atraksi pada tarian ini adalah sejumlah penari duduk melingkar dan mengucapkan 'cak-cak-cak-cak' dengan serentak dengan irama bersemangat dan gerakan tangan yang rancak. Ini yang menjadi latar belakang kesenian ini disebut Tari Kecak. Kisah yang menjadi pengiring Tari Kecak adalah drama pembebasan Dewi Sintha yang diculik raksasa Raja Alengka bernama Alengka.
Sajian tarian ini sengaja digelar menjelang senja, dengan cahaya matahari yang meredup di langit barat. Pertunjukan dimulai pukul 18.00 WITA. Guyuran cahaya keemasan di permukaan lautan dan suara beriringan 'cak-cak-cak-cak', menjadi pentas yang magis yang menggetarkan. Harga tiket untuk menikmati Tari Kecak dibandrol dengan Rp100 ribu per orang.
Meninggalkan Pantai Pandawa, setelah melewati serangkaian aktivitas yang mengesankan, membuat langkah terasa berat. Berbagai kenangan saat melayang di udara atau terapug di permukaan laut saat bermain kano, bisa menjadi episode berwisata bahari yang menyegarkan batin.
Padahal, siapa sangka, Pantai Pandawa bisa semelejit sekarang sebagai destinasi yang menjadi pilihan favorit berwisata bahari. Mengingat dahulu, pantai ini sangat sulit didatangi mengingat lokasinya amat terisolir.
"Dahulu, langkah saya menggerakkan masyarakat untuk membelah tebing kapur supaya ada akses jalan ke Pantai Pandawa, sempat dicibir sebagai gagasan gila. Berkat tekad kuat, langkah ini berhasil dan semua ini bertujuan untuk kepentingan masyarakat," ujar I Nyoman Mesir, mantan perbekel yang menjabat dua periode di Desa Kutuh dan kini menduduki jabatan sebagai anggota DPRD di Kabupaten Badung. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016