Denpasar (Antara Bali) - Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali Ayu Pastika mengimbau kepada para perancang busana tetap memperhatikan pakem budaya Bali dalam membuat busana pengantin.

"Banyak saya temui busana pengantin yang memakai bahan-bahan tile, yang tentuya mengurangi nilai etika dan estetika dari busana tradisional pengantin Bali. Selain itu, kain yang dipakai juga memiliki belahan di tengah dan membuat para pengantin tersebut tidak nyaman," kata Ayu Pastika dalam acara workshop Kewanitaan Materi Busana Adat Bali, di Denpasar, Minggu.

Istri orang nomor satu di Bali ini tidak menampik bahwa perkembangan mode dan inovasi tren busana dari para desainer di Bali tentunya tidak bisa dibendung.

"Namun, hendaknya pada upacara yang bersifat sakral seperti pernikahan adat, pengantinnya menggunakan busana sesuai dengan pakem daerah masing-masing yang mengandung makna filosofis," ujarnya.

Ayu Pastika melihat akhir-akhir ini sering kali para pengantin menggunakan pakaian modifikasi yang terbuka dan memakai bahan "tile" yang sebenarnya bahan tersebut tidak digunakan dalam busana pengantin tradisional.

"Kepada desainer dan penata rias yang ada di Bali agar memperhatikan pakem busana adat Bali khususnya untuk momen yang sifatnya sakral. Sedangkan pada saat resepsi silakan dikreasikan sesuai dengan keinginan masing-masing," ucapnya.

Pada kesempatan tersebut dihadirkan materi workshop disampaikan oleh dua narasumber yaitu desainer Bali Tude Togog dan Cok Abi yang menyampaikan materi mengenai busana adat ke pura, busana pengantin modifikasi dan busana kantor.

Menurut Tude Togog, saat ini busana adat ke pura baik yang dikenakan oleh para remaja maupun dewasa telah mengalami pergeseran. Ia menilai bahwa saat ini banyak busana ke pura yang semakin tidak memiliki nilai etika dan estetika yang baik.

Untuk itu, ia menyampaikan beberapa tips untuk busana ke pura remaja wanita, di antaranya menggunakan pusung gonjer untuk remaja dan pusung tagel untuk dewasa (rambut harus ditata rapi tidak boleh diurai), baju kebaya yang digunakan harus sebatas pergelangan tangan (7/8), Kain brokat yang digunakan hendaknya memiliki motif rapat, menggunakan selendang dan bukan obi.

Sedangkan untuk kain (kamen) harus ditata secara rapi dan menutupi kaki, sedangkan untuk alas kaki hendaknya menggunakan bahan yang nyaman, selain itu aksesoris dan rias wajah yang digunakan untuk ke pura juga tidak boleh berlebihan.

Pada busana pria, ia menyarankan agar dalam menggunakan destar/udeng tidak berbentuk "songkok" layaknya orang Jawa. Menurutnya, udeng tersebut bisa diikat satu kali atau dua kali sesuai dengan keinginan dan bentuk wajah.

Ia berharap dengan adanya acara workshop busana setiap tahun ini dapat memberikan manfaat dan masukan yang positif bagi seluruh masyarakat Bali, agar turut menjaga pakem dan filosofi busana Bali di tengah arus globalisasi dan tren mode yang berkembang saat ini.

Momentum tersebut juga dimeriahkan oleh parade busana ke pura, busana pengantin dan busana kantor menggunakan kain ikat oleh perwakilan sembilan kabupaten/kota se-Bali.

Acara tersebut juga dihadiri oleh Tim Penggerak PKK kabupaten/kota se-Bali, serta mendapat apresiasi yang tinggi dari masyarakat umum yang ikut menyaksikan acara tersebut. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016