Negara (Antara Bali) - Legislator dari Komisi A DPRD Jembrana minta rekrutmen anggota Satpol PP dievaluasi, setelah beredar video pungutan liar yang dilakukan oknum instansi tersebut.
"Jangan asal-asalan dalam merekrut anggota baru. Harus ada pemeriksaan dan tes menyeluruh termasuk mental dan moral mereka," kata anggota Komisi A Putu Dwita kepada Kepala Kantor Satpol PP Gusti Ngurah Rai Budi, yang dipanggil untuk menjelaskan pungutan liar tersebut, di Negara, Jumat.
Sebagai penegak peraturan daerah, menurutnya, Satpol PP harus memiliki moral yang kuat serta tahan godaan untuk tidak menerima sogokan, yang justru melanggar peraturan yang harusnya mereka tegakkan.
Ia juga tidak sepakat, karena statusnya pegawai kontrak dengan gaji yang kecil, lalu diberikan kelonggaran atau toleransi bagi mereka untuk melakukan pungutan liar.
"Banyak yang mau jadi anggota Satpol PP, jangan takut untuk memberhentikan anggota yang melanggar karena masih banyak gantinya," ujarnya.
Kepada Rai Budi ia juga meminta dilakukan penyelidikan menyeluruh terhadap seluruh anggotanya yang bertugas di Pos Pemeriksaan KTP Gilimanuk, karena ada indikasi pungutan liar dilakukan bersama-sama.
Hal itu, menurutnya, bisa terlihat dari rekaman video dimana ES, oknum Satpol PP memasukkan uang pemberian sopir truk ke dalam loket pos pemeriksaan.
"Kalau sudah dimasukkan lewat loket seperti itu, berarti semua yang bertugas disana tahu. Saya minta diperiksa semua, karena saya kurang percaya kalau pelakunya hanya satu oknum tersebut," katanya.
Karena indikasi pungutan liar dilakukan bersamaan cukup kuat, Komisi A minta seluruh petugas yang berjaga saat itu mendapatkan hukuman.
Ketua Komisi A Ni Made Sri Sutharmi mengingatkan, penjagaan di Gilimanuk bukan hanya untuk Kabupaten Jembrana tapi Provinsi Bali secara keseluruhan.
"Kalau hanya gara-gara uang Rp50 ribu bahkan Rp5 ribu, dengan gampang meloloskan orang masuk ke Bali, itu berbahaya bagi seluruh pulau ini," katanya.
Sedangkan anggota Komisi A Komang Dekritasa mengaku miris dengan pungutan liar di Pos Pemeriksaan KTP Gilimanuk, karena dari informasi yang ia kumpulkan hampir setiap hari terjadi.
Jika alasan pungutan liar untuk membeli nasi atau air minum saat bertugas, ia mengatakan, seluruh petugas yang berjaga disana sudah mendapatkan uang insentif untuk keperluan tersebut.
Komisi A sepakat, sistem rekrutmen Satpol PP termasuk pengawasan di Pos Pemeriksaan KTP Gilimanuk harus diperbaiki menyeluruh, agar pungutan liar tidak terus terjadi.
Menjawab pertanyaan dan masukan dari legislator tersebut, Rai Budi mengatakan, pihaknya tidak akan memberikan toleransi terhadap anggotanya yang melakukan pungutan liar.
Untuk pengawasan, menurutnya, sudah dilakukan termasuk dirinya yang datang langsung ke Pos Pemeriksaan KTP Gilimanuk.
"Justru kalau saya monitoring kesana, saya sering membelikan anak buah saya kopi sebagai wujud perhatian saya. Selain itu, tugas kami disana sebenarnya hanya membantu petugas dari Dinas Pendaftaran Penduduk Dan Catatan Sipil," katanya.
Ke depan, salah satu cara agar tidak terjadi pungutan liar, ia akan menarik seluruh personil non PNS dan menggantinya dengan PNS.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Jangan asal-asalan dalam merekrut anggota baru. Harus ada pemeriksaan dan tes menyeluruh termasuk mental dan moral mereka," kata anggota Komisi A Putu Dwita kepada Kepala Kantor Satpol PP Gusti Ngurah Rai Budi, yang dipanggil untuk menjelaskan pungutan liar tersebut, di Negara, Jumat.
Sebagai penegak peraturan daerah, menurutnya, Satpol PP harus memiliki moral yang kuat serta tahan godaan untuk tidak menerima sogokan, yang justru melanggar peraturan yang harusnya mereka tegakkan.
Ia juga tidak sepakat, karena statusnya pegawai kontrak dengan gaji yang kecil, lalu diberikan kelonggaran atau toleransi bagi mereka untuk melakukan pungutan liar.
"Banyak yang mau jadi anggota Satpol PP, jangan takut untuk memberhentikan anggota yang melanggar karena masih banyak gantinya," ujarnya.
Kepada Rai Budi ia juga meminta dilakukan penyelidikan menyeluruh terhadap seluruh anggotanya yang bertugas di Pos Pemeriksaan KTP Gilimanuk, karena ada indikasi pungutan liar dilakukan bersama-sama.
Hal itu, menurutnya, bisa terlihat dari rekaman video dimana ES, oknum Satpol PP memasukkan uang pemberian sopir truk ke dalam loket pos pemeriksaan.
"Kalau sudah dimasukkan lewat loket seperti itu, berarti semua yang bertugas disana tahu. Saya minta diperiksa semua, karena saya kurang percaya kalau pelakunya hanya satu oknum tersebut," katanya.
Karena indikasi pungutan liar dilakukan bersamaan cukup kuat, Komisi A minta seluruh petugas yang berjaga saat itu mendapatkan hukuman.
Ketua Komisi A Ni Made Sri Sutharmi mengingatkan, penjagaan di Gilimanuk bukan hanya untuk Kabupaten Jembrana tapi Provinsi Bali secara keseluruhan.
"Kalau hanya gara-gara uang Rp50 ribu bahkan Rp5 ribu, dengan gampang meloloskan orang masuk ke Bali, itu berbahaya bagi seluruh pulau ini," katanya.
Sedangkan anggota Komisi A Komang Dekritasa mengaku miris dengan pungutan liar di Pos Pemeriksaan KTP Gilimanuk, karena dari informasi yang ia kumpulkan hampir setiap hari terjadi.
Jika alasan pungutan liar untuk membeli nasi atau air minum saat bertugas, ia mengatakan, seluruh petugas yang berjaga disana sudah mendapatkan uang insentif untuk keperluan tersebut.
Komisi A sepakat, sistem rekrutmen Satpol PP termasuk pengawasan di Pos Pemeriksaan KTP Gilimanuk harus diperbaiki menyeluruh, agar pungutan liar tidak terus terjadi.
Menjawab pertanyaan dan masukan dari legislator tersebut, Rai Budi mengatakan, pihaknya tidak akan memberikan toleransi terhadap anggotanya yang melakukan pungutan liar.
Untuk pengawasan, menurutnya, sudah dilakukan termasuk dirinya yang datang langsung ke Pos Pemeriksaan KTP Gilimanuk.
"Justru kalau saya monitoring kesana, saya sering membelikan anak buah saya kopi sebagai wujud perhatian saya. Selain itu, tugas kami disana sebenarnya hanya membantu petugas dari Dinas Pendaftaran Penduduk Dan Catatan Sipil," katanya.
Ke depan, salah satu cara agar tidak terjadi pungutan liar, ia akan menarik seluruh personil non PNS dan menggantinya dengan PNS.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016