Jakarta (Antara Bali) - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan mempetisikan calon tunggal Kepala Polri Tito Karnavian ke DPR untuk dibacakan dalam uji kepatutan dan kelayakan.
"Buruh akan menyerahkan petisi catatan kritis tentang Tito Karnavian kepada pimpinan DPR dan Komisi III pada Rabu (22/6)," kata Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, Senin.
Petisi tersebut terkait dengan catatan terhadap Tito Karnavian. Pertama terkait dengan kriminalisasi 23 aktivis buruh, dua advokat LBH Jakarta dan satu mahasiswa yang saat ini sudah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Mereka terancam di penjara karena melakukan aksi di depan istana pada 30 Oktober 2015 melebihi waktu yang ditetapkan.
"Dari bukti video, buruh mengalami kekerasan tanpa perlawanan. Mobil komando milik buruh juga mengalami perusakan," tuturnya.
Catatan kedua adalah Tito dinilai merupakan pendukung utama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam membuat peraturan tentang pelarangan aksi kecuali di tiga tempat. Tito juga dinilai pendukung aturan tentang ujaran kebencian.
"Sikap itu merupakan sikap yang antidemokrasi," ujarnya.
Iqbal mengatakan rakyat dan buruh mengharapkan kepala Polri yang hanya tunduk kepada negara dan konstitusi, bukan penguasa apalagi pemodal.
"Kapolri harus bersungguh-sungguh menggunakan kewenangannya menegakkan demokrasi, bukan hanya berlindung dengan jargon 'demi ketertiban' tetapi memberangus demokrasi. Ketertiban tidak akan pernah tercapai ketika kemiskinan dan ketidakadilan masih dirasakan," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Buruh akan menyerahkan petisi catatan kritis tentang Tito Karnavian kepada pimpinan DPR dan Komisi III pada Rabu (22/6)," kata Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, Senin.
Petisi tersebut terkait dengan catatan terhadap Tito Karnavian. Pertama terkait dengan kriminalisasi 23 aktivis buruh, dua advokat LBH Jakarta dan satu mahasiswa yang saat ini sudah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Mereka terancam di penjara karena melakukan aksi di depan istana pada 30 Oktober 2015 melebihi waktu yang ditetapkan.
"Dari bukti video, buruh mengalami kekerasan tanpa perlawanan. Mobil komando milik buruh juga mengalami perusakan," tuturnya.
Catatan kedua adalah Tito dinilai merupakan pendukung utama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam membuat peraturan tentang pelarangan aksi kecuali di tiga tempat. Tito juga dinilai pendukung aturan tentang ujaran kebencian.
"Sikap itu merupakan sikap yang antidemokrasi," ujarnya.
Iqbal mengatakan rakyat dan buruh mengharapkan kepala Polri yang hanya tunduk kepada negara dan konstitusi, bukan penguasa apalagi pemodal.
"Kapolri harus bersungguh-sungguh menggunakan kewenangannya menegakkan demokrasi, bukan hanya berlindung dengan jargon 'demi ketertiban' tetapi memberangus demokrasi. Ketertiban tidak akan pernah tercapai ketika kemiskinan dan ketidakadilan masih dirasakan," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016