Jakarta (Antara Bali) - Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI)
meminta agar Tunjangan Hari Raya (THR) dibayarkan pengusaha jauh hari
yakni tiga minggu sebelum Lebaran atau H-21.
Sekjen OPSI Timboel Siregar dalam pernyataannya di Jakarta, Jumat, mengatakan pembayaran THR jauh hari itu penting dilakukan agar pekerja yang tidak dibayar THR-nya bisa melakukan proses hukum terhadap pengusaha.
"Peraturan sekarang dibayar H-7 sebelum Lebaran terlalu mepet, tidak ada waktu bagi pekerja untuk menggugat," katanya.
Timboel mengungkapkan banyak perusahaan yang tidak membayar THR karyawannya dan telah juga dilaporkan kepada Dinas Ketenagakerjaan kabupaten/kota bahkan ke Kementerian Ketenagakerjaan, namun jarang ditindaklanjuti.
Oleh karena itu, ia menyerukan semua pemerintah kabupaten/kota serta Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengawasi pembayaran THR tersebut.
"Pemberian THR kepada karyawan merupakan perintah Undang Undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. THR merupakan bagian dari upah," ujarnya mengingatkan.
Sebagai salah satu sanksi, Timboel mengusulkan Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengumumkan nama-nama perusahaan yang tidak membayarkan THR pekerjanya dalam lima tahun terakhir.
OPSI mencatat kebanyakan perusahaan yang tidak memberikan THR kepada karyawan selama ini merupakan perusahaan asing yang berlokasi di Tangerang.
Sementara itu, sejak tahun 2016, Kementerian Ketenagakerjaan mengeluarkan peraturan baru mengenai pemberian THR yakni wajib diberikan pengusaha kepada seluruh pekerja yang telah bekerja sebulan, berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Pemenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Pada aturan sebelumnya, pemberian THR oleh pengusaha atau perusahaan kepada pekerja atau buruh dilakukan apabila masa kerja minimal sudah mencapai tiga bulan.
Jika ada perusahaan yang tidak membayarkan THR sesuai ketentuan yang telah diatur, maka perusahaan tersebut akan diproses sesuai dengan mekanisme sanksi yang telah ditetapkan.
Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2016 Tentang Pengupahan (PP Pengupahan).
Peraturan baru tersebut secara resmi menggantikan peraturan tentang THR sebelumnya, yakni Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI NO.PER-04/MEN/1994 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan.
Dalam aturan tersebut, pekerja/buruh yang telah memiliki masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, mendapat THR sebesar upah satu bulan.
Sedangkan pekerja/buruh yang masa kerjanya satu bulan atau lebih namun kurang dari 12 bulan, akan mendapat THR secara proposional sesuai masa kerja.
Aturan tersebut juga menyatakan THR wajib dibayarkan selambat-lambatnya tujuh hari sebelum Hari Raya Keagamaan berlangsung dan THR wajib dibayarkan dengan mata uang rupiah. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Sekjen OPSI Timboel Siregar dalam pernyataannya di Jakarta, Jumat, mengatakan pembayaran THR jauh hari itu penting dilakukan agar pekerja yang tidak dibayar THR-nya bisa melakukan proses hukum terhadap pengusaha.
"Peraturan sekarang dibayar H-7 sebelum Lebaran terlalu mepet, tidak ada waktu bagi pekerja untuk menggugat," katanya.
Timboel mengungkapkan banyak perusahaan yang tidak membayar THR karyawannya dan telah juga dilaporkan kepada Dinas Ketenagakerjaan kabupaten/kota bahkan ke Kementerian Ketenagakerjaan, namun jarang ditindaklanjuti.
Oleh karena itu, ia menyerukan semua pemerintah kabupaten/kota serta Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengawasi pembayaran THR tersebut.
"Pemberian THR kepada karyawan merupakan perintah Undang Undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. THR merupakan bagian dari upah," ujarnya mengingatkan.
Sebagai salah satu sanksi, Timboel mengusulkan Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengumumkan nama-nama perusahaan yang tidak membayarkan THR pekerjanya dalam lima tahun terakhir.
OPSI mencatat kebanyakan perusahaan yang tidak memberikan THR kepada karyawan selama ini merupakan perusahaan asing yang berlokasi di Tangerang.
Sementara itu, sejak tahun 2016, Kementerian Ketenagakerjaan mengeluarkan peraturan baru mengenai pemberian THR yakni wajib diberikan pengusaha kepada seluruh pekerja yang telah bekerja sebulan, berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Pemenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Pada aturan sebelumnya, pemberian THR oleh pengusaha atau perusahaan kepada pekerja atau buruh dilakukan apabila masa kerja minimal sudah mencapai tiga bulan.
Jika ada perusahaan yang tidak membayarkan THR sesuai ketentuan yang telah diatur, maka perusahaan tersebut akan diproses sesuai dengan mekanisme sanksi yang telah ditetapkan.
Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2016 Tentang Pengupahan (PP Pengupahan).
Peraturan baru tersebut secara resmi menggantikan peraturan tentang THR sebelumnya, yakni Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI NO.PER-04/MEN/1994 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan.
Dalam aturan tersebut, pekerja/buruh yang telah memiliki masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, mendapat THR sebesar upah satu bulan.
Sedangkan pekerja/buruh yang masa kerjanya satu bulan atau lebih namun kurang dari 12 bulan, akan mendapat THR secara proposional sesuai masa kerja.
Aturan tersebut juga menyatakan THR wajib dibayarkan selambat-lambatnya tujuh hari sebelum Hari Raya Keagamaan berlangsung dan THR wajib dibayarkan dengan mata uang rupiah. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016