Muda, cerdas, enerjik, ramah  dan kata-katanya selalu bertenaga menyimpan energi kehidupan. Ini lah karakter seorang I Gusti Ketut Adi Yustika Aryawan, putra asli dari Desa Pengastulan-Singaraja-Buleleng, yang saat ini tampil menjadi bakal calon (Balon) Bupati Buleleng melalui jalur independen maupun parpol.
   
Tekad Yustika Aryawan yang pantas menyandang predikat "Si Mata Elang Dari Buleleng" ini bukannya tanpa dasar,  karena pergulatan kehidupannya sangat mengesankan berani memulai karir dari bawah dengan berjualan minyak goreng, tukang pel lantai Villa di Kerobokan, hingga bagaikan meteor melesat sukses menjadi pengusaha otomotif mobil mewah yang disegani.

Putra Prof. I Gusti Nyoman Yudana  dan Ni Made Sudarmi, SH (pegawai PNS) ini  setelah tamat dari  SMA IV Singaraja, memutuskan meninggalkan kenyamanan dan kemewahan yang dinikmatinya di kampung halamannya. Sosok anak muda yang mandiri ini  memilih merantau ke Denpasar menghadang penderitaan dan kerasnya tantangan kehidupan yang akhirnya menjadi sumber inspirasi dan kekuatannya dalam menapaki masa depannya.
   
Seperti pepatah mengungkapkan air cucuran atap jatuh dipelimpahan juga, saat itu radar cognitif suami tercinta Ni Nyoman Lia Indradewi ini secara alami sudah mampu menjangkau kedalaman nilai-nilai spiritual di tingkat tindakan. Ia menganggap keputusan meninggalkan kenyamanan dan kemewahan di kampungnya dengan hidup menderita ditanah rantau Denpasar sebagai sebuah perjalanan spiritual terpenting dalam mengimplementasikan nilai agama.
 
Sebetulnya tidak ada yang mengherankan dari kemampuannya membedah makna spiritual tersebut, karena  Aji-nya  Prof I Gusti Nyoman Yudana, selain seorang akademisi bergelar guru besar juga seorang tokoh agama, sebagai Ketua Parisadha Hindu Dharma Kabupaten Buleleng yang saat itu sangat disegani.
   
Kecerdasan cognitif (intelektual) dan kecerdasan spiritual yang diturunkannya Aji-nya kepada Yustika Aryawan, laksana  dua sayap kokoh yang mengepak menerbangkan anak muda ini sendiri dan mandiri mencapai jasa langit biru, hingga menjadi pengusaha sukses di bidang otomotif mobil mewah buatan Jepang, sebuah pencapaian tertinggi  yang sangat cepat dalam usianya yang saat ini  relatif masih muda.

Setelah sukses menjadi pengusaha mobil mewah, pergaulannya pun semakin meluas bukan hanya di kalangan masyarakat kelas  menengah atas yang menjadi kliennya, tetapi juga tetap option pada kalangan  masyarakat bawah dan miskin, sehingga kecerdasan sosialnyapun  terus terasah membuat teman-temannya hormat dan menyeganinya.

Kecerdasan  spiritual, kecerdasan intelektual dan kecerdasan sosial  yang menyatu dalam diri Yustika Aryawan ini lah yang selalu membimbingnya dalam melaksanakan kewajibannya sebagai ayah sekaligus pengusaha sukses. Karena itu tidak mengherankan tokoh muda yang mengaku banyak belajar, melihat dan membaca dari alam  ini memiliki kelebihan dan peka dalam membaca  isyarat dan tanda tanda alam termasuk dalam hal berbisnis.

Menurutnya, belajar bukan hanya dari lembaga pendidikan, demikian juga membaca bukan hanya membaca buku. Belajar dan membaca fenomena alam justru yang terpenting sehingga dapat memahami hukum alam, bisa bersahabat dengan alam dan selanjutnya alam yang merangkulnya untuk menuju pintu gerbang kesuksesan.

Suatu saat Yustika kecil di kampung halamannya, rajin memandangi alam dengan penuh kontemplasi, selanjutnya pandangannya tertuju pada tangga yang berdiri di batang pohon pepaya,  saat itu juga secara tidak disadarinya alam pikirannya  menerawang jauh  membayangkan keindahan undagan Pura Besakih dimana pemedek dengan mudah naik turun.Yustika kecil  yang semakin tumbuh menjadi dewasa akhirnya sampai pada kesimpulan ukuran nilai spiritual sebuah kehidupan adalah menjadi lebih baik atau naik dari waktu ke waktu. Ia juga berpikir kalau mau naik sampai ke puncak harus mengikuti hukum alam yang teratur dan pasti yaituharus naik dari tangga atau undagan terbawah secara teratur memulai dari tangga satu dan seterusnya hingga sampai ke puncak.

Kalau naik tidak teratur dengan mengebiri hukum alam maka karma  sudah pasti menunggu seseorang akan jatuh dari ketinggian. Semakin cepat ingin sampai ke puncak  maka akan semakin dalam kejatuhannya. Yustika juga memaparkan  tidak selamanya seseorang harus berada di puncak ketinggian karena tidak mungkin manusia bisa melawan waktu. Hidup bukan berdasarkan keinginan tetapi berdasarkan keadaan. Karena suatu saat manusia akan kembali lagi ke dasar, supaya tidak jatuh di kedalaman  maka jangan lupa saat berada dipuncak segera  membuat tangga turun secara teratur juga.

Yustika sebetulnya ingin mengatakan saat berada di puncak seseorang tidak boleh sombong, tetapi tetap harus memikirkan jalan pulang memenuhi swadarma sebagai bagian dari alam.Memetik  maknadari fenomena  itu, Yustika  kecil dengan berani dan kepala tegak memperjuangkan kehidupannya dari bawah bermula sebagai penjual minyak goreng, berlanjut setelah dewasa setamat SMA menjadi tukang pel lantai Villa hingga kini berhasil menjadi pengusaha otomotif yang disegani di Denpasar.

Sebagai pribadi yang mandiri, Yustika juga menekankan filosofinya  yaitu hidup dari apa yang dihasilkan dan  membuat kehidupan dari apa yang kita beri  demi melaksanakan swadharma sebagai umat Hindu. Ini lah dasar  dan landasan perjuangannya, sehingga saat hidup sendiri di rantau selalu komitmen menjalani kehidupan sederhana, tetapi setelah berhasil bertekad melaksanakan swadharma membangun kehidupan  banyak orang, ini yang membuatnya memutuskan tampil menjadi bakal calon bupati.Terdorong  kewajiban moral  menjalankan swadharma ini lah berusaha ia merubah nasibnya terlebih dahulu, sebab logikanya jika hidup miskin tanpa ilmu bagaimana bisa memberi dan mengajari orang lain dan jika selalu lemah  bagaimana bisa menumbangkan orang kuat untuk membuka jalan perubahan sesuai tuntunan nilai nilai moral agama dan budaya Bali.

Kecerdasan sosial Yustika Ariawan untuk menabur benih kesuburan dankebaikan sebagai bagian dari swadarmanya membangun masyarakat Buleleng, akhirnya membuatnya tanpa ragu ragu mengambil keputusan siap mencalonkandiri menjadi Bupati Kabupaten Buleleng. Ia berpendapat sebesar apa punkekayaan dan kehebatan seseorang sebelum memberikan manfaat kepada orangbanyak hidup ini belum lah  bahagia dan menyenangkan.

  Keputusan sudah dibuat, layar sudah terkembang,  ia akan terus memperkuat komitmennya untuk bisa memimpin pembangunan Kabupaten Buleleng,  tidak peduli apapun tantangan dan seberapa pun hasilnya dariperjuangan menegakkan moral demokrasi yang  telah terkubur karena praktek politik  tujuan menghalalkan segala cara (Tujuan politik yang menghalalkan segala caranya).
         


Berpikiran positif

Kemarin adalah cerita yang sudah berlalu, hari ini hadiah dan hari esok penuh misteri. Kalimat ini selalu dipegang Yus dalam menjalani hari-hari perjalanan panjang yang telah dilewatinya, dengan berpikir positif dan mengisi  hidupnya dengan semarak kegembiraan dan mengerjakan hal-hal bermanfaat untuk orang banyak.

Bagi Yustika Ariawan,  betapapun pahitnya cerita kehidupan masa lalu tidak perlu membebani kehidupan masa kini, tetapi justru sebaliknya memandang dari segi positif untuk membantu menyempurnakan swadarma masa kini, agar kehidupan sebagai hadiah tetap semarak dan sempurna, demikian juga  masa depan belum lah pasti, sehingga tidak perlu sampai membuat diri kita kehilangan senyum dan keramahan.
   
Yus sejak kecil justru tidak ingin menuruti jejak orang tuanya untuk menjadi pegawai pemerintah. Lelaki itu malah getol melatih insting bisnis sejak usia belia, dengan berjualan minyak goreng di pasar didekat rumahnya. Pagi-pagi, ketika teman-teman seusianya masih bergelut dengan mimpi, Yus justru menyingsingkan lengan baju dan mengangkut minyak goreng untuk dijual ke sejumlah pedagang di pasar tradisional.
  
"Sejak SD, saya sudah berjualan minyak goreng. Saya jalankan hari demi hari tanpa keterpaksaan sama sekali. Saya malah senang, karena belajar menghasilkan uang dan mengerti arti kerja keras sejak dini," ujarnya.   

Bertahun-tahun Yus melakoni pekerjaan sebagai penjual minyak goreng, sampai ketika usianya bertambah dan mulai duduk di bangku SMA, dia mulai terpikir untuk mengembangkan usaha.Yus mengalihkan bisnis
dengan mencoba berjualan mobil. Kendaraan itu ditawarkan kepada masyarakat kalangan menengah ke atas di wilayah Singaraja.

Usaha berjualan mobil ini berjalan lancar. Kegigihan Yus mendekati masyarakat menjadi titik penentu untuk memperlancar kegiatan menjual mobil. Satu demi satu mobil berhasil dijual Yus, sehingga menambah keyakinan diri jika berbisnis pun bisa menjadi pilihan profesi yangdapat diandalkan, asalkan dilakukan dengan sungguh-sungguh.
   
Namun, setelah tamat SMA, Yus justru memilih meninggalkan usahanya berjualan mobil dan merantau ke Denpasar. Yus ingin menguji sejauhmana kemampuannya  mengubah nasib di daerah lain, tanpa mengusung atribut nama besar keluarganya.
   
Yus kemudian bekerja menjadi tukang mengepel di sebuah villa di Kerobokan, Badung.Sehari-hari, Yus membersihkan lantai dan kamar mandi villa agar senantiasa bersih. Pekerjaan itu dilakoni dengan ikhlas, dengan kesadaran pentingnya seseorang memiliki prosespembelajaran dalam menjalani kehidupan.

    "Ketika saya menikah, dan bos villa datang ke rumah, barulah kehidupan saya diketahui. Saya kemudian dipindahkan ke bagian administrasi di villa itu. Saya jalani beberapa saat,sebelum saya kemudian terpikir untuk mengembangkan diri untuk kembali ke bisnis mobil, seperti yang saya jalani ketika SMA," ucap dia.
   
Pilihan ini, didasarkan pertimbangan yang pelik.Ketika mengawali rumah tangga dengan istri, Nyoman Lia Indradewi, kehidupan finansial rumah tangga Yus benar-benar memprihatinkan.

Ketika istri mau melahirkan, Yus sama sekali tidak memiliki uang, sehingga harus menjual sepeda motornya.    "Bahkan pernah ketika sekeluarga, yakni saya, istri dan dua anak saya (I Gusti Ayu Kanaya Yulia dan I Gusti Made Harta Wijaya Kusuma) sedang kelaparan, sedang uang di dompet cuma ada Rp20 ribu. Saya bingung memutuskan, apa uang itu digunakan untuk membeli bensin atau  makanan. Ini benar-benar kehidupan yang sulit, sehingga melecut saya untuk bangkit," katanya.
   
Yus kemudian meninggalkan pekerjaan di villa dan melamar pekerjaan didealer mobil.Pekerjaan berjualan mobil kembali digeluti Yus. Targetdemi target perusahaan pun memacu adrenalin Yus untuk bekerja lebihkeras. Segala upaya dilakukan lelaki ini, sampai akhirnya targettidak lagi menjadi beban yang memberatkan langkahnya.
   
"Saya menggunakan pendekatan hati ketika menjual produk. Saya coba bicara dulu soal kehidupan, memotivasi seseorang, dan mencoba menjadi teman untuk berbincang mengenai berbagai hal. Akhirnya terciptalahkeakraban dan ketika saya tawarkan mobil, tak ada yang mengelakkarena sudah ada kedekatan hati dengan saya sebagai pribadi," ujarnya.

Melihat potensi bisnis mobil dan peluangnya yang terbuka lebar, Yus kemudian mundur dari dealer dan dengan tekad kuat, lelaki inimendirikan usaha serupa.Yakni usaha menjual mobil, khususnya produkdari Negara Jepang.
  
"Usaha saya ini dirintis dari nol dari perjalanan  panjang, namunsekarang mulai jalan terbuka,  saya bersyukur kepada Hyang Widhi.Berkat usaha ini, saya bisa membangunkan rumah untuk orang tua danmemberikan mobil untuk orang tua dan istri. Ini kebahagiaan yang takternilai bagi saya," kata dia.
   
Keberhasilan ini, lantas mencetuskan Yus untuk memiliki mimpi lebi htinggi: membangun tanah kelahiran di Kabupaten Buleleng, agar mampuberdikari dan maju menyongsong zaman. Keberhasilannya menaklukkantantangan hidup, tanpa dukungan modal dari siapapun hingga mereguksukses dalam usia muda, melecutkan keinginan Yus untuk memajukanBuleleng.

      Meski  menghindari dari budaya 'money politic', Yus yakin tekadnyabisa diwujudkan sepanjang masyarakat memiliki keyakinan danmempercayainya, demi  mewujudkan Buleleng  baru yang lebihsejahtera. (*)

Pewarta: Pewarta: I Made Tinggal Karyawan dan Tri Vivi

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016