Denpasar (Antara Bali) - PT Bali Sri Organik (BSO) melakukan percontohan penanaman padi organik di kawasan persawahan Peguyangan, Kota Denpasar, dengan melibatkan sejumlah petani setempat.

"Menanam padi organik adalah kegiatan yang ramah lingkungan, sehingga mestinya disosialisasikan kepada masyarakat petani secara meluas," ujar Direktur PT BSO IB Gede Arsana di kawasan persawahan Peguyangan, Senin.

Petani, lanjutnya, bisa diartikan sebagai pembela tanah air Indonesia. Sejak dulu petani sering dilihat sebagai kaum termarjinalkan, padahal perannya luar biasa bagi ketahanan pangan di Indonesia.

"Metode bertanam organik dilakukan dengan memaksimalkan perakaran tanaman. Tanah pun diberi `makanan` dengan pupuk organik," katanya.

Dikatakan pria yang akrab dipanggil Gusde, apabila petani bekerja sama dengan PT BSO dalam penanaman padi organik, maka akan diajarkan sistem pertanian mandiri, termasuk mengedukasi cara pembuatan pupuk organik. Tenaga kerja petani akan diberikan pendamping untuk meminimalisir kegagalan pertanian.

"Ketika panen, maka dibeli PT BSO dalam bentuk gabah kering panen. Harganya Rp5 ribu - Rp6 ribu per kilogram. Kalau sampai paceklik harga gabah dapat mencapa Rp7 ribu per kilogram," ujarnya.

Kegiatan pencontohan penanaman padi organik ini juga dihadiri Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura I Gede Ambara Putra, yang menyatakan, pertanian organik itu tidak bisa dijalankan secara instan, harus ada program percontohan baru masyarakat bisa melihat dan menerapkan. Namun, sayangnya ada kendala lain yakni soal alih fungsi lahan yang terjadi setiap tahun.

Dia mengatakan, alih fungsi lahan di wilayah Denpasar rata-rata terjadi dua persen setiap tahun. Saat ini, lahan pertanian di Kota Denpasar mencapai 4.500 hetare. Sebagian besar untuk ditanami padi, yakni sekitar 4.000 hektare. lainnya tak kurang 500 hektare dipergunakan sebagai area mengembangkan hortkultura palawija.

Produktivitas padi di lahan pertanian Kota Denpasar tergolong tinggi, mencapai 0-12 ton gabah kering per hektare. Melebihi dari produktivitas hasil pertanian secara nasional.

"Sayangnya untuk mengembangkan dan menggenjot produktivitas pertanian, kita terganjal makin berkurangnya luas lahan pertanian. Penyusutan lahan pertanian dilatar belakangnya sebagian besar dikarenakan soal ekonomi. Jadi petani penjual lahan kepada pemilik modal, kemudian diubah peruntukan menjadi kawasan erumahan," ujar Ambara Putra. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Tri Vivi Suryani

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016