London (Antara Bali) - Mahasiswa Indonesia yang tengah menuntut ilmu di
Inggris membahas kesiapan Indonesia dalam menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN yang disepakati pemerintah negara-negara anggota ASEAN
dimulai per 31 Desember 2015.
Lingkar Studi Cendekia (LSC), forum diskusi mahasiswa Indonesia di Inggris bersama Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Greater Manchester menggelar diskusi tentang ASEAN dan Masa Depan Regionalisme di Asia Tenggara, di Student Union, University of Manchester, demikian Ketua Divisi Kajian LSC, Ahmad Rizky MU kepada Antara London, Jumat.
Pembicara dalam diskusi Muhammad Zulfikar Rahmat (Kandidat PhD di University of Manchester), Zain Maulana (Kandidat PhD di University of Leeds) dan Wisnu Ananda (Mahasiswa MSc Renewable Energy di University of Manchester) dengan moderator Ahmad Rizky M Umar, Ketua Divisi Kajian LSC yang juga mahasiswa University of Sheffield.
Menurut Zulfikar, dewasa ini Asia menjadi semakin penting dalam pentas global. Setelah krisis ekonomi global tahun 2008, mulai terjadi pergeseran kekuatan ke Asia, terutama Cina. Hal ini juga membuat ASEAN semakin penting dengan kekuatan ekonomi dan sosialnya.
Peta politik global sudah berubah. Di banyak negara, mulai muncul Looking East Policy membuat ASEAN harusnya makin diperhitungkan, ujar Zulfikar yang juga aktif sebagai kolumnis di The Huffington Post.
Peserta diskusi juga mengafirmasi ketidakjelasan pendekatan dalam menghadapi MEA ini. "Sebagai contoh, Indonesia tidak punya kebijakan yang jelas untuk menyelesaikan masalah pengungsi Rohingya," kata Najamudin, peserta diskusi dari Leeds. Adit, peserta diskusi dari Liverpool, juga menyoroti masalah keamanan regional, dengan tidak berfungsinya Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN.
Ketua PPI Inggris Raya, Media Wahyudi Askar menyebutkan, tantangan MEA bukan hanya kesiapan, tetapi juga hubungan dengan negara tetangga. "Sumber Daya Alam dikeruk namun hasilnya justru diputar di pasar saham Singapura. Indonesia harusnya menggunakan arena MEA untuk menekan Singapura, agar mau lebih bertanggung jawab untuk tidak memfasilitasi arus pencucian uang dari koruptor Indonesia," jelasnya.
Beberapa peserta bahkan mempersoalkan posisi Indonesia di MEA. "Jika ternyata Indonesia tidak siap menghadapi MEA, mengapa tidak keluar atau menunda pengesahannya saja?" tanya peserta diskusi.
Ketua Divisi Kajian LSC, Ahmad Rizky MU mengharapkan diskusi akan dapat menambah gagasan baru Indonesia dalam menghadapi permasalahan-permasalahan global yang ada. Terlebih, Indonesia diprediksi banyak pihak sebagai salah satu kekuatan besar (emerging forces) di masa depan.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Lingkar Studi Cendekia (LSC), forum diskusi mahasiswa Indonesia di Inggris bersama Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Greater Manchester menggelar diskusi tentang ASEAN dan Masa Depan Regionalisme di Asia Tenggara, di Student Union, University of Manchester, demikian Ketua Divisi Kajian LSC, Ahmad Rizky MU kepada Antara London, Jumat.
Pembicara dalam diskusi Muhammad Zulfikar Rahmat (Kandidat PhD di University of Manchester), Zain Maulana (Kandidat PhD di University of Leeds) dan Wisnu Ananda (Mahasiswa MSc Renewable Energy di University of Manchester) dengan moderator Ahmad Rizky M Umar, Ketua Divisi Kajian LSC yang juga mahasiswa University of Sheffield.
Menurut Zulfikar, dewasa ini Asia menjadi semakin penting dalam pentas global. Setelah krisis ekonomi global tahun 2008, mulai terjadi pergeseran kekuatan ke Asia, terutama Cina. Hal ini juga membuat ASEAN semakin penting dengan kekuatan ekonomi dan sosialnya.
Peta politik global sudah berubah. Di banyak negara, mulai muncul Looking East Policy membuat ASEAN harusnya makin diperhitungkan, ujar Zulfikar yang juga aktif sebagai kolumnis di The Huffington Post.
Peserta diskusi juga mengafirmasi ketidakjelasan pendekatan dalam menghadapi MEA ini. "Sebagai contoh, Indonesia tidak punya kebijakan yang jelas untuk menyelesaikan masalah pengungsi Rohingya," kata Najamudin, peserta diskusi dari Leeds. Adit, peserta diskusi dari Liverpool, juga menyoroti masalah keamanan regional, dengan tidak berfungsinya Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN.
Ketua PPI Inggris Raya, Media Wahyudi Askar menyebutkan, tantangan MEA bukan hanya kesiapan, tetapi juga hubungan dengan negara tetangga. "Sumber Daya Alam dikeruk namun hasilnya justru diputar di pasar saham Singapura. Indonesia harusnya menggunakan arena MEA untuk menekan Singapura, agar mau lebih bertanggung jawab untuk tidak memfasilitasi arus pencucian uang dari koruptor Indonesia," jelasnya.
Beberapa peserta bahkan mempersoalkan posisi Indonesia di MEA. "Jika ternyata Indonesia tidak siap menghadapi MEA, mengapa tidak keluar atau menunda pengesahannya saja?" tanya peserta diskusi.
Ketua Divisi Kajian LSC, Ahmad Rizky MU mengharapkan diskusi akan dapat menambah gagasan baru Indonesia dalam menghadapi permasalahan-permasalahan global yang ada. Terlebih, Indonesia diprediksi banyak pihak sebagai salah satu kekuatan besar (emerging forces) di masa depan.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015