Gianyar (Antara Bali) - Penghasilan seorang ibu rumah tangga dalam mengembangkan kegiatan sampingan yakni menekuni usaha sarana ritual (banten) di Bali berkisar antara Rp1 juta hingga Rp1,5 juta setiap bulannya.

Hal itu merupakan hasil penelitian yang dilakukan kalangan akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, kata Prof. Dr. Ni Luh Putu Wiagustini,SE.M.Si ketika tampil sebagai pembicara pada Seminar Potret dan Potensi Perempuan pada Komunitas Usaha Banten di kantor PLUT UMKM Samuantiga Bedulu, Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Jumat.

Ia mengatakan, membeli sarana ritual untuk keperluan sembahyang bagi umat Hindu memang lebih mudah dibanding dengan membuatnya sendiri.

Beberapa bahan baku seperti tumpeng, nasi caru dan jejahitan dasar memang banyak yang menjual di pasar tradisional sehingga mempercepat proses penyelesaian banten.

Potensi itu kini banyak dilirik para perempuan khususnya kalangan ibu rumah tangga di Bali.

Menurut Prof. Wiagustini, potensi usaha banten di Kabupaten Gianyar cukup besar, dan tidak mengenal surut, karena ritual keagamaan berkesinambungan sesuai dengan agama dan adat istiadat.

Usaha kegiatan banten cukup menjanjikan, karena pemesanan cukup banyak setiap harinya, lebih-lebih pada hari baik, purnama dan tilem sehingga persiapan dapat dilakukan jauh sebelumnya.

Usaha banten sekaligus sarat dengan nilai pelestarian kearifan lokal, sehingga wajib untuk dilestarikan keberadaannya. Bisnis banten ini terbukti mampu menyerap banyak tenaga kerja perempuan yang memiliki pendidikan formal rendah dan terikat kewajiban pada keluarga dan banjar sehingga memiliki mobilitas terbatas.

"Berkiprah dalam bisnis banten juga memberikan status sosial khusus dimasyarakat karena keahliannya sangat diperlukan, suatu pengakuan yang memiliki nilai sosial tinggi," ujar Prof Wiagustini.

Potensi usaha banten yang menjanjikan ini diakui oleh salah satu supplier banten I.B Putu Adi Supartha, pemilik Yadnya Grosir dan Pesraman Upakara di Keluarahan Beng Gianyar.

Menurutnya bisnis banten sangat menjanjikan, karena kehidupan keagmaan di Bali tidak pernah berhenti. Sebagai pemilik toko yang khusus menjual sarana upakara, ia tidak bisa bergerak sendiri namun juga melibatkan hampir seluruh ibu-ibu di lingkungan sekitar bahkan sampai ke luar daerah Gianyar.

Ibu-ibu yang hampir sebagaian besar hanya berstatus ibu rumah tangga biasa menjadi pemasok utama alat-alat dan sarana upakara seperti tumpeng, jejaitan dan kelapa.

Bahkan mereka kewalahan dalam menyiapkan bahan, sehingga pasokan bisa didatangkan dari tempat lain. Dari segi penghasilan menurut I.B Adi Suparta sangat menjanjikan, bisa mencapai Rp. 1-.2 juta perbulan.

Bupati Gianyar, Anak Agung Bharata yang diwakili Asisten I Setda Kabupaten Gianyar, Cokorda Rai Widiarsa mengatakan saat ini membeli banten memang satu kebutuhan yang tidak dapat dihindari.

Mengingat keterbatasan waktu bagi perempuan bekerja mencari nafkah seringkali menjadi masalah, dengan membeli semua jadi dimudahkan.

"Namun perlu diingat, kondisi ini jangan sampai menimbulkan kesan ritual itu bisa dibeli. Jangan sampai juga mudahnya membeli banten justru mengaburkan esensi dan jati diri kita sebagai umat Hindhu," tegas Cok Rai Widiarsa

Cok Rai juga menambahkan untuk tetap melestarikan adat dan budaya Bali, kalau bisa para perempuan Hindu untuk upacara yang rutin seperti canang sehari-hari, banten kajeng kliwon, purnama maupun tilem hendaknya dibuat sendiri di rumah, sehingga ada proses pembelajaran kepada anak-anak dan kerja sama di lingkungan keluarga. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Putu Artayasa

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015