Denpasar (Antara Bali) - Pameran eternal line Mangku Muriati dan Teja Astawa ikut menyemarakkan hari ulang tahun (HUT) ke-552 Kota Tabanan, Bali yang akan digelar selama sepekan mulai 3 Desember mendatang.

"Acara pembukaan pameran itu juga diisi dengan dialog tentang wayang, tradisional dan kontemporer menampilkan tiga pembicara," kata Kurator pameran tersebut I Wayan Seriyoga Parta, Senin.

Selain pihikanya tampil sebagai pembicara dalam dialog yang membahas tentang wayang sesuai karya seni yang ditampilkan dalam pameran tersebut, juga tampil pemakalah Ida Bagus Agastia, seorang ahli Sastra Jawa Kuna.

Selain itu juga Rain Rosidi, kurator dan direktur artistik Bienale Yogya 2015 serta ada essai dari Dr. Sioban Cambel Sydney University yang meneliti Wayang Kamasan.

I Wayan Seriyoga Parta menjelaskan, Wayang diyakini oleh bangsa Indonesia khususnya Jawa, Bali dan Lombok sebagai kesenian yang telah diwarisi sejak berabad-abad.

Kesenian wayang berfungsi sebagai sarana untuk menyiarkan susastra dengan nilai filosofis yang maknanya relevan dalam kehidupan sosial masyarakat. Berbagai penelurusan yang telah dilakukan, ada beberapa sumber berupa prasasti yang menyebutkan perihal istilah wayang.

Di Jawa Tengah misalnya terdapat prasasti tahun 907 Masehi dari bahan batu dikeluarkan oleh raja bernama Balitung yang di dalamnya menyebutkan istilah "mawayang".

Dikisahkan bahwa pertunjukkan wayang (mawayang) itu konon mementaskan lakon "Bimmaya Kumara". Beberapa ahli lain meyakini kehadiran kesenian wayang di Jawa bahkan lebih lama dari abad ke-10 yang ditengarai dalam prasasti tersebut.

I Wayan Seriyoga Parta menjelaskan, sumber lain juga menyebutkan adanya peristilahan yang merujuk pada wayang di Bali yakni parbwayang (900an M), yang berasal dari masa Bali kuna kemungkinan pada masa pemerintahan Raja Udayana Warmadewa.

Menyusul abad ke-11 masa pemerintahan Raja Anak Wungsu (1045-1077), saudara Marakata dan Airlangga yang sama-sama keturunan Raja Udayana, mengeluarkan sebuah prasasti yang dikenal sebagai Prasasti Pandak Gede yang di dalamnya menyebutkan istilah aringit yang merujuk pada wayang.

Prasasti yang berangka tahun 1071 masehi ini, berisi hiasan berbentuk wayang ditatahkan pada logam yang menggambarkan sosok "Samara-Ratih". Sementara di Pura Kehen Bangli juga terdapat sebuah prasasti yang berangka tahun 1204 masehi, berbahan logam yang berisikan pahatan mirip wayang.

Selain dari sumber prasasti, juga terdapat data visual dari sebuah pahatan wayang pada sangku Sudamala berlokasi di Pura Pusering Jagat Pejeng, Gianyar yang diduga juga dari masa Bali Kuno, ujar I Wayan Seriyoga Parta. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015