Denpasar (Antara Bali) - Peneliti konservasi kelautan Dr Putu Liza Mustika mengungkapkan bahwa kebisingan dari lalu lintas kapal mengganggu kelangsungan hidup khususnya mamalia laut setelah melalui penelitian di kawasan perairan Bali Selatan.
"Kebisingan laut membuat komunikasi mereka terputus. Hal itu tak jarang membuat mereka terpisah dari koloni dan terdampar," kata peneliti dari Cetacean Sirenian Indonesia itu di Denpasar, Rabu.
Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan alat khusus yang disebut "Hidrophone Underwater" yang mendeteksi gelombang suara khas yang dikeluarkan oleh mamalia laut di antaranya lumba-lumba dan paus.
Penelitian gabungan bersama dengan Conservation International (CI) Indonesia, Cetacean Sirenian Indonesia, Oceans Initiative dan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana serta didukung Kementerian Kelautan dan Perikanan itu dilakukan pada 30 Oktober-5 November 2015.
Mereka berlayar menyusuri Samudera Hindia sejauh sekitar 12 mil mulai dari Selat Badung-Samudera Hindia-Selat Bali di bagian selatan.
Peneliti yang akrab disapa Icha itu menyebutkan bahwa alat canggih itu dimasukkan ke kedalam sekitar tiga meter.
"Pada saat penelitian, ada kapal tanker yang melintas berjarak sekitar 500 meter dari ikan paus dan suara yang terdengar begitu bising sehingga suara yang dikeluarkan oleh paus untuk berkomunkasi nyaris tidak terdengar dan mereka enggan untuk mengeluarkan suara," ucapnya.
Dari penelitian itu juga terungkap bahwa sebagian besar mamalia laut itu berada di kawasan Selat Bali bagian selatan dan Samudera Hindia dan jarang ditemukan di bagian Selat Badung.
Perairan Selat Badung seperti diketahui merupakan lalu lintas padat antara Bali dan Lombok dan Bali daratan dengan tiga pulau di kawasan Nusa Penida.
"Mereka menyingkir jadi habitat mereka hilang karena lalu lintas di sana (Selat Badung) ramai. Tetapi ini pendapat pribadi saya karena kebanyakan ditemukan di kawasan Bali Selatan," imbuhnya.
Sementara itu Manajer Bali Marine Protective Area CI, Iwan Dewantama mengusulkan agar Hari Raya Nyepi untuk lalu lintas laut juga perlu dilakukan agar mamalia laut dan ekosistem lainnya tidak terganggu setidaknya selama sehari.
"Saya mendorong 12 mil wilayah laut Bali itu ditutup juga supaya mamalia laut bisa tenang," katanya.
Selama penelitian itu, tim pegiat mengidentifikasi mamalia laut yang hidup di kawasan tersebut di antaranya tiga jenis paus dan lima jenis lumba-lumba.
Paus tersebut yakni paus sperma, paus sei, paus bryde, lumba-lumba spinner, spotted, risso, fraser, dan lumba-lumba hidung botol.
Tak hanya itu, mereka juga menemukan hewan lain di antaranya hiu, ular laut, berbagai jenis burung, mola-mola, penyu, hiu paus dan manta.
Diharapkan hasil riset tersebut menjadi referensi bagi pemangku keputusan untuk memberikan perhatian terhadap ekosistem kelautan termasuk dampak limbah domestik dan industri kemaritiman salah satunya efek suara bising dari kapal laut. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Kebisingan laut membuat komunikasi mereka terputus. Hal itu tak jarang membuat mereka terpisah dari koloni dan terdampar," kata peneliti dari Cetacean Sirenian Indonesia itu di Denpasar, Rabu.
Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan alat khusus yang disebut "Hidrophone Underwater" yang mendeteksi gelombang suara khas yang dikeluarkan oleh mamalia laut di antaranya lumba-lumba dan paus.
Penelitian gabungan bersama dengan Conservation International (CI) Indonesia, Cetacean Sirenian Indonesia, Oceans Initiative dan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana serta didukung Kementerian Kelautan dan Perikanan itu dilakukan pada 30 Oktober-5 November 2015.
Mereka berlayar menyusuri Samudera Hindia sejauh sekitar 12 mil mulai dari Selat Badung-Samudera Hindia-Selat Bali di bagian selatan.
Peneliti yang akrab disapa Icha itu menyebutkan bahwa alat canggih itu dimasukkan ke kedalam sekitar tiga meter.
"Pada saat penelitian, ada kapal tanker yang melintas berjarak sekitar 500 meter dari ikan paus dan suara yang terdengar begitu bising sehingga suara yang dikeluarkan oleh paus untuk berkomunkasi nyaris tidak terdengar dan mereka enggan untuk mengeluarkan suara," ucapnya.
Dari penelitian itu juga terungkap bahwa sebagian besar mamalia laut itu berada di kawasan Selat Bali bagian selatan dan Samudera Hindia dan jarang ditemukan di bagian Selat Badung.
Perairan Selat Badung seperti diketahui merupakan lalu lintas padat antara Bali dan Lombok dan Bali daratan dengan tiga pulau di kawasan Nusa Penida.
"Mereka menyingkir jadi habitat mereka hilang karena lalu lintas di sana (Selat Badung) ramai. Tetapi ini pendapat pribadi saya karena kebanyakan ditemukan di kawasan Bali Selatan," imbuhnya.
Sementara itu Manajer Bali Marine Protective Area CI, Iwan Dewantama mengusulkan agar Hari Raya Nyepi untuk lalu lintas laut juga perlu dilakukan agar mamalia laut dan ekosistem lainnya tidak terganggu setidaknya selama sehari.
"Saya mendorong 12 mil wilayah laut Bali itu ditutup juga supaya mamalia laut bisa tenang," katanya.
Selama penelitian itu, tim pegiat mengidentifikasi mamalia laut yang hidup di kawasan tersebut di antaranya tiga jenis paus dan lima jenis lumba-lumba.
Paus tersebut yakni paus sperma, paus sei, paus bryde, lumba-lumba spinner, spotted, risso, fraser, dan lumba-lumba hidung botol.
Tak hanya itu, mereka juga menemukan hewan lain di antaranya hiu, ular laut, berbagai jenis burung, mola-mola, penyu, hiu paus dan manta.
Diharapkan hasil riset tersebut menjadi referensi bagi pemangku keputusan untuk memberikan perhatian terhadap ekosistem kelautan termasuk dampak limbah domestik dan industri kemaritiman salah satunya efek suara bising dari kapal laut. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015