Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali optimistis mampu menampung lonjakan kedatangan wisatawan mancanegara setelah Pemerintah Pusat memberikan bebas visa kepada 94 negara.
"Harus siap. Ini kebijakan pusat yang harus dilaksanakan dalam rangka mengejar target (20 juta wisman) harus siap," kata Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Agung Yuniartha di Denpasar, Sabtu.
Pihaknya juga optimistis, wisatawan mancanegara yang memanfaatkan fasilitas itu merupakan wisman yang berkualitas baik dalam hal belanja maupun masa tinggal.
"Tetap kualitas harus dijaga, artinya jangan baru `mass tourism`, kualitas tidak dijaga," imbuhnya.
Sementara itu Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati menyatakan bahwa konsep pariwisata Pulau Dewata adalah pariwisata budaya.
Menurut mantan Bupati Gianyar itu, dengan konsep tersebut, Bali lebih menekankan kualitas dari pada kuantitas mengingat di Bali tidak banyak daya tarik artifisial alias buatan.
"Dengan konsep budaya ini, kita tidak bisa kuantitas saja justru kualitas, konsep kita konsep budaya. Yang perlu dijaga rasa dari budaya itu," katanya.
Terkait kemampuan Bali menerima lonjakan wisatawan yang diprediksi salah satunya dari pemberlakuan bebas visa, praktisi pariwisata itu menyatakan bahwa hal tersebut harus dilihat dari segi holistik menyangkut kesiapan mental dan infrastruktur.
Pelaku pariwisata, lanjut dia, diharapkan siap menerima perubahan dengan makin banyaknya wisatawan mancanegara yang datang ke Bali dengan tetap memberikan pelayanan prima disamping kesiapan infrastruktur.
"Apalagi infrastruktur, ada sekitar 3,6 juta wisatawan mancanegara per tahun dan kalau masa `peak season`, di jalan raya macetnya luar biasa," katanya.
Selama ini, lanjut Cok Ace, wisman yang menggunakan bebas visa sudah memiliki ikatan psikologis dengan Bali dan ada rasa bangga dari negara tersebut diberikan fasilitas tersebut.
"Bebas visa itu ikatan psikologis lebih banyak ada kedekatan, ada kebanggaan suatu negara diberikan bebas visa. Tujuannya (mereka datang) bukan karena bebas visa tetapi karena (bebas visa) efektif, praktis dan bayar pun, mereka (wisatawan) bayar tidak apa-apa. Kalau ada bebas visa, tetapi wisman masih saja antre (di loket), itu baru menjadi masalah," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Harus siap. Ini kebijakan pusat yang harus dilaksanakan dalam rangka mengejar target (20 juta wisman) harus siap," kata Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Agung Yuniartha di Denpasar, Sabtu.
Pihaknya juga optimistis, wisatawan mancanegara yang memanfaatkan fasilitas itu merupakan wisman yang berkualitas baik dalam hal belanja maupun masa tinggal.
"Tetap kualitas harus dijaga, artinya jangan baru `mass tourism`, kualitas tidak dijaga," imbuhnya.
Sementara itu Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati menyatakan bahwa konsep pariwisata Pulau Dewata adalah pariwisata budaya.
Menurut mantan Bupati Gianyar itu, dengan konsep tersebut, Bali lebih menekankan kualitas dari pada kuantitas mengingat di Bali tidak banyak daya tarik artifisial alias buatan.
"Dengan konsep budaya ini, kita tidak bisa kuantitas saja justru kualitas, konsep kita konsep budaya. Yang perlu dijaga rasa dari budaya itu," katanya.
Terkait kemampuan Bali menerima lonjakan wisatawan yang diprediksi salah satunya dari pemberlakuan bebas visa, praktisi pariwisata itu menyatakan bahwa hal tersebut harus dilihat dari segi holistik menyangkut kesiapan mental dan infrastruktur.
Pelaku pariwisata, lanjut dia, diharapkan siap menerima perubahan dengan makin banyaknya wisatawan mancanegara yang datang ke Bali dengan tetap memberikan pelayanan prima disamping kesiapan infrastruktur.
"Apalagi infrastruktur, ada sekitar 3,6 juta wisatawan mancanegara per tahun dan kalau masa `peak season`, di jalan raya macetnya luar biasa," katanya.
Selama ini, lanjut Cok Ace, wisman yang menggunakan bebas visa sudah memiliki ikatan psikologis dengan Bali dan ada rasa bangga dari negara tersebut diberikan fasilitas tersebut.
"Bebas visa itu ikatan psikologis lebih banyak ada kedekatan, ada kebanggaan suatu negara diberikan bebas visa. Tujuannya (mereka datang) bukan karena bebas visa tetapi karena (bebas visa) efektif, praktis dan bayar pun, mereka (wisatawan) bayar tidak apa-apa. Kalau ada bebas visa, tetapi wisman masih saja antre (di loket), itu baru menjadi masalah," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015