Koba, Bangka Belitung  (Antara Bali) - Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Prof Dr Thomas Djamaluddin, menyatakan, gerhana Matahari bukan tanda kiamat sudah dekat tetapi murni penomena alam yang bisa dikaji secara ilmiah.

"Gerhana matahari total itu adalah fenomena alam, bukan tanda kiamat sudah dekat dan bahkan penomena alam seperti ini juga disebutkan dalam Al Quran," ujarnya, di Pangkalanbaru, Bangka Belitung, Rabu.

Djamaluddin mengemukakan itu menjawab pertanyaan peserta seminar gerhana Matahari total di Hotel Santika, Kecamatan Pangkalbaru, yang menanyakan apakah penomena alam itu bertanda Bumi sudah tua dan kiamat sudah dekat.

"Kalau umur bumi sekarang 4,5 miliar tahun, ini tergolong muda dari planet lain dan tidak ada hubungan atau keterkaitan dengan kiamat sudah dekat," ujar dia.

Ia juga menegaskan, gerhana Matahari total jangan pernah dikaitkan dengan mitos dan mesti disikapi secara rasional dan ilmiah. "Terkadang sering gerhana Matahari ini dihubungkan dengan mitos, bahkan di Jawa fenomena gerhana dulu dikatakan karena dimakan raksasa sehingga masyarakat menjadi takut dan bersembunyi saat terjadi gerhana," ujarnya.

Menurut dia, edukasi tentang gerhana matahari perlu disampaikan secara benar untuk menghindari anggapan mitos. "Dulu ada pembodohan soal gerhana, bahkan saat itu, setiap ada lubang atau celah di dinding rumah ditutup dan sembunyi di kolong meja, sedangkan orang luar negeri rela membayar jauh-jauh hanya untuk melihat gerhana Matahari," ujarnya.

Sementara tenaga Laboratorium Bumi dan Antariksa Departemen Pendidikan Fisika FMipa Universitas Pendidikan Indonesia, Judhistira Aria Utama, mengatakan, pancaran sinar matahari sama dengan 400 triliun bola lampu 100 Watt.

"Ketika melihat gerhana matahari harus berhati-hati, karena sinar matahari bisa merusak kornea mata dan merusak respon visual sel kornea mata karena pancaran cahaya Matahari setara dengan 400 triliun bola lampu 100 Watt yang dinyalakan secara serentak," ujarnya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ahmadi

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015