Klungkung (Antara Bali) - Warga Bukit Abah, Kabupaten Klungkung, Bali meminta kepada pemerintah setempat memberikan izin peredaran jenis minuman arak, yakni minuman tradisional dengan kadar olkohol kurang dari 20 persen kepada masyarakat luas.
Kelihan Adat Bukit Abah , Kabupaten Klungkung Ketut Suardika, Kamis mengatakan, izin edar tersebut sangat penting mengingat sebagian besar dari 120 kepala keluarga (KK) memproduksi jenis minuman arak tersebut.
"Walaupun diproduksi secara tradisional , namun mereka kini was-was karena gencarnya polisi menggelar razia, terhadap jenis minuman keras," ujar Ketut Suardika.
Ia mengatakan, masyarakat memproduksi arak tanpa menggunakan bahan yang berbahasa digeluti sejak puluhan tahun silam dan keahlian membuat jenis minuman itu secara turun temurun.
"Warga berharap , usaha mereka tidak ditutup dan terus bisa berjalan selayaknya," ujar Ketut Suardika.
Ia juga mengharapkan kepada pihak kepolisian setempat untuk tetap memproduksi jenis minuman tradisional tersebut, karena selain minum juga untuk keperluan ritual.
"Masyarakat membuat minuman arak untuk mendapat penghasilan untuk membiayai putra-putrinya melanjutkan pendidikan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari," harap Ketut Suardika.
Ia menjelaskan, minuman arak tersebut dibuat dari bahan nira, yakni serabut kelapa yang dihasilkan dari pohon kelapa. Nira tersebut selanjutnya direbus dan kemudian uapanya disaring untuk menghasilkan air.
"Air yang dihasilkan itu kemudian ditaruh dalam jerigen, disimpan selama sekitar dua jam dan selanjutnya siapkan di pasarkan, " ujar seorang warga setempat yang memproduksi arak, Nengah Pujana.
Pujana mengaku, sekali produksi perharinya mampu menghasilkan 14 botol arak atau sekitar sepuluh liter dalam seminggu.
"Warga bisa memproduksi , empat hingga lima kali , tergantung , nira (serabut kelapa) yang dihasilkan dari pohon kelapa," ujar Nengah Pujana. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Kelihan Adat Bukit Abah , Kabupaten Klungkung Ketut Suardika, Kamis mengatakan, izin edar tersebut sangat penting mengingat sebagian besar dari 120 kepala keluarga (KK) memproduksi jenis minuman arak tersebut.
"Walaupun diproduksi secara tradisional , namun mereka kini was-was karena gencarnya polisi menggelar razia, terhadap jenis minuman keras," ujar Ketut Suardika.
Ia mengatakan, masyarakat memproduksi arak tanpa menggunakan bahan yang berbahasa digeluti sejak puluhan tahun silam dan keahlian membuat jenis minuman itu secara turun temurun.
"Warga berharap , usaha mereka tidak ditutup dan terus bisa berjalan selayaknya," ujar Ketut Suardika.
Ia juga mengharapkan kepada pihak kepolisian setempat untuk tetap memproduksi jenis minuman tradisional tersebut, karena selain minum juga untuk keperluan ritual.
"Masyarakat membuat minuman arak untuk mendapat penghasilan untuk membiayai putra-putrinya melanjutkan pendidikan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari," harap Ketut Suardika.
Ia menjelaskan, minuman arak tersebut dibuat dari bahan nira, yakni serabut kelapa yang dihasilkan dari pohon kelapa. Nira tersebut selanjutnya direbus dan kemudian uapanya disaring untuk menghasilkan air.
"Air yang dihasilkan itu kemudian ditaruh dalam jerigen, disimpan selama sekitar dua jam dan selanjutnya siapkan di pasarkan, " ujar seorang warga setempat yang memproduksi arak, Nengah Pujana.
Pujana mengaku, sekali produksi perharinya mampu menghasilkan 14 botol arak atau sekitar sepuluh liter dalam seminggu.
"Warga bisa memproduksi , empat hingga lima kali , tergantung , nira (serabut kelapa) yang dihasilkan dari pohon kelapa," ujar Nengah Pujana. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015