Singaraja (Antara Bali) - Kalangan petani stroberi di Desa Pancasari, Kabupaten Buleleng, Bali membudidayakan tanaman stroberi jenis lokal yang memiliki ukuran produktivitas cukup tinggi, sehingga petani kecil mampu meraup keuntungan Rp3 juta per bulan.
Gede Lantur, salah seorang petani di desa setempat, Kamis, mengatakan, tanaman stroberi merupakan jenis yang berbuah hampir sepanjang tahun, jadi, bisa dipanen setiap saat.
"Kami membudidayakan stroberi pada lahan seluas 40 are ( 1 are=100 M2) yang berlokasi di lahan pribadi milik keluarganya di pinggiran Danau Buyan, Kecamatan Sukasada, Bali bagian Utara yang berhawa sejuk," katanya.
Menurut dia, pada lahan seluas itu dapat ditanami 4000 bibit stroberi yang didapat dari penjual bibit di desa setempat disuplai rutin setiap tahun.
Ia menambahkan, selama periode penanaman, pihaknya melakukan perawatan dengan memberikan pupuk berupa pupuk organik untuk mempercepat proses tumbuh dari bibit stroberi.
"Agar tanaman dapat tumbuh baik, kami juga selalu rutin membersihkan rumput hama di sekitar tanaman dan memberi pestisida memastikan tanaman bebas dari hama," imbuhnya.
Mengenai modal pembudidayaan, ia mengatakan menghabiskan total biaya untuk beli bibit dan pupuk organik sampai Rp2 juta. "Biaya cukup tinggi karena harga pupuk semakin mahal," katanya.
Sementara itu, pihaknya memanen buah stroberi hampir setiap hari, satu kilogramnya dijual dengan harga Rp20 ribu kepada pengepul yang siap menjual ke beberapa daerah di Denpasar dan beberapa kota lainnya di Bali.
"Kadang kala, ada juga kalangan wisatawan yang langsung membeli buah stroberi di lahan saya, karena menginginkan buah stoberi yang lebih manis dan segar," kata dia.
Ia menambahkan, harga stroberi yang dipetik langsung memiliki harga lebih mahal daripada harga yang dijajakan di pinggir jalan. "Kalau yang dipetik harganya sekitar Rp30 ribu, karena mereka dapat memilih sekaligus ditambah biaya pendampingan," imbuhnya.(APP)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Gede Lantur, salah seorang petani di desa setempat, Kamis, mengatakan, tanaman stroberi merupakan jenis yang berbuah hampir sepanjang tahun, jadi, bisa dipanen setiap saat.
"Kami membudidayakan stroberi pada lahan seluas 40 are ( 1 are=100 M2) yang berlokasi di lahan pribadi milik keluarganya di pinggiran Danau Buyan, Kecamatan Sukasada, Bali bagian Utara yang berhawa sejuk," katanya.
Menurut dia, pada lahan seluas itu dapat ditanami 4000 bibit stroberi yang didapat dari penjual bibit di desa setempat disuplai rutin setiap tahun.
Ia menambahkan, selama periode penanaman, pihaknya melakukan perawatan dengan memberikan pupuk berupa pupuk organik untuk mempercepat proses tumbuh dari bibit stroberi.
"Agar tanaman dapat tumbuh baik, kami juga selalu rutin membersihkan rumput hama di sekitar tanaman dan memberi pestisida memastikan tanaman bebas dari hama," imbuhnya.
Mengenai modal pembudidayaan, ia mengatakan menghabiskan total biaya untuk beli bibit dan pupuk organik sampai Rp2 juta. "Biaya cukup tinggi karena harga pupuk semakin mahal," katanya.
Sementara itu, pihaknya memanen buah stroberi hampir setiap hari, satu kilogramnya dijual dengan harga Rp20 ribu kepada pengepul yang siap menjual ke beberapa daerah di Denpasar dan beberapa kota lainnya di Bali.
"Kadang kala, ada juga kalangan wisatawan yang langsung membeli buah stroberi di lahan saya, karena menginginkan buah stoberi yang lebih manis dan segar," kata dia.
Ia menambahkan, harga stroberi yang dipetik langsung memiliki harga lebih mahal daripada harga yang dijajakan di pinggir jalan. "Kalau yang dipetik harganya sekitar Rp30 ribu, karena mereka dapat memilih sekaligus ditambah biaya pendampingan," imbuhnya.(APP)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015