Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali mengusulkan supaya pihak "desa pakraman" atau desa adat di Pulau Dewata dapat mengatur upaya mencegah aksi premanisme di wilayah masing-masing dengan mencantumkan dalam "perarem" atau kesepakatan adat tertulis.

"Terkait dengan usulan ini, kami sudah menyampaikan pada tokoh-tokoh adat dan Majelis Utama Desa Pakraman," kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Bali I Gede Putu Jaya Suartama di Denpasar, Kamis.

Menurut dia, dengan adanya "perarem" tersebut, diharapkan keamanan dan ketertiban di masing-masing desa dapat lebih terjamin karena adat lebih memiliki peran.

"Kalau sudah masuk di ranah adat, tentu masyarakat akan mulai berpikir juga untuk melakukan hal-hal berbau premanisme karena dapat terkena sanksi adat yang lumayan berat. Bukankah salah satu sanksi adat, bisa saja dilarang untuk menguburkan jenazah," ucapnya saat menjadi pembicara pada workshop sehari tentang Penanganan Konflik Sosial di Bali itu.

Jaya Suartama berpandangan terkait dengan adanya beberapa konflik yang sempat melibatkan ormas di Bali, itu lebih disebabkan perilaku oknum ormas.

"Terkadang, dalam konflik itu, belum tentu yang terlibat anggota ormas. Ada yang baru karena merasa diri memiliki saudara anggota ormas sudah dijadikan bemper. Ormas itu sesungguhnya tidak ada yang jelek, yang bikin jelek adalah oknum. Setahu saya, ormas itu baik semua," katanya.

Pihaknya sangat berharap keberadaan ormas untuk mendukung program pembangunan Bali dan bukannya memicu aksi premanisme.

Jaya Suartama mengakui kondisi premanisme di Bali memang belum mengkhawatirkan, tetapi alangkah baiknya dilakukan upaya pencegahan. Kalau sampai kondisi mengkhawatirkan, tentu menjadi ranah kepolisian untuk mengambil tindakan.

Sementara itu, akademisi dari Universitas Udayana Gde Made Swardhana mengemukakan beberapa isu yang dapat memicu konflik di Bali disebabkan oleh persoalan adat (terkait kuburan), tanah laba pura atau fasilitas umum, perkelahian antara pemuda, masalah batas banjar, sumber daya alam dan pelecehan agama.

"Terkait dengan konflik yang terjadi, seharusnya terus dilakukan upaya mencari solusi dan juga mediasi sehingga tidak sampai terus-terusan terulang yang sama," ujar Swardhana. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015