Denpasar (Antara Bali) - Pengamat lingkungan dari Internasional Eco Savety Collaborative Organization (IESCO) Amerika Serikat, Stuart Scoot mengatakan sumber air yang ada di pegunungan Pulau Bali keberadaannya telah tercemar akibat sampah anorganik.
"Kehidupan ekosistem di Bali secara perlahan mulai rusak, karena sumber air sebagai sumber kehidupan telah tercemar dari kotoran sampah anorganik, seperti sampah plastik," katanya pada seminar bertema "Lingkungan Bali Berkelanjutan" di Denpasar, Rabu.
Ia mengamati pada era tahun 1970-1980-an ekosistem lingkungan Bali masih bisa dikatakan alami, karena tatanan tradisi yang diperkuat dengan kebudayaan berbasis agama Hindu mampu menjaga alamnya.
"Padahal dalam tatanan budaya yang telah menjadi tradisi beribu-ribu tahun itu sangat mulia untuk masa depan Bali khususnya, dan dunia umumnya. Karena dengan tradisi tersebut membentuk karakter masyarakat agar tetap menjaga lingkungan lestari, terutama menjaga hutan dan sumber air sebagai sumber kehidupan manusia," ujarnya.
Namun seiring perkembangan zaman, kata dia, kehidupan yang konsumtif dan segala keperluan menggunakan berbahan plastik, akibatnya sampah anorganik tidak bisa dibendung atau didaur ulang, sehingga merusak lingkungan.
"Secara perlahan-lahan sampah plastik telah mencemari lingkungan dari hulu hingga hilir. Kita bisa lihat dimana-mana sampah plastik bertebaran, bahkan dengan tindakan membakar itu mempercepat dan memperparah lingkungan itu diracuni, akibatnya tanaman yang ditanam secara tidak langsung terkontaminasi racun sampah itu," ucapnya.
Dikatakan sebagian besar racun tersebut telah mencemari lingkungan dan sudah larut dalam air, maka bahan makanan yang dikonsumsi itu telah mengandung racun (toxin) yang terserap dalam tubuh manusia.
"Karena itu lingkungan menjadi kotor dan pada manusia pun terserang racun-racun yang terkandung di dalam makanan tersebut. Karena itu muncullah berbagai macam penyakit yang menggrogoti, seperti penyakit kanker dan lainnya," kata Stuard.
Menurut pandangan dia, semasih manusia turunnya keperdulian lingkungan terhadap serbuan sampah organik, maka kualitas hidup manusia pun akan turun juga.
"Kepedulian terhadap lingkungan harus terbangun dari individu itu sendiri. Alam telah memberikan lahan dan lingkungan memadai, namun bila manusia tak peduli dengan lingkungan maka akan menjadi ancaman masa depannya," kata Stuard. (WDY/ADT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Kehidupan ekosistem di Bali secara perlahan mulai rusak, karena sumber air sebagai sumber kehidupan telah tercemar dari kotoran sampah anorganik, seperti sampah plastik," katanya pada seminar bertema "Lingkungan Bali Berkelanjutan" di Denpasar, Rabu.
Ia mengamati pada era tahun 1970-1980-an ekosistem lingkungan Bali masih bisa dikatakan alami, karena tatanan tradisi yang diperkuat dengan kebudayaan berbasis agama Hindu mampu menjaga alamnya.
"Padahal dalam tatanan budaya yang telah menjadi tradisi beribu-ribu tahun itu sangat mulia untuk masa depan Bali khususnya, dan dunia umumnya. Karena dengan tradisi tersebut membentuk karakter masyarakat agar tetap menjaga lingkungan lestari, terutama menjaga hutan dan sumber air sebagai sumber kehidupan manusia," ujarnya.
Namun seiring perkembangan zaman, kata dia, kehidupan yang konsumtif dan segala keperluan menggunakan berbahan plastik, akibatnya sampah anorganik tidak bisa dibendung atau didaur ulang, sehingga merusak lingkungan.
"Secara perlahan-lahan sampah plastik telah mencemari lingkungan dari hulu hingga hilir. Kita bisa lihat dimana-mana sampah plastik bertebaran, bahkan dengan tindakan membakar itu mempercepat dan memperparah lingkungan itu diracuni, akibatnya tanaman yang ditanam secara tidak langsung terkontaminasi racun sampah itu," ucapnya.
Dikatakan sebagian besar racun tersebut telah mencemari lingkungan dan sudah larut dalam air, maka bahan makanan yang dikonsumsi itu telah mengandung racun (toxin) yang terserap dalam tubuh manusia.
"Karena itu lingkungan menjadi kotor dan pada manusia pun terserang racun-racun yang terkandung di dalam makanan tersebut. Karena itu muncullah berbagai macam penyakit yang menggrogoti, seperti penyakit kanker dan lainnya," kata Stuard.
Menurut pandangan dia, semasih manusia turunnya keperdulian lingkungan terhadap serbuan sampah organik, maka kualitas hidup manusia pun akan turun juga.
"Kepedulian terhadap lingkungan harus terbangun dari individu itu sendiri. Alam telah memberikan lahan dan lingkungan memadai, namun bila manusia tak peduli dengan lingkungan maka akan menjadi ancaman masa depannya," kata Stuard. (WDY/ADT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015