Denpasar, (Antara Bali) - Perhimpunan Pemilik Toko Plaza Amata (PPTPA) bersurat ke Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta guna menyampaikan usul dan sejumlah aspirasi terkait pengelola kawasan Garuda Wisnu Kencana melakukan penembokan dan pelarangan buka toko serta jalan masuk ke pertokoan tersebut.

"Apa yang dilakukan pengelola GWK sudah menyimpang dari pengelola sebelumnya, sebab akses jalan tersebut adalah jalan umum (fasilitas umum). Disamping itu sekitar bulan Juli 2014 membangun jalan `rurung agung` melalui lahan milik Putu Antara yang ada sertifikatnya. Ada pengerukan lahan dengan alat berat dan pengaspalan tanpa memberi tahu pemilik sah dan tidak pernah minta izin," kata Wakil Ketua PPTPA Sudiarta Indrajaya di Denpasar, Kamis.

Ia mengatakan pembangunan jalan ``rurung agung`` itu dilakukan setelah unjuk rasa serta blokade massa dari warga Banjar Giri Dharma yang menuntut akses ``rurung agung`` seperti dijanjikan PT Garuda Adimatra Indonesia (PT GAIn) beberapa tahun sebelumnya.

``Rurung agung`` merupakan akses warga banjar untuk ke setra atau kuburan dan berada dalam kawasan GWK. Namun, tanpa minta izin pihak Putu Antara, manajemen GWK memindahkan akses ``rurung agung`` di antaranya melewati lahan milik Putu Antara.

``Walau ada indikasi tindak pidana penyerobotan dengan ancaman hukuman empat tahun menurut KUHP, kami belum membawa kasusnya ke penegak hukum, karena tidak mau dicap kurang menghargai GWK yang disakralkan orang Bali. Tapi, kesabaran kami ada batasnya. Kalau nanti kasusnya melebar kemana-mana, jelas yang menjadi sumber masalah bukanlah kami,`` katanya.

Namun, kata dia, karena sampai sekarang tidak ada etikad baik, perilaku tidak terpuji PT GAIn ini diadukan ke Wagub Bali, melalui Surat No: 03/BI/PA/VI/15 tanggal 30 Juni. Surat juga ditembuskan ke sejumlah petinggi negara pusat, seperti Presiden, DPR-RI, DPD-RI, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Pariwisata, Komnas HAM, Kapolri, Ombudsman, sementara di Bali ditembuskan ke Gubernur, DPRD Bali, Bupati Badung dan DPRD Badung, PHDI Bali dan PHDI Badung dan sejumlah lembaga lainnya.

Surat PT BI dan Plaza Amata bermaksud mohon penjadualan ulang pertemuan mediasi dengan PT GAIn maupun PT MMI (Multi Matra Indonesia), yang awalnya dijadualkan 29 Juni 2015. Karena mendadak digeser ke tanggal 1 Juli 2015, PT BI dan Plaza Amata meminta ditunda sampai sesudah 13 Juli, karena sebagian pengurus sudah punya jadual acara, di antaranya ada yang keluar negeri.

Selain mohon penjadualan ulang, PT BI dan Plaza Amata juga meminta agar dalam rapat mediasi berikutnya, yang dihadirkan dari PT GAIn adalah orang yang berwenang mengambil keputusan, bukan semata-mata karyawan yang tidak bisa memutuskan apapun. Pihak PT BI dan Plaza Amata juga tetap menuntut dan mendukung pernyataan awal Wakil Gubernur, agar tembok di Plaza Amata dibongkar, jalan yang telah ditinggikan di akses masuk dikembalikan seperti semula.

Wagub juga diminta benar-benar menyelesaikan permasalahan antara PT GAIn dengan pemilik toko berdasarkan peraturan perundangan yang ada, di antaranya membongkar tembok dan mengembalikan badan jalan di akses masuk. Surat-surat manajemen GWK yang melarang menggunakan akses masuk ke Plaza Amata, juga harus dicabut oleh yang bersangkutan.

Sudiarta Indrajaya meminta kepada Wagub Sudikerta yang telah menangani kisruh ini sebaiknya menyelesaikan sampai tuntas, agar kasusnya tidak perlu masuk ke pengadilan ataupun melalui lembaga di pusat. Apalagi selama ini Wagub Bali sering menyatakan, tidak ada sengketa masyarakat yang tidak selesai tuntas di tangannya, dan pihaknya meyakini hal itu, terlebih kejadian ini di desa kelahiran wagub dan ini mempertaruhkan citra pariwisata Pulau Dewata.

"Bila kisruh GWK ini tidak tuntas dengan baik, kalau sampai pemilik toko yang telah 13 tahun berkorban tidak selesai di tangan Wagub, lalu terpaksa dicarikan penyelesaian ke Presiden, DPR, DPD atau Menteri. Kasihan reputasi Pak Wagub selama ini," ucapnya.

Kalau tidak ada penyelesaian tuntas, ada baiknya Wagub mempertimbangkan mengundang investor lain masuk di PT GAIn, bila Alam Sutera Realty Tbk tidak menyelesaikan kisruh ini secara baik. Oleh karena menyandang nama suci Dewa Wisnu, siapa pun investor yang masuk ke GWK harus berkomitmen membangun kawasan itu sebagai kawasan pariwisata yang mengedepankan budaya, bukan menjadi Real Estate Terpadu seperti dikembangkan Alam Sutera sekarang ini,`` kata Sudiarta Indrajaya menegaskan.

Putu Wirata Dwikora SH dan Made Dewantara Endrawan SH dari Kantor Advokat I Wayan Sudirta SH & Rekan mengingatkan, kalau pemilik toko tidak mendapat keadilan, dan kesewenangan manajemen GWK dibiarkan berlanjut, pasti ada tanda tanya besar dibalik itu.

Karena itu, kata dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan didesak untuk mengusut aset-aset negara yang diberikan untuk membantu pembangunan GWK melalui PT GAIn. Sebab berdasarkan informasi bahwa semasa kepemimpinan orde baru, ada sumbangan baja dari sebuah BUMN untuk membangun tubuh patung, ada sumbangan uang dari pemerintah, serta penyertaan modal PT BTDC (Bali Tourism and Development Corporation) Nusa Dua.

"Kemana semua itu, kok patungnya belum juga berdiri sampai sekarang. Disitu KPK penting untuk mengusut, agar ke depan tidak tersisa permasalahan lagi di GWK," kata Wirata.(I020)

Pewarta: Pewarta : I Komang Suparta

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015