Denpasar (Antara Bali) - Bupati Lombok Barat, H Zaini Arony (60) didakwa telah menyalahgunakan kekuasaannya terkait perizinan pengunaan pemanfaatan tanah (IPPT) tahun 2012 yang diduga melakukan pemerasan Rp1,4 miliar terhadap korban, Putu Gede Djaja, yang merupakan investor asal Bali.

Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Denpasar, Bali, Senin, Jaksa Penunutut Umum (JPU), Dzakiul Fikri dan Ari Kuncoro menyatakan terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum untuk kepentingan diri sendiri terkait rencana proyek pembangunan kawasan wisata terpadu di Desa Buwun Mas, Lombok Barat.

"Terdakwa didakwa Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Pasal 20 Tahun 2001 jo Pasal 421 KUH Pidana jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana," ujar JPU dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Prim Hariadi itu.

JPU juga mendakwa terdakwa dengan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Pasal 20 Tahun 2001 jo Pasal 421 KUH Pidana jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa korban pada Oktober 2010 berkeinginan berinvestasi tanah seluas 170 hektare dengan kesepakatan harga Rp28 miliar untuk membangun kawasan wisata di Desa Buwun Mas, Lombok Barat, untuk menciptakan lapangan pekerjaan di daerah setempat.

Oleh karena, untuk membangun kawasan wisata itu korban harus membuat izin pemanfaatan ruang seperti izin prinsip, izin lokasi, dan izin pengunaan pemanfaatan tanah (IPPT).

Korban diajak bekerja sama oleh terdakwa untuk mengajukan izin tersebut, dengan menggunakan nama perusahaan PT Kembang Kidul Permai untuk mengajukan izin tersebut.

Korban yang yang menunggu perizinan dari terdakwa selaku pejabat negara justru meminta uang kepada korban, Putu Gede Djaja selaku komisaris utama PT Djaja Business Group, Pada 2010 hingga 2013 melakukan pemerasan untuk pembutan IPPT, proyek pembangunan kawasan wisata terpadu di Desa Buwun Mas, Lombok Barat.

Terdakwa melakukan pemerasan terhadap korban, untuk melancarkan perizinan IPPT itu dengan meminta sebanyak dua unit mobil Toyota Inova dengan total Rp295 juta, jam tangan rolex Rp130 juta, satu cincin mata kucing Rp64 juta, uang tunai dengan total Rp700 juta, dan tanah seluas 29.491 meter persegi, di Desa Buwun Mas, Lombok Barat untuk melancarkan proses perizinan itu.

Akibat permintaan terdakwa yang begitu banyak untuk proses perizinan IPPT tersebut, korban merasa tertekan lahir batin.

Dalam sidang tersebut, dilanjutkan dengan agenda eksepsi atau keberatan oleh terdakwa, Zaini yang menyatakan tidak memahami kontek kualitas cerita dakwaan JPU. Namun, dari sisi bahasannya memahami.

"Dakwaan JPU juga tidak jelas, kurang cermat, surat dakwaan tidak formil, dan tidak memenuhi syarat materiil," ujarnya.

Selain itu, terdakwa menganggap, surat dakwaan dapat dibatal demi hukum sesuai Pasal 143 Ayat 3 KUHP, dan pihaknya tidak mengerti uraian rangkaian dari dakwaan JPU.

"Banyak orang lain yang terlibat didalamnya, namun kenapa saya saja yang jadi terdakwa," ujarnya. (WDY)

Pewarta: Oleh I Made Surya

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015