Denpasar (Antara Bali) - Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Provinsi Bali menyarankan calon pemimpin di Kota Denpasar yang akan dipilih dalam pilkada pada akhir 2015 harus mampu mengatasi persoalan kependudukan di daerah itu.
"Di Denpasar, harus ada kriteria bagaimana calon pemimpin itu bisa mengatasi persoalan kependudukan dan mengadopsi cara pemecahan masalah dengan menggunakan nilai-nilai kearifan lokal," kata Ketua AIPI Provinsi Bali Dr Wayan Gede Suacana, di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, saat ini di ibu kota Provinsi Bali itu sudah hampir berimbang antara jumlah penduduk pendatang dengan penduduk lokal. Akibatnya, masyarakat lokal sekarang sudah mulai merasa terdesak oleh penduduk pendatang. "Dalam kondisi persaingan seperti ini, rentan menimbulkan persoalan kriminalitas, kecemburuan sosial dan persoalan lanjutan lainnya," ujarnya.
Akademisi dari Universitas Warmadewa itu berpandangan, selama ini persoalan kependudukan di Denpasar belum terkelola dengan baik. Ia tidak memungkiri "pecalang" atau petugas pengamanan adat juga sudah melaksanakan sidak tetapi itu sifatnya temporer. "Harus dicari cara, di satu sisi memecahkan masalah, tetapi konteks dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ini tidak terganggu," ucapnya.
Di sisi lain, Suacana juga menekankan pentingnya Wali Kota Denpasar ke depan juga memahami laporan kinerja institusi publik dari pemimpin sebelumnya. Dengan demikian, mereka dapat lebih awal mengetahui pemecahan masalah dengan menggunakan pendekatan lokal.
"Di samping persyaratan administrasi, juga substansinya bagaimana bisa mengangkat nilai-nilai kearifan lokal, konsep pelayanan, dan bagaimana pemimpin menempatkan diri sebagai bagian dari rakyat dan bukan atasan," ucap Suacana. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Di Denpasar, harus ada kriteria bagaimana calon pemimpin itu bisa mengatasi persoalan kependudukan dan mengadopsi cara pemecahan masalah dengan menggunakan nilai-nilai kearifan lokal," kata Ketua AIPI Provinsi Bali Dr Wayan Gede Suacana, di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, saat ini di ibu kota Provinsi Bali itu sudah hampir berimbang antara jumlah penduduk pendatang dengan penduduk lokal. Akibatnya, masyarakat lokal sekarang sudah mulai merasa terdesak oleh penduduk pendatang. "Dalam kondisi persaingan seperti ini, rentan menimbulkan persoalan kriminalitas, kecemburuan sosial dan persoalan lanjutan lainnya," ujarnya.
Akademisi dari Universitas Warmadewa itu berpandangan, selama ini persoalan kependudukan di Denpasar belum terkelola dengan baik. Ia tidak memungkiri "pecalang" atau petugas pengamanan adat juga sudah melaksanakan sidak tetapi itu sifatnya temporer. "Harus dicari cara, di satu sisi memecahkan masalah, tetapi konteks dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ini tidak terganggu," ucapnya.
Di sisi lain, Suacana juga menekankan pentingnya Wali Kota Denpasar ke depan juga memahami laporan kinerja institusi publik dari pemimpin sebelumnya. Dengan demikian, mereka dapat lebih awal mengetahui pemecahan masalah dengan menggunakan pendekatan lokal.
"Di samping persyaratan administrasi, juga substansinya bagaimana bisa mengangkat nilai-nilai kearifan lokal, konsep pelayanan, dan bagaimana pemimpin menempatkan diri sebagai bagian dari rakyat dan bukan atasan," ucap Suacana. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015