Beijing (Antara Bali) - Pekan-pekan ini masyarakat digegerkan dengan peredaran dan penjualan beras sintetis alias beras plastik. Tentang ini, seorangmahasiswa doktoral Indonesia di bidang teknologi nano di Bejing, China, Rika Budi, memberi pendapat ilmiahnya.
"Intinya ada tiga jenis beras yang harus diwaspadai, yakni beras imitasi, beras oplosan dan beras beracun plastik," katanya, di Beijing, Minggu.
Budi menuturkan beras imitasi atau beras sintetis terdiri atas pelet plastik berukuran beras, yakni plastik yang di-ekstrusi dibentuk dan berukuran seperti beras. "Beras jenis ini mudah dikenali, karena memang plastik," katanya.
Beras imitasi juga bisa terbuat dari bahan-bahan organik seperti ampas singkong, ampas kelapa, nasi akik, dan jagung, yang direkatkan dengan tepung tapioka atau tepung sagu.
"Campuran organik itu, kemudian dicetak seperti butiran beras, dan dipasarkan layaknya beras asli, dengan tingkatan warna bulir yang beragam, mulai dari putih pucat hingga kecoklatan, seperti tampilan beras merah," ungkapnya menambahkan.
Budi mengemukakan, untuk membedakan beras imitasi jenis ini dengan beras asli dapat dilihat saat beras direndam dan dimasak.
"Saat direndam beras imitasi akan larut dengan sendirinya terutama ketika diaduk buihnya akan banyak. Saat dimasak beras imitasi ini menggumpal dan berbau, selain itu bulir beras jenis ini sangat rapuh karena mudah pecah saat ditekan tangan," ujarnya.
Beras lain yang harus diwaspadai adalah beras yang dibuat bahan serupa, namun dilekatkan menggunakan bahan-bahan lem/lelehan plastik.
"Beras jenis ini mudah sekali dikenali karena saat dimasak menggumpal dan berbau lem atau plastik. Ini jelas berbahaya," tutur Budi.
Ia menambahkan jenis beras tersebut biasa digunakan sebagai alat kalibrasi bagi proses uji kualitas beras pasca panen. Beras imitasi ini, meski dibuat dari bahan ampas organik, namun dilekatkan dengan lelehan plastik atau lem, dan dibuat sebagai alat kalibrasi dengan akurasi tinggi dan mahal, sehingga tidak untuk dikonsumsi.
Selain beragam jenis beras imitasi, terdapat pula beras oplosan yakni beras asli yang dioplos dengan beras dari bahan plastik. "Ini mudah dikenali, karena beras asli akan mengendap saat direndam, dan beras plastik akan mengambang," ujar Budi.
Tak hanya itu ada pula beras beracun bahan plastik, yakni beras asli yang disiram/dilapisi bahan pembuat plastik. Biasanya beras disiram dilapisi plastik agar awet, terutama untuk pengiriman dan penyimpanan yang lebih lama. "Jelas ini tidak layak dikonsumsi," kata Budi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Intinya ada tiga jenis beras yang harus diwaspadai, yakni beras imitasi, beras oplosan dan beras beracun plastik," katanya, di Beijing, Minggu.
Budi menuturkan beras imitasi atau beras sintetis terdiri atas pelet plastik berukuran beras, yakni plastik yang di-ekstrusi dibentuk dan berukuran seperti beras. "Beras jenis ini mudah dikenali, karena memang plastik," katanya.
Beras imitasi juga bisa terbuat dari bahan-bahan organik seperti ampas singkong, ampas kelapa, nasi akik, dan jagung, yang direkatkan dengan tepung tapioka atau tepung sagu.
"Campuran organik itu, kemudian dicetak seperti butiran beras, dan dipasarkan layaknya beras asli, dengan tingkatan warna bulir yang beragam, mulai dari putih pucat hingga kecoklatan, seperti tampilan beras merah," ungkapnya menambahkan.
Budi mengemukakan, untuk membedakan beras imitasi jenis ini dengan beras asli dapat dilihat saat beras direndam dan dimasak.
"Saat direndam beras imitasi akan larut dengan sendirinya terutama ketika diaduk buihnya akan banyak. Saat dimasak beras imitasi ini menggumpal dan berbau, selain itu bulir beras jenis ini sangat rapuh karena mudah pecah saat ditekan tangan," ujarnya.
Beras lain yang harus diwaspadai adalah beras yang dibuat bahan serupa, namun dilekatkan menggunakan bahan-bahan lem/lelehan plastik.
"Beras jenis ini mudah sekali dikenali karena saat dimasak menggumpal dan berbau lem atau plastik. Ini jelas berbahaya," tutur Budi.
Ia menambahkan jenis beras tersebut biasa digunakan sebagai alat kalibrasi bagi proses uji kualitas beras pasca panen. Beras imitasi ini, meski dibuat dari bahan ampas organik, namun dilekatkan dengan lelehan plastik atau lem, dan dibuat sebagai alat kalibrasi dengan akurasi tinggi dan mahal, sehingga tidak untuk dikonsumsi.
Selain beragam jenis beras imitasi, terdapat pula beras oplosan yakni beras asli yang dioplos dengan beras dari bahan plastik. "Ini mudah dikenali, karena beras asli akan mengendap saat direndam, dan beras plastik akan mengambang," ujar Budi.
Tak hanya itu ada pula beras beracun bahan plastik, yakni beras asli yang disiram/dilapisi bahan pembuat plastik. Biasanya beras disiram dilapisi plastik agar awet, terutama untuk pengiriman dan penyimpanan yang lebih lama. "Jelas ini tidak layak dikonsumsi," kata Budi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015