Denpasar (Antara Bali) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali menyosialisasikan Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) yang menyasar pelajar dan para pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Kota Denpasar.
"Saat ini transaksi keuangan lebih diarahkan ke non-tunai karena lebih efisien," kata Kepala MI, Komunikasi dan Layanan Publik Bank Indonesia Provinsi Bali, Edy kristianto usai memberikan sosialisasi di Denpasar, Kamis.
Menurut dia, saat ini menggerakkan penggunaan transaksi non-tunai menjadi salah satu upaya bank sentral itu untuk disosialisasikan kepada masyarakat di dalam melaksanakan sistem pembayaran karena dinilai lebih efektif, mudah dan praktis.
Transaksi non-tunai tersebut di antaranya transaksi dengan menggunakan kartu kredit, kartu debit dan uang elektronik, salah satu teknologi yang kini mulai dikembangkan sejumlah bank di Tanah Air.
Hingga saat ini, baru ada empat bank nasional di Tanah Air yang memiliki inovasi penggunaan uang elektronik tersebut yakni BRI dengan Brizzi, BCA (flash), BNI (tap cash) dan Bank Mandiri dengan e-money, sedangkan BPD Bali kini juga mengembangkan e-money.
BI mencatat bahwa transaksi uang elektronik di Pulau Dewata meningkat signifikan.
Data selama tahun 2014 tercatat, penerbitan kartu dengan dana maksimal Rp1 juta dan tanpa pin itu mencapai 111 ribu kartu dengan jumlah transaksi mencapai Rp14,23 miliar.
Jumlah itu melonjak drastis dibandingkan periode sebelumnya yang hanya mencetak 54 ribu kartu.
Selain mengenalkan GNNT, dalam sosialisasi itu juga disosialisaiskan kewajiban penggunaan uang rupiah dan tugas serta fungsi bank sentral.
"Masih banyak kalangan masyarakat yang belum mengetahui posisi Bank Indonesia sebagai bank sentral yang dikira seperti bank komersial padahal BI memiliki peran strategis dan lebih besar untuk negara," imbuhnya.
Hal tersebut diakui oleh salah satu peserta sosialisasi yakni Kepala Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Denpasar, Ni Luh Made Sri Arpini.
Pihaknya mengapresiasi adanya sosialisasi kebanksentralan tersebut termasuk sosialisasi uang elektronik dan bank sentral yang perlu lebih digencarkan.
Meski kerap berinteraksi langsung dengan kegiatan perbankan, namun ia mengaku tidak mengetahui uang elektronik, meskipun dirinya menjadi salah satu nasabah BPD Bali yang sudah mengeluarkan uang elektronik.
"Belum semua tahu apa itu Bank Indonesia sehingga melalui sosialisasi ini kami tahu banyak tentang BI, rupiah dan uang elektronik. Kami belum pernah secara langsung menerima sosialisasi uang elektronik itu. BPD Bali memiliki e-money, tetapi belum pernah kami disosialisasikan," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Saat ini transaksi keuangan lebih diarahkan ke non-tunai karena lebih efisien," kata Kepala MI, Komunikasi dan Layanan Publik Bank Indonesia Provinsi Bali, Edy kristianto usai memberikan sosialisasi di Denpasar, Kamis.
Menurut dia, saat ini menggerakkan penggunaan transaksi non-tunai menjadi salah satu upaya bank sentral itu untuk disosialisasikan kepada masyarakat di dalam melaksanakan sistem pembayaran karena dinilai lebih efektif, mudah dan praktis.
Transaksi non-tunai tersebut di antaranya transaksi dengan menggunakan kartu kredit, kartu debit dan uang elektronik, salah satu teknologi yang kini mulai dikembangkan sejumlah bank di Tanah Air.
Hingga saat ini, baru ada empat bank nasional di Tanah Air yang memiliki inovasi penggunaan uang elektronik tersebut yakni BRI dengan Brizzi, BCA (flash), BNI (tap cash) dan Bank Mandiri dengan e-money, sedangkan BPD Bali kini juga mengembangkan e-money.
BI mencatat bahwa transaksi uang elektronik di Pulau Dewata meningkat signifikan.
Data selama tahun 2014 tercatat, penerbitan kartu dengan dana maksimal Rp1 juta dan tanpa pin itu mencapai 111 ribu kartu dengan jumlah transaksi mencapai Rp14,23 miliar.
Jumlah itu melonjak drastis dibandingkan periode sebelumnya yang hanya mencetak 54 ribu kartu.
Selain mengenalkan GNNT, dalam sosialisasi itu juga disosialisaiskan kewajiban penggunaan uang rupiah dan tugas serta fungsi bank sentral.
"Masih banyak kalangan masyarakat yang belum mengetahui posisi Bank Indonesia sebagai bank sentral yang dikira seperti bank komersial padahal BI memiliki peran strategis dan lebih besar untuk negara," imbuhnya.
Hal tersebut diakui oleh salah satu peserta sosialisasi yakni Kepala Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Denpasar, Ni Luh Made Sri Arpini.
Pihaknya mengapresiasi adanya sosialisasi kebanksentralan tersebut termasuk sosialisasi uang elektronik dan bank sentral yang perlu lebih digencarkan.
Meski kerap berinteraksi langsung dengan kegiatan perbankan, namun ia mengaku tidak mengetahui uang elektronik, meskipun dirinya menjadi salah satu nasabah BPD Bali yang sudah mengeluarkan uang elektronik.
"Belum semua tahu apa itu Bank Indonesia sehingga melalui sosialisasi ini kami tahu banyak tentang BI, rupiah dan uang elektronik. Kami belum pernah secara langsung menerima sosialisasi uang elektronik itu. BPD Bali memiliki e-money, tetapi belum pernah kami disosialisasikan," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015