Denpasar (Antara Bali) - Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Mustari Irawan menyatakan bahwa digitalisasi arsip negara hingga saat ini baru mencapai sekitar 20 persen dari jutaan lembar data sejarah bangsa.
"Kami menghadapi sejumlah kendala baik peralatan dan kemampuan alat sekarang yang masih terbatas," katanya ditemui di Sanur, Denpasar, Rabu.
Menurut dia, jutaan lembar arsip negara tersebut saat ini masih ditempatkan pada kotak dalam rak sepanjang sekitar tiga kilometer linear, termasuk arsip dalam bentuk foto, film, kaset dan peta.
Dari tiga kilometer itu, sekitar 2,5 kilometer arsip tersebut berisi sejarah dari zaman Hindia-Belanda mulai masa "Vereenigde Oostindische Compagnie" atau VOC tahun 1602. Sedangkan sisanya, lanjut Mustari, berisi arsip sejarah masa kemerdekaan sampai masa saat ini.
Untuk menyiasati kendala belum semua arsip tersebut dalam bentuk digital, ANRI, kata dia, menjalin kerja sama dengan sejumlah pihak termasuk organisasi non-pemerintah di Belanda untuk proses digitalisasi itu. "Selain itu kendala terkait sumber daya manusia dan anggaran mengingat membeli peralatan untuk digital itu sangat mahal," imbuhnya.
Arsip-arsip berharga menyangkut bangsa tersebut, lanjut dia, memerlukan perawatan yang tinggi di antaranya terkait suhu dan kelembaban tertentu agar tidak rusak. "Digitalisasi arsip itu untuk memudahkan masyarakat mendapatkan akses lebih cepat terkait sejarah bangsa," imbuh Mustari. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Kami menghadapi sejumlah kendala baik peralatan dan kemampuan alat sekarang yang masih terbatas," katanya ditemui di Sanur, Denpasar, Rabu.
Menurut dia, jutaan lembar arsip negara tersebut saat ini masih ditempatkan pada kotak dalam rak sepanjang sekitar tiga kilometer linear, termasuk arsip dalam bentuk foto, film, kaset dan peta.
Dari tiga kilometer itu, sekitar 2,5 kilometer arsip tersebut berisi sejarah dari zaman Hindia-Belanda mulai masa "Vereenigde Oostindische Compagnie" atau VOC tahun 1602. Sedangkan sisanya, lanjut Mustari, berisi arsip sejarah masa kemerdekaan sampai masa saat ini.
Untuk menyiasati kendala belum semua arsip tersebut dalam bentuk digital, ANRI, kata dia, menjalin kerja sama dengan sejumlah pihak termasuk organisasi non-pemerintah di Belanda untuk proses digitalisasi itu. "Selain itu kendala terkait sumber daya manusia dan anggaran mengingat membeli peralatan untuk digital itu sangat mahal," imbuhnya.
Arsip-arsip berharga menyangkut bangsa tersebut, lanjut dia, memerlukan perawatan yang tinggi di antaranya terkait suhu dan kelembaban tertentu agar tidak rusak. "Digitalisasi arsip itu untuk memudahkan masyarakat mendapatkan akses lebih cepat terkait sejarah bangsa," imbuh Mustari. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015