Jakarta (Antara Bali) - Stres dan depresi berpengaruh buruk pada orang yang memiliki masalah jantung, demikian kesimpulan hasil penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam Jurnal Circulation 10 Maret lalu. 

Para peneliti mengatakan, orang yang memiliki tingkat stres dan depresi yang tinggi, 48 persen lebih mungkin meninggal dunia karena serangan jantung dibandingkan mereka yang tingkat stres dan depresinya rendah.
"Bagi orang yang baru saja mengalami masalah jantung, kombinasi stres dan depresi berat menciptakan "badai psikososial yang sempurna"," kata para peneliti dalam studi itu. 

"Meningkatnya risiko (kematian) yang diiringi tingkat stres tinggi dan depresi berat kaitannya kuat dan konsisten dengan prilaku-prilaku demografis, sejarah medis, penggunaan obat-obatan dan risiko kesehatan," kata ketua studi Carmela Alcantara yang juga asisten peneliti pada Pusat Kesehatan Universita Columbia, New York City. 

Untuk sampai pada kesimpulan ini, para peneliti melibatkan 5.000 orang berusia 45 tahun berpenyakit jantung koroner dari 2003 hingga 2007. Mereka lalu meminta para partisipan menceritakan gejala depresi dan stresnya melalui kuesioner.  

Hasil studi menemukan, sekitar enam persen atau 247 orang mengalami stres dan depresi tinggi. Setelah enam tahun masa studi, sekitar 1.337 orang meninggal dunia karena serangan jantung. Para peneliti mencatat, orang yang sering stres dan depresi, risiko terkena serangan jantungnya meningkat dalam kurun waktu dua setengah tahun. Namun setelah itu, peningkatan risiko justru tak ada. 

Mereka juga mendapati fakta, meningkatnya risiko terkena serangan jantung hanya terjadi pada orang yang mengalami kombinasi stres dan depresi, bukan salah satunya. Alcantara mengatakan, intervensi prilaku dapat membantu penderita penyakit jantung dalam mengelola stres dan depresi mereka, demikian LiveScience. (WDY)

Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa

Pewarta:

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015