Denpasar (Antara Bali) - Bangunan dan pertokoan di sepanjang jalan baru di Kota Denpasar seperti kawasan Gatot Subroto, Teuku Umar, by pass Ngurah Rai, dan by pass IB Mantra tidak ada mencerminkan arsitektur tradisional Bali.

"Hampir tidak ada ciri budaya (artefak) Bali, nyaris semuanya bangunan tanpa ciri khas Bali, tidak kelihatan adanya pura dan balai banjar," kata Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia di Denpasar, Sabtu.

Ia mengatakan, di kawasan yang berkembang sebagai pusat bisnis dengan bangunan rumah toko (ruko), jika Hari Raya Galungan di depan ruko tidak ada penjor seperti halnya umat Hindu dalam menyambut hari suci memperingati kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (keburukan).

Kawasan-kawasan strategis itu di Kota Denpasar dan sekitarnya sudah didominasi oleh kaum migran dan kapitalis, yang sudah sejak lama mengincarnya.

Windia mengingatkan, para elit sejak lama ingin merubah perda tentang ketinggian bangunan dan perda tentang bangunan stil Bali, alasannya karena tidak efisien.

"Patut dicatat bahwa dalam memelihara kebudayaan, sebaiknya kita mengukur tidak dengan ukuran ekonomi, namun sebaliknya, kita harus mengukur dengan ukuran sosial-budaya," ujar Prof Windia.

Jika pembangunan Bali diukur dari segi ekonomi, maka Bali akan segera hancur dan berantakan. Demikian juga halnya dengan usaha reklamasi di Teluk Benoa, yakin, kegiatan itu akan memperparah banjir di Denpasar, dan mempercepat kehancuran di Pulau Dewata.

Sejumlah pakar mengatakan bahwa usaha reklamasi di Jakarta Utara, adalah bagian dari penyebabkan banjir di kawasan itu. Tapi sekarang, terpaksa justru Pemda DKI yang harus susah payah membeli pompa air untuk mengendalikan banjir di kawasan tersebut.

Demikianlah, usaha-usaha ekonomi yang besar, ternyata kaum kapitalis yang menikmati "manisnya". Sebaliknya rakyat kecil dan pemerintah yang harus menerima "pahitnya".

"Memang kita perlu investasi, tetapi bukan investor yang kapitalistis," ujar Prof Windia. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015