Nusa Dua (Antara Bali) - Sekitar 80 peserta pelatihan terdiri perwakilan berbagai macam organisasi dan lembaga, mendeklarasikan terbentuknya "Jejaring Penyelamat Paus dan Mamalia Laut Bali".
"Kami berkomitmen secara bersama untuk menyelamatkan paus dan mamalia laut lainnya dari berbagai ancaman baik yang diakibatkan oleh alam maupun manusia," demikian kutipan naskah deklarasi dari pelatihan pembangunan jaringan penyelamat mamalia laut terdampar di kawasan wisata Nusa Dua, Jumat.
Peserta pelatihan yang berlangsung sejak Kamis (16/9) itu di antaranya dari Polair Polda Bali, Pokmar AL, Balawista, Pokmaswas, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali serta DKP kabupaten/kota setempat.
Kemudian BROK-KKP, The Westin Resort, BKSDA, Grand Hyatt Nusa Dua, SMA 1 Kuta Selatan, Turtle Guard FKH Unud, APEX Environmental, TNC, Nusa Dua Reef Foundation, Kelompok Nelayan Darmamurti, dan Reef Check Indonesia.
Seperti diungkapkan Saleh Purwanto dari DKP Provinsi Bali, keanggotaan jaringan tersebut terbuka bagi siapa saja yang mau berkomitmen secara bersama dalam upaya penyelamatan paus dan mamalia laut lainnya.
"Intinya, siapa saja, baik pribadi maupun kelompok atau lembaga, bisa menjadi anggota jejaring, termasuk desa pekraman/adat dan majelis utama/majelis madya," ucapnya.
Saleh berpendapat bahwa memasukkan unsur desa pekraman dalam jaringan penyelamat tersebut sangat penting, karena apabila ada kejadian mamalia laut terdampar, perangkat desa adat bisa bertindak dan mengorganisir pihak-pihak terkait untuk mengamankan lokasi maupun penyelamatan satwa terdampar.
Sementara Dr Benjamin Kahn, ahli paus yang telah meneliti "cetacean" atau jenis binatang laut di perairan Bali sejak tahun 2000 menjelaskan bahwa pembentukan jejaring tersebut merupakan langkah tepat dan sangat diperlukan.
Harapannya dari inisiatif pelatihan ini dapat terbentuk sistem unit tanggap cepat guna penyelamatan mamalia laut terdampar, serta membantu penyadaran kepada masyarakat luas akan penyelamatan mamalia laut yang dilindungi.
Dia juga berpendapat pentingnya ada pihak yang bertanggung jawab apabila ada kejadian mamalia laut terdampar. "Menurut saya yang harus bertanggung jawab adalah instansi pemerintah yang terkait langsung, bisa DKP, BKSDA, atau yang lainnya," ucapnya.
Drh Jaya Ratha, MSi dari Turtle Guard FKH Unud yang kerap turun ke lapangan membantu penyelamatan maupun pengumpulan data mamalia laut terdampar di Bali mengungkapkan, temuan mamalia laut terdampar menjadi kesempatan yang sangat baik untuk mempelajari mega-fauna tersebut.
Maraknya paus dan mamalia laut lainnya yang terdampar memerlukan tindakan dan solusi konkrit dari semua kalangan masyarakat. "Ini mengingat sejak tahun 2000 di Bali saja ditemukan 25 kali kejadian terdamparnya mamalia laut," katanya.
Data mamalia laut terdampar juga menunjukkan tren peningkatan, bahkan selama Agustus 2010 saja mencapai lima temuan/kejadian.
Hingga saat ini terdapat 79 jenis mamalia laut yang telah diidentifikasi di seluruh dunia, dan di Indonesia ditemukan 29 jenis. Dari data tersebut, setidaknya tujuh jenis teridentifikasi saat ditemukan terdampar di perairan Bali.
"Jaringan ini nantinya akan bisa mengamankan jalur migrasi mamalia laut di Bali, mencegah kematian mamalia laut yang terdampar dalam keadaan masih hidup serta menjadi pusat data dan informasi," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali I Gusti Putu Nuriartha.
Untuk menindaklanjuti berbagai usulan pembentukan unit-unit seperti unit reaksi cepat, edukasi, pengumpulan data, serta koordinator lapangan kejadian mamalia laut terdampar, dibentuk panitia pengarah yang bertugas merumuskan usulan-usulan tersebut.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010
"Kami berkomitmen secara bersama untuk menyelamatkan paus dan mamalia laut lainnya dari berbagai ancaman baik yang diakibatkan oleh alam maupun manusia," demikian kutipan naskah deklarasi dari pelatihan pembangunan jaringan penyelamat mamalia laut terdampar di kawasan wisata Nusa Dua, Jumat.
Peserta pelatihan yang berlangsung sejak Kamis (16/9) itu di antaranya dari Polair Polda Bali, Pokmar AL, Balawista, Pokmaswas, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali serta DKP kabupaten/kota setempat.
Kemudian BROK-KKP, The Westin Resort, BKSDA, Grand Hyatt Nusa Dua, SMA 1 Kuta Selatan, Turtle Guard FKH Unud, APEX Environmental, TNC, Nusa Dua Reef Foundation, Kelompok Nelayan Darmamurti, dan Reef Check Indonesia.
Seperti diungkapkan Saleh Purwanto dari DKP Provinsi Bali, keanggotaan jaringan tersebut terbuka bagi siapa saja yang mau berkomitmen secara bersama dalam upaya penyelamatan paus dan mamalia laut lainnya.
"Intinya, siapa saja, baik pribadi maupun kelompok atau lembaga, bisa menjadi anggota jejaring, termasuk desa pekraman/adat dan majelis utama/majelis madya," ucapnya.
Saleh berpendapat bahwa memasukkan unsur desa pekraman dalam jaringan penyelamat tersebut sangat penting, karena apabila ada kejadian mamalia laut terdampar, perangkat desa adat bisa bertindak dan mengorganisir pihak-pihak terkait untuk mengamankan lokasi maupun penyelamatan satwa terdampar.
Sementara Dr Benjamin Kahn, ahli paus yang telah meneliti "cetacean" atau jenis binatang laut di perairan Bali sejak tahun 2000 menjelaskan bahwa pembentukan jejaring tersebut merupakan langkah tepat dan sangat diperlukan.
Harapannya dari inisiatif pelatihan ini dapat terbentuk sistem unit tanggap cepat guna penyelamatan mamalia laut terdampar, serta membantu penyadaran kepada masyarakat luas akan penyelamatan mamalia laut yang dilindungi.
Dia juga berpendapat pentingnya ada pihak yang bertanggung jawab apabila ada kejadian mamalia laut terdampar. "Menurut saya yang harus bertanggung jawab adalah instansi pemerintah yang terkait langsung, bisa DKP, BKSDA, atau yang lainnya," ucapnya.
Drh Jaya Ratha, MSi dari Turtle Guard FKH Unud yang kerap turun ke lapangan membantu penyelamatan maupun pengumpulan data mamalia laut terdampar di Bali mengungkapkan, temuan mamalia laut terdampar menjadi kesempatan yang sangat baik untuk mempelajari mega-fauna tersebut.
Maraknya paus dan mamalia laut lainnya yang terdampar memerlukan tindakan dan solusi konkrit dari semua kalangan masyarakat. "Ini mengingat sejak tahun 2000 di Bali saja ditemukan 25 kali kejadian terdamparnya mamalia laut," katanya.
Data mamalia laut terdampar juga menunjukkan tren peningkatan, bahkan selama Agustus 2010 saja mencapai lima temuan/kejadian.
Hingga saat ini terdapat 79 jenis mamalia laut yang telah diidentifikasi di seluruh dunia, dan di Indonesia ditemukan 29 jenis. Dari data tersebut, setidaknya tujuh jenis teridentifikasi saat ditemukan terdampar di perairan Bali.
"Jaringan ini nantinya akan bisa mengamankan jalur migrasi mamalia laut di Bali, mencegah kematian mamalia laut yang terdampar dalam keadaan masih hidup serta menjadi pusat data dan informasi," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali I Gusti Putu Nuriartha.
Untuk menindaklanjuti berbagai usulan pembentukan unit-unit seperti unit reaksi cepat, edukasi, pengumpulan data, serta koordinator lapangan kejadian mamalia laut terdampar, dibentuk panitia pengarah yang bertugas merumuskan usulan-usulan tersebut.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010