London  (Antara Bali) - Populasi kerang dapat terancam oleh perubahan iklim, sebab kondisi itu membuat samudra bertambah asam, kata satu tim peneliti Inggris pada Rabu (24/12).

Di dalam dokumen baru yang disiarkan di jurnal Royal Society, Interface, para peneliti dari University of Glasgow di Skotlandia mendapati kulit kerang telah menjadi lebih rapuh ketika dibentuk di air yang lebih asam.

Menurut Susan Fitzer, pemimpin peneliti tersebut, kondisi itu dapat berarti kerang yang tumbuh di alam liar pada masa depan dapat menjadi lebih rentan terhadap serangan pemangsa, serta dari dampak kekuatan samudra, kata Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi.

Perubahan pada kondisi air samudra juga dapat memiliki dampak pada ketersediaan kerang buat industri perikanan.

Tim peneliti tersebut menyimpan kerang biru di tangki laboratorium, dan mengubah temperatur serta kandungan pH air untuk mensimulasikan empat jenis air samudra yang berbeda. Air itu, yang berisi bermacam tingkat keasaman, diperkirakan ada di samudra selama beberapa dasawarsa ke depan.

"Apa yang kami dapati ialah bagian luar kulit kerang kalsit yang melampaui jejak keasaman tertentu lebih keras dan kuat, sehingga membuatnya jadi lebih rapuh dan mudah pecah jika ditekan, dan bagian  dalam aragonite kulit kerang menjadi lebih lembut," kata Fitzer.

Samudra di dunia menjadi makin asam sebab menyerap sebagian karbon dioksida atmosfir, yang mempengaruhi perubahan iklim. Air bereaksi pada karbon dioksida dan membentuk karbonik asid.

Para ilmuwan memperkirakan pH samudra di dunia akan merosot dari delapan jadi 7,7 paling lambat pada penghujung Abad 21. (Antara/Xinhua-OANA/I018)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014