Negara (Antara Bali) - Nelayan miskin di Kabupaten Jembrana, berharap segera mendapatkan dana kompensasi kenaikan harga BBM, yang belum mereka terima.
"Katanya ada dana dari pemerintah setelah BBM naik, tapi sampai saat ini saya belum menerimanya," kata Samsul, salah seorang nelayan di Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Selasa.
Ia mengaku, sebagai nelayan kecil yang melaut menggunakan sampan, kenaikan harga BBM dari Rp6500 menjadi Rp8500 cukup memberatkannya.
Menurutnya, nelayan di kampungnya rata-rata membeli bensin untuk melaut dari pedagang eceran, yang saat ini mencapai Rp9000 hingga Rp10.000 perliter.
"Kami tidak mungkin membeli langsung ke SPBU, karena hanya membutuhkan satu hingga dua liter setiap hari. Semua nelayan sampan disini seperti itu," ujar Hamid, nelayan lainnya.
Dua nelayan ini mengatakan, agar mencukupi kebutuhan hidup, mereka minimal harus mendapatkan hasil tangkap empat kilogram ikan.
Menurut mereka, saat ini harga ikan setiap kilogram dihargai Rp25 ribu oleh pengepul, sehingga dengan hasil tangkap empat kilogram cukup untuk kebutuhan mereka.
"Tapi ikan yang didapat lebih sering kurang dari itu. Seperti tadi, saya hanya mendapatkan ikan satu kilogram. Dipotong untuk membeli bensin, sisanya tidak cukup untuk keluarga," keluh Samsul.
Samsul dan Hamid tinggal di perkampungan nelayan dengan kondisi yang memprihatinkan, dan hanya mengandalkan hasil tangkapan ikan, dengan peralatan sederhana seperti sampan, mesin tempel dan jaring senar.
Rumah-rumah nelayan di Dusun Ketapang ini sebagian besar masih dari gedek, tanpa dilengkapi MCK, sehingga warga setempat buang hajat di pantai.
Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Jembrana, Made Budiasa saat dikonfirmasi mengaku, dirinya sedang berada di Jakarta mengikuti rapat koordinasi dengan Kementerian Sosial.
"Silahkan minta penjelasan kepada pihak Kantor Pos yang diserahi tanggungjawab membagikan Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Keluarga Sejahtera," katanya.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Katanya ada dana dari pemerintah setelah BBM naik, tapi sampai saat ini saya belum menerimanya," kata Samsul, salah seorang nelayan di Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Selasa.
Ia mengaku, sebagai nelayan kecil yang melaut menggunakan sampan, kenaikan harga BBM dari Rp6500 menjadi Rp8500 cukup memberatkannya.
Menurutnya, nelayan di kampungnya rata-rata membeli bensin untuk melaut dari pedagang eceran, yang saat ini mencapai Rp9000 hingga Rp10.000 perliter.
"Kami tidak mungkin membeli langsung ke SPBU, karena hanya membutuhkan satu hingga dua liter setiap hari. Semua nelayan sampan disini seperti itu," ujar Hamid, nelayan lainnya.
Dua nelayan ini mengatakan, agar mencukupi kebutuhan hidup, mereka minimal harus mendapatkan hasil tangkap empat kilogram ikan.
Menurut mereka, saat ini harga ikan setiap kilogram dihargai Rp25 ribu oleh pengepul, sehingga dengan hasil tangkap empat kilogram cukup untuk kebutuhan mereka.
"Tapi ikan yang didapat lebih sering kurang dari itu. Seperti tadi, saya hanya mendapatkan ikan satu kilogram. Dipotong untuk membeli bensin, sisanya tidak cukup untuk keluarga," keluh Samsul.
Samsul dan Hamid tinggal di perkampungan nelayan dengan kondisi yang memprihatinkan, dan hanya mengandalkan hasil tangkapan ikan, dengan peralatan sederhana seperti sampan, mesin tempel dan jaring senar.
Rumah-rumah nelayan di Dusun Ketapang ini sebagian besar masih dari gedek, tanpa dilengkapi MCK, sehingga warga setempat buang hajat di pantai.
Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Jembrana, Made Budiasa saat dikonfirmasi mengaku, dirinya sedang berada di Jakarta mengikuti rapat koordinasi dengan Kementerian Sosial.
"Silahkan minta penjelasan kepada pihak Kantor Pos yang diserahi tanggungjawab membagikan Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Keluarga Sejahtera," katanya.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014