Jakarta (Antara Bali) - Pakar gigitan ular dan toksikologi dari Rumah Sakit Dokter Ramlan Surabaya, DR. dr. Tri Maharani, M.Si SP.EM. mengatakan Indonesia perlu mengembangkan vaksin antibisa ular yang bersifat monovalen .

         "Saat ini Indonesia baru memiliki Serum Antibisa Ular (SABU) yang polivalen, satu serum untuk semua jenis bisa, belum yang monovalen atau sesuai dengan jenis ular yang menggigit, padahal ini sangat efektif," kata dokter spesialis emergensi yang biasa disapa Maharani tersebut, di Jakarta, Sabtu.

         Namun Maharani mengatakan untuk memakai serum monovalen, tenaga medis di Indonesia perlu mengetahui semua jenis racun ular yang menggigit pasien.

         "Inilah yang menjadi fokus perhatian kita, karena spesialis emergensi saja baru ada 27 orang dan yang memiliki sub-fokus 'snake bite' (gigitan ular) dan toksikologi (ilmu yang mempelajari tentang efek negatif atau efek racun dari bahan kimia dan material lain terhadap tubuh manusia) baru saya sendiri," kata dia.

         Padahal menurut Maharani, kasus gigitan ular di Indonesia cukup banyak. Berdasarkan data yang dikumpulkan pada 2011-2014 di Rumah Sakit di lima kota, yakni Malang, Surabaya, Serang, Batam, dan Merauke, terdapat lebih dari 200 kasus gigitan ular per tahun dan 40 persen di antaranya meninggal dunia.

         "Jumlah itu bisa lebih banyak lagi karena biasanya yang tercatat hanya di rumah sakit, sedangkan di Puskesmas atau bahkan yang tidak sampai dibawa ke layanan kesehatan kadang tidak tercatat," kata dia.

         Oleh karena itu, Maharani telah bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Biofarma untuk membuat vaksin monovalen yang akan diikutsertakan dalam lomba karya ilmiah nasional tahun 2015.

         "Kami memperebutkan hadiah setengah milyar rupiah untuk membiayai riset ini yang akan dilakukan dalam jangka waktu lima tahun," kata dia.

         Serum monovalen yang akan dikembangkan oleh tim tersebut juga dirancang secara khusus untuk jenis-jenis ular yang ada di Indonesia, berbeda dengan yang selama ini telah dibuat oleh Thailand, Malaysia, Singapura, dan Australia.

         "Harapan kami para tenaga medis memiliki pengetahuan, keterampilan dan jaringan dalam menangani kasus gigitan ular sehingga korban yang selamat akan lebih banyak," kata Maharani.

         Terkait jaringan, Maharani dan timnya akan meluncurkan akun sosial media yang akan membahas penanganan gigitan ular dan sosialisasi serum monovalen pada Desember mendatang, di mana praktisi, akademisi dan khalayak luas dapat langsung melakukan tanya-jawab. (WDY)

Pewarta: Oleh A Fitriyanti

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014