Jakarta (Antara Bali) - Sebanyak 3.000 buruh di Jakarta, melakukan unjuk rasa menuntut upaya layak nasional dan mencabut kebijakan yang dinilai merugikan dalam meningkatkan kesejahteraan buruh.

"Kami menuntut upah 2015, upah layak nasional yang sama bagi seluruh buruh Indonesia," kata Wakil Ketua Federasi Perjuangan Buruh Indonesia, Yuni Fitri saat melakukan aksi demontrasi di depan Kantor Balai Kota Jakarta, Senin.

Pantauan Antara, Senin, menunjukan sekitar 3.000 orang gabungan dari organisasi buruh yaitu FPBI, SPKAG, SMBI dan PPI pada pukul 10.00 WIB melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Balai Kota DKI Jakara dan selanjutnya pukul 12.00 WIB buruh bergerak melakukan demontrasi di depan Istana Presiden.

Ribuan demontrasi tersebut berjalan dengan tertib, lancar, karena mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian.

Yuni Fitri mengatakan, pada aksi demontarasi ini, buruh juga menuntut pemerintah mencabut Inpres Nomor 9 Tahun 2013 karena inpres tersebut menyebutkan upah harus 100 persen KHL, padahal KHL Jakarta hanya Rp2,3 juta. Idealnya upah layak yang diterima buruh Rp4,3 juta.

"Jika Inpres KHL ini diberlakukan, maka buruh akan semakin sulit untuk hidup layak, karena biaya hidup di Jakarta semakin tinggi," ujarnya.

Ia mengatakan, upah layak buruh ini pada faktanya tidak menjawab kebutuhan hidup layak buruh sehingga buruh menuntut upah berdasarkan 60 KHL tetapi berdasarkan komponen yang riil.

"Pemerintah hanya melihat kenaikan barang pada toko dan grosir, tidak melihat kenaikan kebutuhan pokok ditingkat pedagang pengeceran yang mengalami kenaikan yang tinggi dan tidak sesuai dengan upah yang diterima buruh," ujarnya.
Untuk itu, kata dia, pemerintah untuk mencabut Inpres Nomor 9 Tahun 2013 dan ubah Permen Nomor 13 Tahun 2013 untuk meningkatkan kesejahteraan buruh.

"Upah yang layak untuk buruh sebesar Rp4,3 juta, sehingga buruh bisa meningkatkan kesejahteraan keluarganya," ujarnya.

Menurut dia, selama ini, upah yang diterima buruh hanya cukup untuk kebutuhan makan, sementara kebutuhan keluarga lainnya tidak mencukupi.

"Upah yang diterima diibaratkan gali lubang tutup lubang, karena hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari, sementara kebutuhan lainnya dan biaya sekolah anak tidak mencukupi," ujarnya. (WDY)

Pewarta:

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014