Jakarta (Antara Bali) - Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN), Nus Nuzulia Ishak mengatakan perjanjian internasional dan hasil sejumlah konvensi tentang perikanan menghambat perdagangan ikan dan produk ikan asal Indonesia.
"Hambatannya kebanyakan seperti isu lingkungan, perlindungan terhadap spesies hewan tertentu, dan isu pekerja anak pada produk-produk perikanan," kata Nus di Jakarta, Sabtu.
Nus mengatakan investasi perdagangan internasional produk perikanan saat ini tidak hanya dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran saja, tetapi juga ditentukan oleh hasil konvensi dan perjanjian internasional.
Sejumlah mekanisme perdagangan komoditi perikanan yang diberlakukan saat ini antara lain perjanjian internasional Code of Conduct for Responsible Fisheries, International Convention for the Concervation of Atlantic Tuna (ICCAT, Indian Ocean Tuna Commision, dan Agreement of Straddling Stocks yang bernuansa menjaga kelestarian sumber daya perikanan.
Kemudian perlindungan internasional terhadap satwa yang terancam punah seperti Convention on International Trade Endangered Species (CITES), dan Agreement Technical Barriers to Trade yang mengatur tentang pengawasan dan pengendalian mutu perikanan.
Menurutnya standar dan aturan yang berbeda di negara importir pada negara eksportir untuk menjamin bahwa produk tersebut memenuhi persyaratan keamanan pangan menjadi salah satu hambatan yang dialami eksportir Indonesia.
"Berbagai macam standar nasional dan sistem pemeriksaan mungkin akan menciptakan hambatan perdagangan yang baru," kata dia.
Ia menambahkan, produk perikanan tangkap asal Indonesia belum mendapat sertifikasi internasional tentang produk yang dihasilkan dengan cara-cara lestari seperti yang dimuat dalam The Marine Stewardship Council (MSC), meski pemerintah sudah mengajukan sertifikat tersebut sejak 2010.
"Hal ini menjadi berat jika importir tidak bisa menangani hal ini, banyak kargo yang sudah lama berada di pelabuhan sehingga sudah tidak layak dikonsumsi sedangkan biaya produksinya sudah sangat besar," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Hambatannya kebanyakan seperti isu lingkungan, perlindungan terhadap spesies hewan tertentu, dan isu pekerja anak pada produk-produk perikanan," kata Nus di Jakarta, Sabtu.
Nus mengatakan investasi perdagangan internasional produk perikanan saat ini tidak hanya dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran saja, tetapi juga ditentukan oleh hasil konvensi dan perjanjian internasional.
Sejumlah mekanisme perdagangan komoditi perikanan yang diberlakukan saat ini antara lain perjanjian internasional Code of Conduct for Responsible Fisheries, International Convention for the Concervation of Atlantic Tuna (ICCAT, Indian Ocean Tuna Commision, dan Agreement of Straddling Stocks yang bernuansa menjaga kelestarian sumber daya perikanan.
Kemudian perlindungan internasional terhadap satwa yang terancam punah seperti Convention on International Trade Endangered Species (CITES), dan Agreement Technical Barriers to Trade yang mengatur tentang pengawasan dan pengendalian mutu perikanan.
Menurutnya standar dan aturan yang berbeda di negara importir pada negara eksportir untuk menjamin bahwa produk tersebut memenuhi persyaratan keamanan pangan menjadi salah satu hambatan yang dialami eksportir Indonesia.
"Berbagai macam standar nasional dan sistem pemeriksaan mungkin akan menciptakan hambatan perdagangan yang baru," kata dia.
Ia menambahkan, produk perikanan tangkap asal Indonesia belum mendapat sertifikasi internasional tentang produk yang dihasilkan dengan cara-cara lestari seperti yang dimuat dalam The Marine Stewardship Council (MSC), meski pemerintah sudah mengajukan sertifikat tersebut sejak 2010.
"Hal ini menjadi berat jika importir tidak bisa menangani hal ini, banyak kargo yang sudah lama berada di pelabuhan sehingga sudah tidak layak dikonsumsi sedangkan biaya produksinya sudah sangat besar," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014