Jakarta (Antara Bali) - Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sharif Cicip Sutardjo mengatakan, pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah Amerika Serikat terus berkomitmen untuk mengatasi tindakan penangkapan ikan ilegal di kawasan perairan Indonesia.

"Kedua negara menyatakan komitmennya untuk mengambil langkah-langkah praktis lanjutan dalam memerangi kegiatan `Ilegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing`," kata Sharif Cicip Sutardjo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Sebagaimana diketahui, Menteri Kelautan dan Perikanan pada saat ini sedang melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat, antara lain ke kantor National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) di New York, 23 September 2014.

Pertemuan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan NOAA membahas kerja sama dalam rangka penguatan kapasitas kelembagaan untuk memberantas IUU Fishing serta perencanaan tata ruang laut.

Sharif juga memaparkan, selama ini kemitraan strategis antara Indonesia dan AS berkembang dengan baik, dengan hasil nyata berupa kerja sama bilateral di berbagai sektor kelautan dan perikanan.

"Praktik IUU Fishing secara nyata mengancam pencapaian visi pembangunan kelautan dan perikanan yang memiliki dampak negatif terhadap keberlangsungan stok ikan, lingkungan, mata pencaharian masa depan masyarakat kelautan dan pesisir," tegasnya.

Terkait penerapan teknologi, Indonesia telah menerapkan sistem pemantauan kapal perikanan ("Vessel Monitoring System"/VMS) yang merupakan salah satu bentuk sistem pengawasan di bidang penangkapan ikan dengan menggunakan peralatan pemantauan kapal perikanan berbasis satelit.

Tujuan VMS adalah untuk memastikan kepatuhan kapal perikanan terhadap ketentuan pengelolaan sumber daya perikanan, sedangkan sasarannya adalah terwujudnya kelestarian sumber daya perikanan sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat.

"Hal ini merupakan langkah nyata dan bentuk keseriusan KKP dalam mewujudkan pengelolaan perikanan dan penanggulangan serta pemberantasan `IUU Fishing`," ucapnya.

Selain itu, ujar dia, data VMS juga digunakan untuk memverifikasi hasil tangkapan ikan dalam rangka penerbitan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI) sesuai ketentuan Komisi Uni Eropa.

KKP juga telah menjalankan program Sistem Pengawasan Berbasis Masyarakat dengan menyiagakan 2.195 Kelompok Masyarakat Pengawas di seluruh wilayah Indonesia.

Saat ini, KKP memiliki 31 kapal patroli pengawas, dengan 10 kapal beroperasi di wilayah perikanan Indonesia Barat seperti Natuna, Anambas, dan Karimata.

Sedangkan sebanyak 11 lainnya di Indonesia Timur, tepatnya di perairan Sulawesi dan Arufuru. Sedangkan enam lainnya merupakan kapal kecil yang operasionalnya dibagi secara seimbang antara dua wilayah itu. (WDY)

Pewarta:

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014