Denpasar (Antara Bali) - Volume sampah di Bali rata-rata 10.005,83 meter kubik per hari, namun belum ditangani hingga tuntas sampai ke tempat pembuangan akhir di masing-masing kabupaten/kota.
"Sisa-sisa yang tidak bermanfaat itu terdiri atas sampah plastik 13 persen, sampah anorganik lainnya 20 persen, dan lainnya 67 persen sampah organik," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali I Nyoman Astawa Riadi di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan sampah plastik dalam beberapa tahun belakangan ini menjadi momok yang menakutkan, karena jika dibakar menimbulkan dioksin yang mencemari udara dan jika ditanam memerlukan waktu yang sangat lama untuk terdegradasi.
Atas kondisi tersebut Gubernur Bali Made Mangku Pastika mencanangkan Bali menjadi Pulau Bersih dan Hijau (Bali Clean and Green) bertepatan dengan pembukaan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang pengelolaan lingkungan hidup di Nusa Dua, Kabupaten Badung 22 Februari 2010.
Hal itu mengisyaratkan semua pihak di Bali melakukan gerakan kebersihan pada lahan-lahan yang berfungsi lindung dan lahan kritis.
Nyoman Astawa Riadi mengingatkan, untuk mewujudkan Bali yang bersih dari sampah plastik menuju Bali Clean and Green" menghadapi banyak tantangan yang harus dapat dihadapi dengan baik.
Tantangan itu antara lain tingginya tingkat pertumbuhan penduduk yang mencapai rata-rata 1,4 persen per tahun, perubahan gaya hidup dengan komersialisme dan materialisme.
Selain itu tingginya volume sampah yang berasal dari rumah tangga yang umumnya mengandung sampah plastik.
Oleh sebab itu perlu menerapkan manajemen pengelolaan sampah yakni kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang menyangkut pengurangan dan penanganan sampah dari hulu ke hilir.
Nyoman Astawa Riadi menjelaskan, demikian pula pengelolaan sampah organik bisa mengalami pelapukan terurai yang menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau yang lumrah disebut kompos.
"Kompos bisa dibuat dari berbagai cara dengan skala kecil maupun besar tingkat rumah tangga sehingga penanganan sampah menjadi lebih ringan," ujar Nyoman Astawa Riadi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Sisa-sisa yang tidak bermanfaat itu terdiri atas sampah plastik 13 persen, sampah anorganik lainnya 20 persen, dan lainnya 67 persen sampah organik," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali I Nyoman Astawa Riadi di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan sampah plastik dalam beberapa tahun belakangan ini menjadi momok yang menakutkan, karena jika dibakar menimbulkan dioksin yang mencemari udara dan jika ditanam memerlukan waktu yang sangat lama untuk terdegradasi.
Atas kondisi tersebut Gubernur Bali Made Mangku Pastika mencanangkan Bali menjadi Pulau Bersih dan Hijau (Bali Clean and Green) bertepatan dengan pembukaan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang pengelolaan lingkungan hidup di Nusa Dua, Kabupaten Badung 22 Februari 2010.
Hal itu mengisyaratkan semua pihak di Bali melakukan gerakan kebersihan pada lahan-lahan yang berfungsi lindung dan lahan kritis.
Nyoman Astawa Riadi mengingatkan, untuk mewujudkan Bali yang bersih dari sampah plastik menuju Bali Clean and Green" menghadapi banyak tantangan yang harus dapat dihadapi dengan baik.
Tantangan itu antara lain tingginya tingkat pertumbuhan penduduk yang mencapai rata-rata 1,4 persen per tahun, perubahan gaya hidup dengan komersialisme dan materialisme.
Selain itu tingginya volume sampah yang berasal dari rumah tangga yang umumnya mengandung sampah plastik.
Oleh sebab itu perlu menerapkan manajemen pengelolaan sampah yakni kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang menyangkut pengurangan dan penanganan sampah dari hulu ke hilir.
Nyoman Astawa Riadi menjelaskan, demikian pula pengelolaan sampah organik bisa mengalami pelapukan terurai yang menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau yang lumrah disebut kompos.
"Kompos bisa dibuat dari berbagai cara dengan skala kecil maupun besar tingkat rumah tangga sehingga penanganan sampah menjadi lebih ringan," ujar Nyoman Astawa Riadi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014