Jakarta (Antara Bali) - Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengimbau adanya kenaikan pajak tembakau karena dinilai berhasil mengurangi dan mencegah perokok terutama di kalangan remaja.

"Penelitian menunjukkan bahwa pajak yang tinggi sangat efektif dalam mengurangi penggunaan tembakau di kalangan kelompok-kelompok berpenghasilan rendah dan dalam mencegah orang-orang muda dari mulai menggunakan tembakau," kata Direktur Regional WHO untuk Asia Tenggara, Poonam Khetrapal Singh, dalam pernyataan pers WHO SEARO di Jakarta, Rabu.

Kenaikan harga rokok hingga 10 persen karena pajak tembakau diperkirakan akan mengurangi konsumsi tembakau hingga 8 persen di sebagian besar negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

"Peningkatan cukai tembakau akan meningkatkan pendapatan pemerintah secara signifikan dan akan memungkinkan orang untuk meningkatkan konsumsi mereka kebutuhan seperti makanan, pendidikan dan perawatan kesehatan," tambah Singh.

Sementara itu, Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) telah menetapkan target pengurangan konsumsi tembakau sebesar 30 persen pada tahun 2025.

Pengurangan jumlah perokok itu penting karena di Kawasan Asia Tenggara, lebih dari 1,3 juta orang meninggal setiap tahunnya dari kematian terkait tembakau sehingga penurunan konsumsi tembakau karena pajak yang lebih tinggi dan harga itu diharap akan mengurangi kematian dan penyakit terkait tembakau kedepannya.

Negara-negara di WHO Kawasan Asia Tenggara memiliki jumlah perokok yang mencapai 25 persen dari jumlah global dan 90 persen dari pengguna tembakau tanpa asap di dunia.

Prevalensi penggunaan tembakau menunjukkan tren peningkatan dikalangan pemuda dimana hampir 15 persen siswa berusia 13--15 tahun menggunakan beberapa bentuk tembakau dan mayoritas dari mereka menggunakan produk tembakau tanpa asap.

Kebijakan harga yang melibatkan perpajakan telah menjadi instrumen utama untuk pengendalian tembakau di banyak negara di kawasan Asia Tenggara.

Total pajak dari harga eceran rokok berkisar dari 35 persen di Timor Leste hingga 74 persen di Sri Lanka.

Sedangkan pendapatan pajak rokok dari harga eceran meningkat antara tahun 2009 dan 2013 di negara-negara seperti Bangladesh sebesar 67 persen menjadi 71 persen, Maladewa 30 persen menjadi 49 persen, Nepal dari 25 persen menjadi 35 persen, Sri Lanka dari 72 persen menjadi 74 persen dan Thailand dari 64 persen menjadi 70 persen.

WHO mendesak negara-negara untuk meningkatkan pajak pada semua produk tembakau ketingkat yang bisa mengurangi konsumsi tembakau.

"WHO akan terus mendukung pemerintah dalam upaya mereka untuk melindungi generasi sekarang dan mendatang dari kerusakan kesehatan serta konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi dari penggunaan tembakau," demikian Singh. (WDY)

Pewarta: Oleh Arie Novarina

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014