Denpasar (Antara Bali) - Para petani stroberi di sekitar Danau Buyan, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali, belakangan banyak yang mengalami gagal panen dan berdampak turunnya pendapatan akibat cuaca buruk.
"Saya sudah menanam sejak tujuh bulan lalu, namun sampai saat ini buah stroberi belum bisa dipanen," kata Putu Ariawan (36) petani di Dusun Dasong, Desa Pancasari, diitemui wartawan peserta pelatihan jurnalistik lingkungan di Buleleng, Sabtu.
Dijelaskan, kondisi tersebut diduga disebabkan oleh cuaca yang buruk, sehingga membuat buah stroberi tidak bisa terus berkembang dengan baik.
Lambatnya pertumbuhan buah stroberi tersebut banyak ditemukan di pesisir selatan Danau yang memiiki panormana indah itu.
Padahal, biasanya jika cuaca bagus dan tidak ada hama penyakit, buah stroberi sudah bisa dipetik hasilnya pada usia tiga bulan.
Sementara buah stroberi di atas lahan sekira satu hektare di lahannya, saat ini tidak dapat berkembang dengan baik.
Sebenarnya, upaya untuk merawat tanaman buah yang telah dijadikan andalan pendapatan petani setempat untuk menopang kehidupan itu, sudah dilakukan mulai perawatan rutin hingga pemanfaaan pupuk kandang guna mengantisipasi serangan hama penyakit.
Dengan buruknya kualiatas buah stroberi tersebut, dia mengaku khawatir bakal menanggung kerugian lebih besar lagi. "Jika kualitas buruk harga stroberi ditingkat petani bisa jatuh sampai Rp3.000 per kilogram," ujar Putu Ariawan.
Saat kondisi normal dan cuaca mendukung, ia mengaku mampu menghasilkan produksi hingga 18 kilogram per dua hari, sedangkan kondisi belakangan ini diperkirakan hanya mampu memanen 3 kg.
Berdasar pantauan di lapangan, budidaya stroberi yang ditanam para petani setempat itu terlihat tidak seragam pertumbuhannya. Banyak tanaman yang belum berbuah namun tak sedikit yang belum menunjukkan tanda tanda berbuah, juga daun daunnya tidak lebat dan sebagian mengering.
"Kami akan terus rawat sampai benar-benar bisa siap dipanen meski jelas hal itu akan menimbulkan kerugian karena keterlambatan masa panen," ujar petani lainnya di hadapan wartawan yang mengikuti kegiatan kerja sama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar dan masyarakat jurnalis lingkungan "Society of Indonesia Enviromental Jurnalis" (SIEJ).
Buah stroberi biasanya masih produktif sampai usia tiga tahun, karenanya petani stroberi di wilayah itu tetap berharap tanamannya masih dapat berbuah.
Di pihak lain, para petani juga tidak memiliki posisi tawar kuat. Meraka terdesak kebutuhan, sehingga memilih bekerjasama dengan tengkulak.
"Tengkulak sudah memberi uang lebih dahulu sebelum buah stroberi dipanen. Memang sih petani risikonya kecil karena jika panenan banyak sudah jelas ada yang membeli," sambungnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010
"Saya sudah menanam sejak tujuh bulan lalu, namun sampai saat ini buah stroberi belum bisa dipanen," kata Putu Ariawan (36) petani di Dusun Dasong, Desa Pancasari, diitemui wartawan peserta pelatihan jurnalistik lingkungan di Buleleng, Sabtu.
Dijelaskan, kondisi tersebut diduga disebabkan oleh cuaca yang buruk, sehingga membuat buah stroberi tidak bisa terus berkembang dengan baik.
Lambatnya pertumbuhan buah stroberi tersebut banyak ditemukan di pesisir selatan Danau yang memiiki panormana indah itu.
Padahal, biasanya jika cuaca bagus dan tidak ada hama penyakit, buah stroberi sudah bisa dipetik hasilnya pada usia tiga bulan.
Sementara buah stroberi di atas lahan sekira satu hektare di lahannya, saat ini tidak dapat berkembang dengan baik.
Sebenarnya, upaya untuk merawat tanaman buah yang telah dijadikan andalan pendapatan petani setempat untuk menopang kehidupan itu, sudah dilakukan mulai perawatan rutin hingga pemanfaaan pupuk kandang guna mengantisipasi serangan hama penyakit.
Dengan buruknya kualiatas buah stroberi tersebut, dia mengaku khawatir bakal menanggung kerugian lebih besar lagi. "Jika kualitas buruk harga stroberi ditingkat petani bisa jatuh sampai Rp3.000 per kilogram," ujar Putu Ariawan.
Saat kondisi normal dan cuaca mendukung, ia mengaku mampu menghasilkan produksi hingga 18 kilogram per dua hari, sedangkan kondisi belakangan ini diperkirakan hanya mampu memanen 3 kg.
Berdasar pantauan di lapangan, budidaya stroberi yang ditanam para petani setempat itu terlihat tidak seragam pertumbuhannya. Banyak tanaman yang belum berbuah namun tak sedikit yang belum menunjukkan tanda tanda berbuah, juga daun daunnya tidak lebat dan sebagian mengering.
"Kami akan terus rawat sampai benar-benar bisa siap dipanen meski jelas hal itu akan menimbulkan kerugian karena keterlambatan masa panen," ujar petani lainnya di hadapan wartawan yang mengikuti kegiatan kerja sama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar dan masyarakat jurnalis lingkungan "Society of Indonesia Enviromental Jurnalis" (SIEJ).
Buah stroberi biasanya masih produktif sampai usia tiga tahun, karenanya petani stroberi di wilayah itu tetap berharap tanamannya masih dapat berbuah.
Di pihak lain, para petani juga tidak memiliki posisi tawar kuat. Meraka terdesak kebutuhan, sehingga memilih bekerjasama dengan tengkulak.
"Tengkulak sudah memberi uang lebih dahulu sebelum buah stroberi dipanen. Memang sih petani risikonya kecil karena jika panenan banyak sudah jelas ada yang membeli," sambungnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010