Denpasar (Antara Bali) - Terdakwa korupsi pengadaan sertifikasi tanah oleh pemerintah melalui Program Nasional Agraria (Prona) senilai Rp265 juta I Putu Wibawa di Desa Sumberkima, Kabupaten Buleleng divonis satu tahun penjara.
Terdakwa juga dikenai denda senilai Rp50 juta subsider satu bulan penjara.
"Terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan prona di Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng," kata Ketua Majelis Hakim I Made Suweda di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Rabu.
Terdakwa yang merupakan mantan kepala desa Sumberkima melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Hal yang memberatkan terdakwa adalah tidak mendukung upaya pemerintah dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. "Hal yang meringankan terdakwa sebagai kepala keluarga yang masih memiliki tanggungan, bersikap sopan selama persidangan, dan mengembalikan semua dana yang diterimanya" kata Made Suweda.
Kasus tersebut berawal dari program prona Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Buleleng pada tahun 2008 yang menganggarkan dana senilai Rp310 juta untuk penerbitan 1.000 sertifikat tanah. Penerbitan sertifikat untuk setiap bidang tanah senilai Rp310.000 yang dianggarkan untuk biaya permohonan blangko dan biaya sosialisasi pada masyarakat.
Namun, terdakwa mengenakan pungutan senilai Rp600.000 per sertifikat untuk sebidang tanah sehingga total uang yang terkumpul Rp160 juta dari 267 pemohon.
Sedangkan tahun 2011 anggaran yang disediakan BPN Rp1,2 miliar untuk penerbitan 4.000 lembar sertifikat. Namun Putu Wibawa malah melakukan pungutan setiap sertifikat Rp700.000. Pada saat itu total pemohon 150 orang sehingga uang yang terkumpul Rp105 juta.
Pada tahun 2008 dana yang terkumpul dari para pemohon Prona tersebut dipergunakan antara lain, diserahkan kepada Gede Kardin Yudiasa selaku koordinator Prona Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Rp80 juta.
Selain itu dana tersebut juga diberikan kepada delapan kepala dusun di Desa Sumberkima, Sekretaris Desa Sumberkima I Ketut Wirten Rp3 juta, dan terdakwa sendiri menerima Rp4,5 juta.
Selanjutnya pada tahun 2011 dana yang dihimpun dari masyarakat juga dipergunakan oleh terdakwa seperti tahun 2008, sisa dana yang dia bawa mencapai Rp26 juta. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Terdakwa juga dikenai denda senilai Rp50 juta subsider satu bulan penjara.
"Terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan prona di Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng," kata Ketua Majelis Hakim I Made Suweda di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Rabu.
Terdakwa yang merupakan mantan kepala desa Sumberkima melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Hal yang memberatkan terdakwa adalah tidak mendukung upaya pemerintah dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. "Hal yang meringankan terdakwa sebagai kepala keluarga yang masih memiliki tanggungan, bersikap sopan selama persidangan, dan mengembalikan semua dana yang diterimanya" kata Made Suweda.
Kasus tersebut berawal dari program prona Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Buleleng pada tahun 2008 yang menganggarkan dana senilai Rp310 juta untuk penerbitan 1.000 sertifikat tanah. Penerbitan sertifikat untuk setiap bidang tanah senilai Rp310.000 yang dianggarkan untuk biaya permohonan blangko dan biaya sosialisasi pada masyarakat.
Namun, terdakwa mengenakan pungutan senilai Rp600.000 per sertifikat untuk sebidang tanah sehingga total uang yang terkumpul Rp160 juta dari 267 pemohon.
Sedangkan tahun 2011 anggaran yang disediakan BPN Rp1,2 miliar untuk penerbitan 4.000 lembar sertifikat. Namun Putu Wibawa malah melakukan pungutan setiap sertifikat Rp700.000. Pada saat itu total pemohon 150 orang sehingga uang yang terkumpul Rp105 juta.
Pada tahun 2008 dana yang terkumpul dari para pemohon Prona tersebut dipergunakan antara lain, diserahkan kepada Gede Kardin Yudiasa selaku koordinator Prona Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Rp80 juta.
Selain itu dana tersebut juga diberikan kepada delapan kepala dusun di Desa Sumberkima, Sekretaris Desa Sumberkima I Ketut Wirten Rp3 juta, dan terdakwa sendiri menerima Rp4,5 juta.
Selanjutnya pada tahun 2011 dana yang dihimpun dari masyarakat juga dipergunakan oleh terdakwa seperti tahun 2008, sisa dana yang dia bawa mencapai Rp26 juta. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014