Peneliti Menemukan Cara Baru Melawan Depresi

Jumat, 18 April 2014 19:42 WIB

Washington (Antara Bali) - Peneliti Amerika Serikat menyatakan bahwa mereka telah menemukan strategi terapi konseptual baru yang berlawanan dengan intuisi untuk melawan depresi.

Alih-alih meredakan kerja neuron dengan stres yang menyebabkan depresi, peneliti dari Icahn School of Medicine di New York menunjukkan bahwa mengaktifkan neuron-neuron ini justru bisa membantu mengakhiri depresi pada tikus.

Temuan yang dipublikasikan di jurnal Science itu sangat mengejutkan sehingga tim peneliti berpikir terapi itu bisa mengarah ke terapi baru yang untuk mendorong ketahanan alamiah terhadap depresi pada manusia.

"Ada pepatah dalam bahasa Tiongkok: wu ji bi fan yang berarti suatu hal akan berkembang berlawanan ketika mereka menjadi ekstrim," kata penulis utama studi itu, Ming-Han Hu, asisten profesor di Icahn School of Medicine.

"Strategi terapi klasik untuk mengidentifikasi penyebab penyakit dan kemudian membalikkannya. Studi kami menemukan, kami juga dapat mencapai hasil yang diharapkan dengan meningkatkan mekanisme penyebab depresi lebih jauh," tambahnya.

Penelitian sebelumnya menunjukkan, ketika arus saluran kation meningkat pada tikus, neuron dopamin di daerah tegmental ventral (VTA) dari otak mereka dapat menjadi hiperaktif dan, pada gilirannya, tikus menjadi tertekan.

Dalam studi baru, para peneliti terkejut saat menemukan bahwa meskipun neuron dopamin di VTA bertahan (non-depresi) tikus normal, arus saluran ion mereka meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan rentan (depresi) rekan-rekan mereka.

Namun neuron dari tikus tangguh juga menunjukkan peningkatan simultan dalam penghambatan arus saluran kalium, kata Han.

Dengan logika ini, mungkin tikus rentan hanya membutuhkan dorongan arus rangsangan untuk mengaktifkan arus kompensasi mereka.

"Ini merupakan ide gila, tapi berhasil," ujarnya Han.

Untuk menguji hal ini, tim Han berulang kali menginfus VTA tikus rentan, selama lima hari, dengan obat yang dikenal untuk meningkatkan arus rangsangan.

Seperti hipotesis, hewan menunjukkan pembalikan besar dalam perilaku dan efek antidepresan, seperti menjadi lebih ramah dan mengembalikan senyum manis mereka. Neuron VTA hiperaktif juga dinormalisasi.

Para peneliti juga mencapai hasil yang sama dengan menggunakan stimulasi optogenetic kronis untuk menaikkan aktivitas neuronal.

"Temuan tersebut mengungkapkan mekanisme yang sangat baru yang mengontrol kerentanan individu atau ketahanan terhadap stres sosial kronis," kata Eric Nestler, profesor dari Icahn School of Medicine, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

Menurut dia, penemuan ini bisa berimplikasi pada pengembangan pengobatan baru untuk depresi dan gangguan stres terkait lainnya.

Penerjemah: Sella Panduarsa Gareta

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014

Terkait

Gangguan tidur pada lansia bisa picu depresi

Selasa, 21 September 2021 20:21

Mako Brimob Bali diterobos pria diduga depresi

Kamis, 14 November 2019 18:27
Terpopuler