Jakarta (Antara Bali) - Salah satu cara yang dapat membantu penderita autisme hidup
seperti orang normal adalah penerimaan yang diberikan masyarakat
terhadap keberadaan mereka.
"Mereka (penderita autisme) sangat mungkin bisa hidup normal, salah satunya jika lingkungan masyarakat termasuk orang tua menerima keberadaan mereka,"ujar Chrisdina, Head of London School Centre Autism Awareness (LSCAA) dalam festival bagi penderita autisme di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, masyarakat setidaknya dapat bersikap wajar saat penderita autisme berada di sekitar mereka.
Jika memungkinkan, mereka dapat mengajak penderita autisme berkomunikasi seperti orang normal pada umumnya.
Ia mengungkapkan hal ini dapat terwujud jika setidaknya ada pemahaman mengenai autismei, misalnya gejala yang umum ditemukan pada penderita autisme, perbedaan dalam berkomunikasi dan sebagainya.
Menurut Dina, pihaknya pun telah melakukan sejumlah upaya untuk membantu mengedukasi masyarakat soal autisme, seperti edukasi dalam bentuk kampanye di pusat-pusat perbelanjaan, sekolah-sekolah, pemberian eduksi untuk guru-guru dan penerbitan newsletter setiap dua bulan.
"Melalui cara ini kami berharap masyarakat bisa mengenal soal keberadaan anak autis di sekitar mereka. Paling tidak paham soal autisme," ungkapnya.
Ia menambahkan, para orang tua tak perlu malu mengakui jika anaknya menderita autisme.
Menurutnya, keterbukaan dan penerimaan orang tua merupakan upaya yang turut mendukung penderita autisme hidup dengan normal.
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak yang terjadi di bawah usia tiga tahun.
Gangguan perkembangan ini meliputi gangguan kemampuan berkomunikasi, kemampuan berinteraksi sosial dan kemampuan berperilaku.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Mereka (penderita autisme) sangat mungkin bisa hidup normal, salah satunya jika lingkungan masyarakat termasuk orang tua menerima keberadaan mereka,"ujar Chrisdina, Head of London School Centre Autism Awareness (LSCAA) dalam festival bagi penderita autisme di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, masyarakat setidaknya dapat bersikap wajar saat penderita autisme berada di sekitar mereka.
Jika memungkinkan, mereka dapat mengajak penderita autisme berkomunikasi seperti orang normal pada umumnya.
Ia mengungkapkan hal ini dapat terwujud jika setidaknya ada pemahaman mengenai autismei, misalnya gejala yang umum ditemukan pada penderita autisme, perbedaan dalam berkomunikasi dan sebagainya.
Menurut Dina, pihaknya pun telah melakukan sejumlah upaya untuk membantu mengedukasi masyarakat soal autisme, seperti edukasi dalam bentuk kampanye di pusat-pusat perbelanjaan, sekolah-sekolah, pemberian eduksi untuk guru-guru dan penerbitan newsletter setiap dua bulan.
"Melalui cara ini kami berharap masyarakat bisa mengenal soal keberadaan anak autis di sekitar mereka. Paling tidak paham soal autisme," ungkapnya.
Ia menambahkan, para orang tua tak perlu malu mengakui jika anaknya menderita autisme.
Menurutnya, keterbukaan dan penerimaan orang tua merupakan upaya yang turut mendukung penderita autisme hidup dengan normal.
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak yang terjadi di bawah usia tiga tahun.
Gangguan perkembangan ini meliputi gangguan kemampuan berkomunikasi, kemampuan berinteraksi sosial dan kemampuan berperilaku.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014