Tari Oleg Tambulilingan suatu peragakan kelincahan olah tubuh yang romantisme, setiap geraknya mengandung karakter keindahan khas Bali, akan dibawakan oleh dua mahasiswa Institut Seni Indonesia Denpasar dalam kegiatan festival internasional di Tiongkok.

Tari monumental itu adalah ciptaan seniman andal I Ketut Maria yang juga dikenal Mario seniman asal Tabanan, Bali. Sebagian besar remaja Pulau Dewata senantiasa berangan-angan mampu membawakan tari Oleg Tambulilingan itu dengan sempurna.

Made Ayu Desiari dan Ni Luh Putu Putri Utami, keduanya mahasiswa semester VI Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukkan (FSP) ISI Denpasar akan membawakan tari Oleg Tambililingan salah satu dari delapan tari yang akan ditampilkan dalam kegiatan internasional Nanyang Culture Festival di Tiongkok selama sepekan, 29 Maret-4 April 2014.

Tujuh tarian lainnya meliputi Tari Tenun, Trunajaya, Pendet, Wiranata, Kebyar Duduk, Panyembrahma dan Tari Tenun, tutur Rektor ISI Denpasar, Dr I Gede Arya Sugiartha, SSKar M.Hum.

Keberangkatan kedua lembaga pendidikan tinggi seni itu untuk memperkuat partisipasi tim kesenian Konsulat Jenderal RI di di Tiongkok dalam kegiatan tahunan yang bergengsi di di Provinsi Fujian, Tiongkok.

Kesempatan baik bagi kedua mahasiswa ISI itu hendaknya mampu dimanfaatkan secara maksimal untuk ikut mempromosikan pariwisata Bali di Negeri Tirai Bambu maupun membangun jaringan dengan pihak Tiongkok, sesuai visi ISI menjadi pusat unggulan dalam bidang seni dan budaya sekaligus "go internasional",

ISI Denpasar lebih memantapkan jalinan kerja sama dengan perguruan tinggi seni dan berbagai pihak di dalam dan luar negeri, sebagai upaya untuk menjadikan ISI sebagai pusat penciptaan, pengkajian, penyajian dan pembina seni yang unggul berwawasan kebangsaan untuk memperkaya nilai-nilai kemanusiaan sesuai perkemangan zaman.

Rektor Arya Sugiartha sebelumnya mempercayakan I Wayan Suweca untuk memimpin 34 dosen dan mahasiswa ISI mengadakan lawatan ke Tiongkok selama sepekan pada awal Nopember 2013.

Keberangkatan itu dalam rangka kerja sama internasional program muhibah seni dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Selama di Tiongkok mereka mengadakan dua kali pementasan menampilkan tarian dari berbagai daerah di Nusantara, serta ikut dalam kegiatan seminar dan workshop yang melibatkan sejumlah perguruan tinggi negara tersebut.

Memburuknya hubungan Peking dengan Jakarta pasca-turunnya Bung Karno yang digantikan oleh Soeharto, mengendurkan lawatan tim kesenian Indonesia ke Negeri Tirai Bambu.

Para seniman Bali termasuk paling sering diutus memamerkan keluhuran kesenian Indonesia ke Negeri Tiongkok sekitar tahun 1950-awal 1960-an itu. Namun pada rezim Orde Baru sangat jarang terdengar lawatan para seniman Indonesia ke daratan yang berpenduduk terpadat di dunia itu.

Namun belakangan, ketika tata pergaulan dua negara besar ini semakin membaik, saling balas kunjungan dalam bidang seni budaya kembali bergulir. Dalam kurun waktu empat bulan sejak keberangkatan rombongan ISI itu kini kembali menyusul dua mahasiswa ISI untuk menunjukkan kepiawiannya dalam olah gerak tubuh.



Pasaran potensial

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Panusunan Siregar mengatakan, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) negara dan penduduknya besar kini menjadi pasaran potensial bagi pariwisata Bali, karena masyarakatnya semakin banyak berwisata ke Pulau Dewata.

Peningkatan kunjungan wisatawan RRT ke Bali awal 2014 mencapai 80,52 persen, angka yang signifikan, karena Pulau Dewata masih tetap dijadikan destinasi sebagai tempat berlibur.

Tiongkok memang merupakan pangsa pasar potensial dunia pariwisata Indonesia khususnya Bali, karena salah satunya memiliki keterkaitan seni budaya sejak tempo dulu. Kegaiarahan wisatawan Negeri Tirai Bambu itu harus disambut gembira dengan usaha lebih keras oleh pemerintah bersama komponen pariwisata

Oleh sebab itu pemerintah dan pengusaha industri pariwisata hendaknya tetap gencar melakukan kegiatan promosi supaya para calon wisatawan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) lebih tertarik datang ke Bali dan usaha itu tentu diikuti oleh usaha tarnsportasi yang memadai.

"Saya senang mendengar bahwa Usaha penerbangan Indonesia yakni Garuda mencatat bahwa RRT menjadi pasar potensial," tutur Dewa Putra seorang pramuwisata dan praktisi pariwisata Bali.

Wacana tersebut harus ditindaklanjuti dengan operasional yang baik. Pada tahun 2013 misalnya sekitar 67 juta masyarakat Tiongkok melakukan perjalanan wisata ke luar negeri dan tahun 2014 diperkirakan akan mengalami kenaikan diperkirakan mencapai 100 juta orang.

Hal itu sangat memungkinkan karena perekonomian masyarakat negeri itu berkembang pesat, sehingga muncul minat untuk melakukan perjalanan wisata ke luar negeri, dan kondisi itulah harus mampu direbut para komponen pariwisata Bali.

Jumlah kunjungan wisatawan RRT ke Indonesia memang relatif masih sedikit, mungkin belum sampai satu persen dari masyarakat Tiongkok melakukan liburan ke luar negeri, namun sudah ada peningkatan yang cukup berarti.

Sesuai catatan Dinas Pariwisata Bali bahwa jumlah kedatangan turis Tiongkok ke Bali selama Januari 2014 sebanyak 52.060 orang naik hingga 80,52 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun 2013 yang hanya 28.839 orang.

Kedatangan turis asing asal Tiongkok ke Bali selama 2013 tercatat 387.533 orang naik 24,65 persen dari periode 2012 yang hanya 310.904 orang. Kehadiran turis Tiongkok ke Bali berada di peringkat terbanyak kedua setelah Australia 826.385 orang.



Hubungan baik

Hubungan kerja sama antara Tiongkok dengan Indonesia, khususnya Bali terjalin sejak abad XII. Di Bali sisa hubungan itu bisa dijumpai hingga sekarang antara lain dalam bentuk pementasan kesenian, tempat suci maupun arsitektur bangunan yang bercirikan khas RRT.

Bahkan penggunaan uang Tiongkok dalam berbagai ritual keagamaan bagi umat Hindu di Pulau Dewata hingga kini masih berlaku. Akulturasi seni budaya Tiongkok dengan seni budaya Bali terjadi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dapat memperkokoh serta memperkuat kehidupan seni budaya Bali yang diwarisi secara turun temurun.

Akultutasi seni budaya Tiongkok dengan seni budaya Bali menyangkut berbagai aspek kehidupan, namun sulit dibayangkan prosesnya karena sudah terjadi beberapa abad yang silam.

Akulturasi itu antara lain menyangkut proses berkesenian dan berbudaya masyarakat yang dapat dibuktikan antara lain dalam tari baris Tiongkok, Patra Tiongkok, barong landung dan penggunaan uang kepeng (pis bolong) perlengkapan berbagai upacara adat dan ritual di Bali.

Peradaban bangsa Tiongkok, sebelum masehi lebih tinggi dari masyarakat Bali, sehingga secara hipotesis, masyarakat yang peradabannya lebih rendah akan mengadaptasi ilmu pengetahuan maupun teknologi dari berperadaban lebih tinggi, tutur Pengamat sekaligus Praktisi Pariwisata Bali lainnya Tjokorda Gede Agung.

Bangsa Tiongkok waktu itu sudah mampu menulis di atas batok kepala kura-kura, kain sutra dan membuat alat pemanas dengan tempratur tinggi sehingga bisa mengganti zaman batu menjadi zaman suasa, yakni logam campuran emas dan tembaga.

Sedangkan peradaban masyarakat Bali sebelum masehi itu tidak dapat dibandingkan dengan Tiongkok, sehingga lebih banyak menerima dari pada memberikan pengaruh.

Masyarakat Tiongkok sejak dulu mengenal Bali sebagai Pulau Surga. Kedekatan hubungan emosi dan kebudayaan antara Tiongkok dan Bali itu memiliki andil dalam hal membuka hubungan yang lebih luas antara Indonesia-Tiongkok. (WRA) 

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gede Wira Suryantala


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014