Denpasar (Antara Bali) - Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Prof Dr. Wayan Windia menilai para pejabat dewasa ini tampaknya semakin ringan tangan terhadap pers dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Bali.
"Sedikit-sedikit dilaporkan ke penegak hukum, atau wartawan dipukuli bahkan pernah dibunuh seperti kasus yang menimpa almarhum Prabangsa, wartawan Radar Bali," kata Windia yang juga wartawan senior dan Wakil Ketua PWI Bali di Denpasar, Jumat.
Seusai Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) dan HUT ke-68 PWI tingkat Provinsi Bali, ia menambahkan, mengantisipasi kondisi yang demikian itu jajaran pers harus terus berjuang agar Undang-Undang (UU) tentang Pers No. 40/1999 dijadikan UU yang sifatnya lex-specialist bagi pers.
Hal itu penting, karena tidak semua pejabat atau pihak lainnya sadar tentang perlunya implementasi UU No.40 tahun 1999 tentang Pers.
Masyarakat bisa menggunakan hak jawab atau hak koreksi, namun banyak yang tidak melakukannya.
"Mereka tampaknya lebih enak mengadili, memukul dan membunuh," ujar Windia.
Ia juga memandang bahwa hingga kini sudah banyak pejabat, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan TNI/POLRI yang selalu menggunakan hak jawab terhadap pers.
Dengan demikian tidak melaporkan ke pengadilan dan memukul atau membunuh karena keberatan atas sebuah pemberitaan.
Untuk itu Windia berharap agar kekerasan terhadap pers di Bali dihentikan.
"Saya sangat menentang hal itu, sebab hal itu akan membungkam kebebasan pers yang merupakan azas utama berdemokrasi," ujarnya. (WDY/i018)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Sedikit-sedikit dilaporkan ke penegak hukum, atau wartawan dipukuli bahkan pernah dibunuh seperti kasus yang menimpa almarhum Prabangsa, wartawan Radar Bali," kata Windia yang juga wartawan senior dan Wakil Ketua PWI Bali di Denpasar, Jumat.
Seusai Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) dan HUT ke-68 PWI tingkat Provinsi Bali, ia menambahkan, mengantisipasi kondisi yang demikian itu jajaran pers harus terus berjuang agar Undang-Undang (UU) tentang Pers No. 40/1999 dijadikan UU yang sifatnya lex-specialist bagi pers.
Hal itu penting, karena tidak semua pejabat atau pihak lainnya sadar tentang perlunya implementasi UU No.40 tahun 1999 tentang Pers.
Masyarakat bisa menggunakan hak jawab atau hak koreksi, namun banyak yang tidak melakukannya.
"Mereka tampaknya lebih enak mengadili, memukul dan membunuh," ujar Windia.
Ia juga memandang bahwa hingga kini sudah banyak pejabat, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan TNI/POLRI yang selalu menggunakan hak jawab terhadap pers.
Dengan demikian tidak melaporkan ke pengadilan dan memukul atau membunuh karena keberatan atas sebuah pemberitaan.
Untuk itu Windia berharap agar kekerasan terhadap pers di Bali dihentikan.
"Saya sangat menentang hal itu, sebab hal itu akan membungkam kebebasan pers yang merupakan azas utama berdemokrasi," ujarnya. (WDY/i018)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014