Denpasar (Antara Bali) - Kader Partai Demokrat yang duduk di kursi DPRD Provinsi Bali dimintai keterangan oleh induk partainya terkait dugaan suap dalam mendapatkan dana bantuan sosial dari pemerintah daerah setempat.
"Kami sudah memanggil oknum kader partai kami di DPRD Bali terkait dugaan suap kepada staf Dinas PU untuk memuluskan pencairan bantuan dana bansos," kata Ketua DPD Partai Demokrat Bali Made Mudarta di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, yang bersangkutan sudah memberikan klarifikasi atas pernyataan yang disampaikan di dalam rapat gabungan dengan Gubernur Bali, Senin (6/1) di gedung DPRD Bali.
"Ternyata isu suap itu hanya akal-akalan stafnya yang disuruh membantu mengurus dana hibah. Jadi yang bersangkutan tidak melakukan suap," kata Mudarta menegaskan.
Pada akhir tahun anggaran dan batas waktu pencairan sudah hampir habis, banyak proposal menumpuk di satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Semua anggota Dewan berharap proposalnya disetujui. Begitu juga Gubernur Bali memerintahkan pencairan segera.
Untuk mempercepat pengurusan dana hibah ini masing-masing anggota Dewan juga menugaskan staf untuk membantu proses persetujuan di SKPD.
"Karena lembur sampai larut malam, tentu butuh logistik, makan, minum untuk staf yang memproses. Isu suap itu disampaikan staf kepada anggota yang bersangkutan. Alasan staf untuk menyuap petugas di SKPD agar bisa cepat dan duluan proposal itu diproses. Tapi itu akal-akalan staf saja untuk dapat duit lebih, bukan anggota Dewan yang menyuap," katanya.
Selanjutnya dia berharap anggota Dewan memberi contoh baik, termasuk memilih staf yang jujur. "Jangan sampai oknum Dewan ditipu oleh stafnya sendiri," katanya.
Mengenai pengakuan politikus Partai Demokrat lainnya Tutik Kusumawardani terkait suap pengurusan dana hibah, Mudarta berdalih hanya sebagai isu semata.
"Ini ada saling curiga antaraparpol maupun anggota Dewan. Sama seperti sebelumnya PDIP mencurigai anggota Dewan dari parpol koalisi dana hibahnya banyak cair. Ternyata tidak juga, sebab Ketua Fraksi Demokrat juga nol persen yang cair," kata politikus asal Kabupaten Jembrana itu.
Tutik sendiri menegaskan bahwa uang yang diberikan petugas Dinas Pekerjaan Umum bukan suap, melainkan hanya biaya untuk membeli materai guna melengkapi proposal, biaya penggandaan, dan uang makan.
"Intinya tidak ada suap, tapi untuk biaya foto kopi proposal dan beli materai. Staf saya juga bilang ke sana minta uang untuk beli makan karena mereka lembur dan tentu mereka tidak enak kalau makan sendiri, jadi petugas di SKPD juga diajak makan bersama," katanya.
Kepala Dinas PU Bali Nyoman Astawa Riadi membantah petugasnya di PU menerima suap dari anggota Dewan untuk mengurus dana hibah tersebut. "Tidak ada petugas kami menerima suap. Kami bekerja sesuai ketentuan, bahkan hingga lembur," katanya.
Astawa Riadi meyakinkan sama sekali tidak ada petugas PU menerima suap setelah ia sempat mengecek dan mengkonfirmasi hal itu kepada petugas PU. Bahkan dikasi uang makan pun tidak ada.
"Kami pun sudah melakukan pengawasan berjenjang kepada petugas kami. Eselon IV dan eselon III ikut mengawasi. Setelah dicek, mereka mengaku tidak menerima suap," katanya. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Kami sudah memanggil oknum kader partai kami di DPRD Bali terkait dugaan suap kepada staf Dinas PU untuk memuluskan pencairan bantuan dana bansos," kata Ketua DPD Partai Demokrat Bali Made Mudarta di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, yang bersangkutan sudah memberikan klarifikasi atas pernyataan yang disampaikan di dalam rapat gabungan dengan Gubernur Bali, Senin (6/1) di gedung DPRD Bali.
"Ternyata isu suap itu hanya akal-akalan stafnya yang disuruh membantu mengurus dana hibah. Jadi yang bersangkutan tidak melakukan suap," kata Mudarta menegaskan.
Pada akhir tahun anggaran dan batas waktu pencairan sudah hampir habis, banyak proposal menumpuk di satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Semua anggota Dewan berharap proposalnya disetujui. Begitu juga Gubernur Bali memerintahkan pencairan segera.
Untuk mempercepat pengurusan dana hibah ini masing-masing anggota Dewan juga menugaskan staf untuk membantu proses persetujuan di SKPD.
"Karena lembur sampai larut malam, tentu butuh logistik, makan, minum untuk staf yang memproses. Isu suap itu disampaikan staf kepada anggota yang bersangkutan. Alasan staf untuk menyuap petugas di SKPD agar bisa cepat dan duluan proposal itu diproses. Tapi itu akal-akalan staf saja untuk dapat duit lebih, bukan anggota Dewan yang menyuap," katanya.
Selanjutnya dia berharap anggota Dewan memberi contoh baik, termasuk memilih staf yang jujur. "Jangan sampai oknum Dewan ditipu oleh stafnya sendiri," katanya.
Mengenai pengakuan politikus Partai Demokrat lainnya Tutik Kusumawardani terkait suap pengurusan dana hibah, Mudarta berdalih hanya sebagai isu semata.
"Ini ada saling curiga antaraparpol maupun anggota Dewan. Sama seperti sebelumnya PDIP mencurigai anggota Dewan dari parpol koalisi dana hibahnya banyak cair. Ternyata tidak juga, sebab Ketua Fraksi Demokrat juga nol persen yang cair," kata politikus asal Kabupaten Jembrana itu.
Tutik sendiri menegaskan bahwa uang yang diberikan petugas Dinas Pekerjaan Umum bukan suap, melainkan hanya biaya untuk membeli materai guna melengkapi proposal, biaya penggandaan, dan uang makan.
"Intinya tidak ada suap, tapi untuk biaya foto kopi proposal dan beli materai. Staf saya juga bilang ke sana minta uang untuk beli makan karena mereka lembur dan tentu mereka tidak enak kalau makan sendiri, jadi petugas di SKPD juga diajak makan bersama," katanya.
Kepala Dinas PU Bali Nyoman Astawa Riadi membantah petugasnya di PU menerima suap dari anggota Dewan untuk mengurus dana hibah tersebut. "Tidak ada petugas kami menerima suap. Kami bekerja sesuai ketentuan, bahkan hingga lembur," katanya.
Astawa Riadi meyakinkan sama sekali tidak ada petugas PU menerima suap setelah ia sempat mengecek dan mengkonfirmasi hal itu kepada petugas PU. Bahkan dikasi uang makan pun tidak ada.
"Kami pun sudah melakukan pengawasan berjenjang kepada petugas kami. Eselon IV dan eselon III ikut mengawasi. Setelah dicek, mereka mengaku tidak menerima suap," katanya. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014